Ibadah Haji Dibatasi, Ekonomi Arab Saudi Makin Tertekan
Pandemi Covid-19 dilaporkan ikut menghancurkan bisnis-bisnis yang bergantung pada kegiatan ibadah haji. Padahal, bisnis itu mempekerjakan ratusan ribu orang.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
RIYADH, MINGGU — Situs keagamaan kosong. Tenda-tenda peziarah ditinggalkan. Hotel sepi tamu. Kekosongan yang diiringi kekhawatiran kehancuran ekonomi tengah menghantui kota Mekkah dan Arab Saudi pada umumnya. Kondisi itu terjadi setelah pihak kerajaan memutuskan membatasi ibadah haji tahun ini akibat pandemi Covid-19.
Kota suci Mekkah biasanya menampung jutaan jemaah saat pelaksanaan ibadah haji tahunan. Namun, tahun ini pihak kerajaan telah melarang jemaah dari luar negeri untuk melaksanakan ibadah haji yang dijadwalkan pada akhir Juli 2020.
Ibadah haji dan umrah menghasilkan sekitar 12 miliar dollar AS bagi Arab Saudi. Hal itu turut menjaga ekonomi Mekkah, kota suci yang dihuni oleh dua juta jiwa dan tempat gedung pencakar langit menjulang di atas tempat-tempat suci Islam.
Ledakan konstruksi terjadi dalam beberapa tahun terakhir di Mekkah. Pusat perbelanjaan, apartemen, dan hotel-hotel mewah dibangun dengan tawaran pemandangan yang paling spektakuler, yakni Ka’bah di Masjidil Haram. Saat-saat ini sebagian besar bangunan itu kosong.
Pandemi Covid-19 dilaporkan juga menghancurkan bisnis-bisnis yang bergantung pada kegiatan ibadah haji. Padahal, bisnis itu mempekerjakan ratusan ribu orang, mulai dari agen perjalanan hingga tukang cukur jalanan dan toko-toko suvenir.
Banyak orang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran, pemotongan gaji, atau gaji yang tertunda. ”Tidak ada penjualan, tidak ada penghasilan,” kata Ahmed Attia, warga Mesir berusia 39 tahun yang bekerja di sebuah agen perjalanan di Mekkah. ”Kita tidak terbiasa melihat Mekkah kosong. Rasanya seperti kota mati.”
Tsunami pembatalan perjalanan ke Arab Saudi juga telah menghancurkan para operator haji di luar Arab Saudi yang mengatur logistik perjalanan bagi para jemaah atau peziarah. Pihak berwenang Arab Saudi sudah sejak Maret lalu menghentikan ibadah umrah.
Kemudian, dalam keputusan yang sangat sensitif, tetapi telah lama ditunggu-tunggu, Riyadh mengatakan hanya akan mengizinkan sekitar 1.000 jemaah haji yang sudah ada di Arab Saudi untuk menjalankan ibadah haji tahun ini.
Dilihat dari sisi jumlah jemaah, jumlah itu sangat kecil jika dibandingkan 2,5 juta jemaah yang hadir tahun lalu. ”Itu akan menjadi sebuah acara simbolis yang memungkinkan kerajaan mengatakan, ’kami tidak membatalkan haji seperti yang diperkirakan banyak orang’,” kata seorang pejabat dari negara di Asia Selatan tentang keputusan Kerajaan Arab Saudi.
Arab Saudi telah menekankan bahwa ibadah haji akan terbuka untuk orang-orang dari berbagai negara. Namun, proses seleksi untuk beberapa tempat itu diperkirakan akan diperebutkan dengan panas karena beberapa warga Mekkah berharap mendapat prioritas di atas orang luar.
”Saya telah pergi haji sebelumnya dan semoga tahun ini, dengan kehendak Tuhan, saya akan menjadi jemaah haji pertama,” kata Marwan Abdulrahman, seorang warga Mekkah.
Banyak warga yang takut mengikuti ibadah haji, kerumunan di tempat-tempat suci Islam bisa menjadi sumber penularan masif Covid-19. Arab Saudi adalah negara dengan jumlah kasus positif tertinggi di wilayah Teluk. Lebih dari 178.000 kasus terkonfirmasi positif Covid-19, dengan jumlah pasien yang meninggal sebanyak 1.511 orang.
Para analis memperingatkan tekanan ekonomi atas Arab Saudi. Anjloknya harga minyak dan kerugian ekonomi akibat pandemi Covid-19 telah memicu dilakukannya langkah-langkah penghematan oleh kerajaan. Langkah itu termasuk meningkatkan pajak pertambahan nilai hingga tiga kali serta memotong tunjangan para pegawai negeri sipil.
”Keputusan haji memang menambah kesulitan ekonomi Arab Saudi,” kata Richard Robinson, analis Timur Tengah di Oxford Analytica.
Pekan lalu, Dana Moneter Internasional memperingatkan produk domestik bruto Arab Saudi akan menyusut sebesar 6,8 persen tahun ini. Jika terealisasi, itu bakal menjadi kinerja terburuk sejak masa keemasan minyak di era 1980-an.
Kelompok konstruksi Saudi Binladen, penentu arah yang dikenal dengan mega-proyek besar, telah melewatkan pembayaran gaji untuk ribuan pekerja dalam beberapa bulan terakhir.
Hal itu diungkapkan sebuah sumber yang dekat dengan perusahaan dan juga keluhan karyawan di media sosial. Sebuah tagar di media sosial yang berbunyi ”Delays in Binladen salaries” menarik perhatian khalayak.
Itu berarti terjadinya perlambatan kerja perusahaan di serangkaian proyek penting Saudi. Di antaranya adalah kompleks hotel gedung pencakar langit senilai 15 miliar dollar AS yang menjulang di dekat Masjidil Haram.
Sumber itu juga mengungkapkan bahwa perusahaan tersebut sedang berusaha menyewa sejumlah jet pribadi untuk mengirim pulang banyak pekerja asal Asia Selatan yang dikenai PHK. Pihak manajemen perusahaan itu menolak berkomentar.
Tekanan ekonomi Saudi juga mengganggu rencana ambisius Riyadh untuk membangun industri pariwisatanya. Padahal, hal itu menjadi salah satu landasan program reformasi Visi 2030 untuk mengurangi ketergantungan Arab Saudi pada minyak.
”Pemerintah telah memilih pariwisata sebagai bidang utama untuk pertumbuhan di bawah strategi diversifikasi dan hilangnya pendapatan haji dapat menekan lebih jauh sektor ini karena investasi yang hilang atau kebangkrutan,” kata Robinson.
Kerajaan mulai menawarkan visa turis untuk pertama kalinya, September lalu, dalam upaya membuka salah satu batas terakhir pariwisata global.
”Meski Saudi mencari cara untuk mendiversifikasi pendapatan pariwisata di luar pariwisata religius, upaya mereka masih dibangun dari haji,” kata Kristin Diwan dari Arab Gulf States Institute di Washington.
Tanpa kegiatan ibadah haji plus anjloknya harga minyak adalah sebuah pukulan berat. (AFP)