Memburu Vaksin, Menegakkan Diplomasi Perlindungan
Diplomat Indonesia harus bersaing sekaligus bekerja sama dengan diplomat negara lain dalam mendapatkan obat dan calon vaksin Covid-19. Pencarian vaksin jadi tugas prioritas KBRI.
Di awal pandemi Covid-19, sebagian diplomat Indonesia kesulitan menyebut favipilapir. Mereka harus belajar dan bekerja cepat untuk ikut mencari obat dan vaksin Covid-19. Kerja mereka ikut membuat Indonesia bisa ikut mengembangkan sedikitnya 3 jenis vaksin Covid-19.
Awal Agustus 2020, Indonesia akan ikut menguji vaksin yang dikembangkan Sinovac, China. Selepas itu, akan ada pengujian untuk vaksin yang dikembangkan Ginexine, Korea Selatan. Indonesia juga terus berkomunikasi Koalisi untuk Inovasi dan Kesiapan Pandemi (CEPI). Sinovac dan CEPI menggandeng Bio Farma. Sementar Genexine menggandeng Kalbe Farma.
Baca juga: Indonesia Desak Akses Setara
Bio Farma-Sinovac akan memulai uji klinis tahap ketiga pada awal Agustus 2020. Bio Farma juga didaftarkan sebagai salah satu calon produsen vaksin Covid-19 ke CEPI. Pendaftaran itu akan membuat Indonesia bisa dibantu untuk mengembangkan kemampuan yang dibutuhkan dalam produksi vaksin Covid-19.
”Kami menjajaki semua kemungkinan, menghubungi banyak pihak. Sebagian memang menunjukkan hasil lebih cepat,” kata salah satu anggota Tim Percepatan Pemulihan Ekonomi (TPPE) Kemlu RI, Daniel Tumpal Simanjuntak, yang sehari-hari bertugas sebagai Direktur Afrika pada Kemlu RI.
Lisensi wajib dan rebutan
Salah satu kemungkinan yang pernah dijajaki adalah pemanfaatan celah lisensi wajib yang disediakan Perjanjian Hak Kekayaan Intelektual (TRIPS). Celah itu memungkinkan suatu negara memproduksi obat tanpa izin dari pihak pemilik paten. Celah itu bisa dimanfaatkan jika ada pandemi atau situasi darurat dan tidak ada obat atau vaksin lain.
”Untungnya sekarang sudah ada beberapa pilihan untuk perawatan pasien Covid-19. Calon vaksin juga sudah banyak dan Indonesia terlibat dalam pengembangan beberapa calon,” ujar Tumpal, diplomat tanpa latar belakang pendidikan kesehatan dan sekarang lancar menjelaskan aneka aspek teknis Covid-19 dan cara penanganan medisnya.
Diplomat Indonesia harus bersaing sekaligus bekerja sama dengan diplomat negara lain dalam mendapatkan obat dan calon vaksin Covid-19. Mereka harus berjuang ekstra keras karena setiap negara cenderung berusaha mengamankan kebutuhan dalam negerinya.
Baca juga: Eropa Borong Vaksin
Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa mengucurkan miliaran dollar AS untuk mengamankan pasokan obat dan calon vaksin Covid-19. Pada awal masa pandemi, AS dan Jerman bersitegang gara-gara ada dugaan Washington mencegat kiriman masker pesanan Jerman. Kini, nyaris tidak ada lagi isu soal APD.
Selesai isu APD, kini negara-negara bersaing sekaligus berusaha bekerja sama untuk pengembangan vaksin. Dengan modal miliaran dollar AS, sejumlah negara mengamankan pasokan calon vaksin.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi gencar menolak monopoli akses vaksin oleh negara tertentu. Dalam berbagai forum internasional, Retno terus-menerus menekankan kesetaraan akses pada vaksin. Ia juga mendesak obat dan vaksin Covid-19 harus disediakan dengan harga terjangkau. Desakan itu, antara lain, disampaikannya kepada Menlu China Wang Yi dalam pertemuan virtual pada 30 Juli 2020.
Padahal, Indonesia-China sudah bekerja sama lewat Bio Farma-Sinovac. Kedutaan Besar RI di Beijing menjajakinya sejak Maret atau beberapa bulan setelah Sinovac menyelesaikan tahap pertama uji klinis calon vaksin Covid-19. Sejumlah pihak di China bolak-balik dihubungi KBRI Beijing.
Pada Juni 2020, Bio Farma dan Sinovac meresmikan kerja sama pengembangan vaksin. ”Sebelum pandemi, Bio Farma dan Sinovac sudah pernah berkomunikasi untuk hal-hal lain. Di tengah pandemi, kami membantu mempercepat lagi komunikasi di antara kedua perusahaan itu,” kata Direktur Asia Timur dan Pasifik pada Kemlu RI Santo Darmosumarto.
Baca juga: Vaksin Diterbangkan dari China
Dalam periode nyaris berdekatan, KBRI Seoul juga berkomunikasi dengan sejumlah pihak di Korea Selatan soal obat dan calon vaksin. ”Hal teknis, seperti dokumen kerja sama, diurus oleh setiap perusahaan. Kami membantu, antara lain, lewat nasihat untuk ini dan itu,” ujar Santo.
Belum diketahui vaksin mana yang benar-benar cocok. Harus cari pilihan sebanyak-banyaknya.
Ia mengatakan, China dan Korsel termasuk negara pertama yang mencatat kasus Covid-19. Karena itu, wajar jika pengembangan calon vaksin Covid-19 dari sana relatif lebih maju dibandingkan di negara lain.
Ia dan Tumpal tidak menampik, Indonesia tengah menjajaki kerja sama dengan sejumlah pengembang vaksin lain. Walakin, mereka menyatakan belum bisa mengungkap pihak-pihak lain yang dijajaki karena proses perundingan masih butuh waktu. ”Sampai sekarang, belum diketahui vaksin mana yang benar-benar cocok. Harus cari pilihan sebanyak-banyaknya,” kata Tumpal.
Penghubung
Dalam proses pencarian vaksin dan obat Covid-19, diplomat Indonesia, antara lain, menjadi petugas penghubung antara pihak di dalam dan luar negeri. Tim Kemlu, antara lain, memberitahukan kepada calon mitra asing Indonesia tentang dokumen apa saja yang perlu dipersiapkan atau siapa saja yang harus dikontak di Indonesia. ”Demi keamanan, perizinan pengembangan farmasi sangat kompleks di setiap negara,” kata Tumpal.
Sementara kepada pihak-pihak di Indonesia, tim Kemlu menginformasikan siapa saja yang bisa diajak bekerja sama. Diberikan pula informasi, antara lain, soal aspek hukum di negara tempat pendaftaran usaha calon mitra asing. Informasi itu penting karena perjanjian kerja sama lintas negara dan lintas perusahaan bukan hal sederhana. ”Kehadiran Kemlu dan lembaga lain memberikan jaminan kepada calon mitra asing. Jika pemerintah mau turun tangan, mereka (pihak luar negeri) akan berpikir bahwa calon mitra di Indonesia bukan pihak sembarangan,” ujar Santo.
Baca juga: Vaksin Covid-19 Semakin Dekat
Tim Kemlu memang berusaha meyakinkan pihak-pihak asing soal kerja sama pengembangan calon vaksin Covid-19 di dalam negeri. Hal itu, antara lain, dilakukan KBRI Oslo yang bolak-balik berkomunikasi dengan perwakilan CEPI hanya untuk urusan jadwal lawatan CEPI ke Indonesia. Di tengah pandemi, sembari mengerjakan aneka tugas rutin lain, pencarian vaksin termasuk dalam daftar prioritas tugas KBRI di sejumlah negara.
Kemlu juga memutuskan, barang-barang yang terkait pandemi dikemas lalu diberi segel ”barang diplomatik”. Segel itu memungkinkan proses lebih cepat di negara pengiriman. ”Bibit calon vaksin atau kebutuhan lain untuk penanganan pandemi adalah barang kebutuhan umum yang vital,” ujarnya.
Kala bibit calon vaksin Sinovac dikirim dari China, KBRI Beijing mengemasnya sebagai barang diplomatik. Kala tiba di Indonesia, kemasan itu ditunggu tim gabungan dari Kemlu dan sejumlah kementerian/lembaga lain. ”Bukan hanya calon vaksin, barang-barang lain untuk penanganan pandemi juga diberi label ”diplomatic goods” untuk mempermudah pengiriman ke Indonesia. Pertimbangannya untuk kemudahan di negara asal, bukan di Indonesia,” kata Santo.
Dalam praktik hubungan internasional, paket yang diberi cap ”barang diplomatik” tidak banyak diperiksa. Hal itu bagian dari saling menghormati antarnegara. Memeriksa paket dengan status seperti itu bisa memicu dugaan mencampuri urusan dalam negeri oleh suatu negara terhadap negara lain.
Semua itu bagian dari penerjemahan diplomasi perlindungan, salah satu dari empat pilar kebijakan luar negeri Indonesia 2019-2024. Diplomasi perlindungan bertujuan melindungi warga negara Indonesia. Pada masa lain, perlindungan fokus pada WNI di luar negeri. Di tengah pandemi, seperti pernah diungkap Retno, perlindungan tidak hanya diberikan kepada WNI di luar negeri dan pencarian vaksin adalah salah satu bentuknya.
Dihubungi terpisah, Sekretaris Perusahaan PT Bio Farma Bambang Heriyanto mengapresiasi kepercayaan pemerintah terhadap lembaganya untuk terlibat. Bambang bersyukur bahwa Indonesia diberi akses oleh China untuk menjadi salah satu negara lokasi uji klinis.
Dengan turut serta dalam uji klinis, Indonesia tahu bagaimana respons tubuh partisipan di Indonesia terhadap calon vaksin Covid-19 dari Sinovac. Selain itu, dalam klausul kerja sama, akan ada juga transfer teknologi.
Bio Farma dengan Sinovac sejatinya juga pernah menjalin kerja sama. Selain itu, teknik yang dipakai Sinovac dalam mengembangkan calon vaksin Covid-19, yakni dengan metode inaktivasi, sudah dipahami oleh Bio Farma. Bahkan, Bio Farma sudah memakai metode ini untuk mengembangkan vaksin pertusis atau batuk rejan.
(ADH)