Pukulan pandemi Covid-19 bagi Arab Saudi tecermin dari penyelenggaraan ibadah haji tahun ini. Haji, beserta umrah, adalah pemasukan andalan dari pariwisata. Pukulan meluas dengan terganggunya dua proyek Visi Saudi 2030.
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN, DARI KAIRO, MESIR
·6 menit baca
Sekretaris Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus, Kamis (30/7/2020), memuji keberhasilan Arab Saudi menyelenggarakan ibadah haji di tengah pandemi Covid-19 saat ini. Seperti dikutip kantor berita Arab Saudi, SPA, ia menyebut langkah penyelenggaraan haji oleh Arab Saudi tahun ini merupakan contoh sempurna bagi negara-negara dalam beradaptasi dengan situasi baru, hidup bersama virus, dan melindungi keselamatan orang.
Keberhasilan itu harus dibayar dengan pengorbanan. Bukan hanya harus memangkas secara sangat drastis jumlah jemaah, yang menyebabkan sekitar 2,5 juta jemaah dari berbagai negara tidak bisa berhaji tahun ini, Arab Saudi juga harus mengeluarkan biaya cukup besar untuk memenuhi protokol kesehatan sesuai rekomendasi WHO.
Dari segi ekonomi, dari penyelenggaraan haji tahun ini, hampir bisa dipastikan Arab Saudi tidak meraih keuntungan, tetapi justru memikul kerugian. Namun, yang menjadi pertanyaan besar akibat pandemi adalah tentang nasib Visi Arab Saudi 2030 yang digagas Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) tahun 2016. Dalam visi itu, peran penyelenggaraan haji dan umrah sangat strategis.
Program utama dalam mewujudkan Visi Arab Saudi 2030 adalah membangun diversifikasi sumber ekonomi dengan cara mengurangi ketergantungan pendapatan negara terhadap minyak. Pendapatan devisa dari haji dan umrah kini mencapai 60 persen atau sekitar 14 miliar dollar AS dari sektor pariwisata Arab Saudi. MBS meletakkan haji dan umrah sebagai salah satu dari tiga proyek besar, di luar minyak dan gas, andalan Visi Arab Saudi 2030 itu.
Tiga proyek besar
Tiga proyek besar dalam visi tersebut, yaitu wisata religi, membangun sentra ekonomi baru, dan pemberdayaan sektor budaya. Dalam proyek pembangunan sentra ekonomi baru, Arab Saudi membangun kota raksasa baru, Neom, dengan nilai 500 miliar dollar AS. Kota Neom terletak di barat laut Arab Saudi, bertepi ke Laut Merah, dekat perbatasan Jordania dan Mesir.
Adapun dalam proyek pemberdayaan sektor budaya, Arab Saudi telah mengizinkan beroperasinya bioskop, pergelaran konser musik, dan pembukaan obyek-obyek wisata baru di luar kota Mekkah dan Madinah.
Sementara dalam proyek wisata religi, Arab Saudi ingin memaksimalkan potensi kota Mekkah dan Madinah. Karena itu, Arab Saudi melakukan proyek perluasan Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah yang terbesar dalam sepanjang sejarah Islam. Dua masjid itu dicanangkan bisa menampung 30 juta jemaah haji dan umrah, beberapa tahun mendatang.
Menurut badan statistik Arab Saudi, sektor periwisata menyumbang 3,5 persen pendapatan nasional negara atau 22,8 miliar dollar AS per tahun. Sektor pariwisata membuka 882.900 lapangan kerja atau 7,7 persen dari seluruh lapangan kerja di Arab Saudi.
Dengan sumbangan 60 persen dari pemasukan sektor pariwisata, haji dan umrah memegang peran sangat penting bagi pendapatan nasional Arab Saudi. Negara kerajaan ini pun menargetkan penambahan jumlah jemaah haji dari sekitar 2,5 juta selama ini menjadi 2,7 juta dan lalu 3,1 juta jemaah haji pada masa mendatang, seiring dengan selesainya proyek perluasaan kompleks Masjidil Haram.
Arab Saudi juga merencanakan penambahan jumlah jemaah umrah dari sekitar 8 juta per tahun saat ini menjadi 20 juta per tahun pada masa mendatang. Penambahan jumlah jemaah haji dan umrah itu ditetapkan untuk mencapai target devisa yang selama ini hanya 14 miliar dollar AS naik menjadi 20 hingga 25 miliar dollar AS per tahun.
Namun, semua ambisi itu, khususnya Visi Arab Saudi 2030, sementara ini harus tertunda akibat pandemi Covid-19. Pandemi ini cukup membuat perekonomian Arab Saudi cukup porak poranda. Negara itu telah mengumumkan membekukan penyelenggaraan ibadah umrah sejak akhir Februari lalu dan terus berlanjut hingga saat ini. Arab Saudi juga menyelenggarakan ibadah haji tahun ini dengan jemaah sangat terbatas, berkisar 1.000-10.000 orang jemaah.
Arab Saudi sejak Maret hingga Juli lalu tentu tidak mendapat sama sekali devisa dari ibadah umrah. Hal yang sama juga terjadi pada ibadah haji. Arab Saudi bisa jadi bukannya meraih keuntungan, tetapi justru kerugian dari penyelenggaraan ibadah haji tahun ini. Ditengarai, biaya untuk memenuhi protokol kesehatan dalam penyelenggaraan haji agar sesuai dengan rekomendasi WHO cukup besar.
Arab Saudi, misalnya, harus menanggung biaya konsumsi seluruh jemaah haji. Sebab, mereka tidak boleh membeli makanan dan minuman di luar atau memasak makanan sendiri. Arab Saudi juga harus menanggung biaya tes PCR (polymerase chain reaction) untuk mengetahui jemaah haji positif atau negatif Covid-19.
Meskipun sudah mengetahui akan rugi, Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud tetap bersikeras menggelar ibadah haji tahun dengan partisipasi sangat terbatas. Sikap keras Raja Salman ini dalam upaya menjaga reputasi politik, psikologis dan historitas keluarga besar al-Saud agar tercatat tetap berhasil menggelar ibadah haji dalam keadaan sesulit apa pun sejak berdirinya negara Arab Saudi modern tahun 1932.
Macet total
Selain haji dan umrah, dua proyek besar nonmigas lainnya andalan Visi Arab Saudi 2030 bisa dikatakan macet total. Bioskop dan konser musik serta acara budaya lain sejak Maret lalu dilarang guna mencegah persebaran Covid-19. Berita kelanjutan proyek pembangunan kota Neom juga belum jelas.
Pandemi Covid-19 bahkan kini nyaris membuyarkan kisah kejayaan yang dicapai negara Arab Saudi modern berkat penemuan sumber minyak pertama tahun 1938 di wilayah Al-Ahsa, Arab Saudi timur. Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi ekonomi Arab Saudi akan mengalami penurunan pertumbuhan hingga 6,8 persen pada tahun 2020 akibat pandemi Covid-19 dan anjloknya harga minyak. Neraca perdagangan internasional Arab Saudi mengalami penurunan hingga 60,3 persen pada lima bulan pertama 2020.
Menurut data lembaga statistik Arab Saudi, ada penurunan neraca perdagangan internasional Arab Saudi pada lima bulan pertama tahun 2020 yang hanya 19,9 miliar dollar AS. Tahun 2019, neraca perdagaangan internasional itu dalam periode yang sama mencapai 50,2 miliar dollar AS.
Nilai ekspor komoditas Arab Saudi, baik migas maupun nonmigas juga mengalami penurunan hingga 36,2 persen atau senilai 52,2 miliar dollar AS pada lima bulan pertama tahun 2020. Menurut hasil riset Jadwa Investment, pemasukan Arab Saudi dari minyak pada 2020 ini diperkirakan hanya 133 miliar dollar AS atau turun 34 persen dibandingkan dengan pemasukan pada 2019.
Kas negara Arab Saudi juga terpangkas akibat dampak Covid-19 ini. Arab Saudi telah mengumumkan pemberian paket stimulus ekonomi sebesar 32 miliar dollar AS pada masa pandemi ini. Menteri Keuangan Arab Saudi Mohammed al-Jadaan, seperti dikutip Middle East Eye mengungkapkan, Arab Saudi akan berutang sebanyak 58,6 miliar dollar AS untuk menutupi penurunan pendapatan akibat pandemi Covid-19.
Riyadh terpaksa pula mengumumkan kebijakan pengetatan ikat pinggang, termasuk menurunkan anggaran sebanyak 8 miliar dollar AS untuk proyek Visi Arab Saudi 2030. Pada Maret lalu, Riyadh mengumumkan penurunan anggaran sebesar 13 miliar dollar AS di sektor pariwisata dan hiburan.
Karena itu, bagi Arab Saudi tidak ada pilihan lain untuk bisa keluar dari krisis ekonomi ini, kecuali berharap sekali pandemi segera berakhir, dengan ditemukannya vaksin Covid-19.