Teknologi menjadi sarana bagi banyak pihak untuk tetap menjaga relasi dan kerja sama di masa pandemi. Meski sebelumnya telah digunakan, pertemuan virtual sampai saat ini jadi cara beradaptasi menjaga relasi antarnegara.
Oleh
B Josie Susilo Hardianto
·4 menit baca
Pandemi Covid-19 telah memaksa warga dunia untuk ”mengunci diri” di balik tembok rumah, hingga ke pagar-pagar perbatasan negara. Dalam situasi seperti itu, telekonferensi menjadi pilihan bagi banyak pihak, termasuk para pemimpin dunia, untuk menggelar pertemuan.
Tak banyak pilihan untuk menjaga relasi karena tatap muka justru akan menyebabkan penularan virus korona baru menjadi tak terbendung. Dunia pun dituntut untuk beradaptasi dan menciptakan cara baru, salah satunya melalui apa yang oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Turki disebut sebagai ”kunjungan virtual”.
Kunjungan itu dihelat pada Selasa (24/6/2020). Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, yang sebelumnya dijadwalkan menggelar kunjungan resmi ke Turki pada April lalu, terpaksa membatalkan kunjungan karena pandemi Covid-19. Andaikata pertemuan itu terjadi, Basuki direncanakan bertemu langsung dengan Menteri Perdagangan Turki Ruhsar Pekcan untuk membicarakan kerja sama investasi, terutama di bidang konstruksi dan infrastruktur.
Namun, apa daya, Covid-19 menghalanginya. ”Sedianya saya akan melakukan kunjungan pada sekitar April lalu. Namun, karena wabah Covid-19, terpaksa harus ditunda dan baru saat ini dapat dilakukan meskipun secara virtual,” kata Basoeki dalam pernyataan pembuka, sembari memamerkan teh Turki dan penganan Turki kepada Pekcan, sebagaimana dikutip dalam pernyataan resmi KBRI Ankara.
Sebagaimana disebutkan, pertemuan virtual saat ini menjadi pilihan untuk beradaptasi dengan situasi pandemi. Meskipun sangat berbeda dengan pertemuan langsung, cara seperti itu mau tidak mau dipilih dan dilakukan untuk tetap menjaga peluang kerja sama, menjaga relasi, bahkan meningkatkannya.
Sebagai catatan, Duta Besar Indonesia untuk Turki Lalu M Iqbal mengatakan, tahun lalu nilai perdagangan Indonesia-Turki mencapai nilai 1,6 miliar dollar AS. ”Dari jumlah itu, sekitar 1 miliar dollar AS adalah ekspor Indonesia (surplus). Volume perdagangan tersebut relatif masih rendah dibandingkan dengan potensi kedua negara. Apalagi, jika dibandingkan dengan jumlah penduduk kedua negara yang mencapai 357 juta,” kata Iqbal melalui pesan Whatsapp.
Iqbal menyebutkan, Indonesia dan Turki melihat masing-masing pihak memiliki potensi besar. ”Indonesia melihat Turki sebagai pintu masuk ke kawasan Balkan, Euroasia, dan Timur Tengah, sementara Turki melihat Indonesia sebagai pintu masuk ke ASEAN,” ujar Iqbal.
Saat ini, prioritas kerja sama kedua negara antara lain dalam bidang industri pertahanan melalui skema alih teknologi dan produksi bersama, kerja sama di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, serta penyelesaian perjanjian perdagangan bebas. ”Kerja sama industri juga memiliki peran penting. Turki menawarkan kemitraan yang sejajar dengan Indonesia dalam memanfaatkan hasil litbang industri di Turki, khususnya industri berteknologi tinggi,” tutur Iqbal.
Langkah yang dilakukan oleh Kementerian PUPR dan Kementerian Perdagangan Turki menjadi bagian dari upaya diplomasi dan menjaga keberlanjutan kerja sama antarnegara.
Pembukaan perbatasan
Cara itu menjadi strategi ketika, sebagaimana diungkapkan Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, perbatasan antarnegara masih belum terbuka. ”Rata-rata pembukaan atau relaksasi baru dilakukan untuk kegiatan yang lebih terpusat di dalam negeri, baik ekonomi, sekolah, maupun lain-lain. Terdapat beberapa negara yang mengalami lonjakan kasus pada saat relaksasi dilakukan. Kuncinya tentunya adalah disiplin penerapan protokol kesehatan,” kata Retno melalui Whatsapp.
Meskipun demikian, menurut Retno, sejumlah negara mulai melakukan pembicaraan mengenai pembukaan terbatas lalu lintas orang. ”Rata-rata dimulai dengan limitasi. Yang sudah jalan setahu saya pengaturan travel bubble tiga negara Baltik. Sementara Australia-Selandia Baru sedang mematangkan konsepnya,” kata Retno pada awal bulan ini. ASEAN, menurut Retno, belum membahas gelembung perjalanan (travel bubble) tersebut.
Di sisi lain, semua negara berusaha untuk menjamin agar lalu lintas barang tidak mengalami hambatan di tengah pandemi. ”Komitmen ini muncul di setiap pertemuan antarnegara, termasuk di ASEAN, ASEAN Plus Three, maupun G-20. Namun, kita juga memantau bahwa laju perdagangan juga mengalami penurunan yang disebabkan menurunnya permintaan,” kata Retno.
Kegiatan diplomasi sejauh ini masih dilakukan melalui virtual. Belum terdapat pertemuan internasional yang digelar secara off-line. Namun, ke depan secara gradual pertemuan tatap muka pasti tetap akan dilakukan mengingat tidak semuanya dapat dilakukan secara on-line, termasuk berbagai macam negosiasi.
Pada tingkat ASEAN, Konferensi Tingkat Tinggi dan tingkat menteri kemungkinan juga masih dilakukan secara virtual. Akan tetapi, merujuk pada telekonferensi atau kunjungan virtual, sebagaimana dilakukan Menteri Basuki, serta juga telah dilakukan oleh Presiden Joko Widodo dan banyak menteri lain, termasuk Retno, metode itu memiliki dampak positif. Setidaknya komunikasi tetap terjaga baik dan sejumlah peluang terbuka.
Kembali pada kunjungan virtual di Turki, selain melakukan pembicaraan bilateral dengan mitranya di Ankara, Basuki juga menghadiri kegiatan Forum Bisnis Konstruksi Indonesia-Turki. Dalam forum yang dihadiri lebih dari 60 perusahaan besar di bidang konstruksi Turki serta lebih dari 30 perusahaan konstruksi Indonesia tersebut, Basuki memaparkan rencana pembangunan infrastruktur 2020-2024 serta menjawab berbagai pertanyaan dari peserta Turki.
”Sebagai tindak lanjut, Bapak Menteri meminta saya memfasilitasi pembentukan sebuah kelompok kerja bersama guna membahas berbagai peluang kerja sama dan sekaligus mengidentifikasi skema-skema pembiayaan. Beliau juga meminta secara khusus kepada Asosiasi Perusahaan Konstruksi Turki agar menjadikan Indonesia sebagai pintu masuk atau hub bagi perusahaan Turki untuk masuk ke Asia, khususnya ASEAN,” papar Iqbal menjelaskan rencana tindak lanjut forum bisnis tersebut.