Demokrat Coba Dorong Mekanisme Peralihan Kekuasaan dari Trump
Keraguan atas kondisi kesehatan Trump membuat kelanjutan debat putaran kedua capres AS menjadi tidak pasti. Keraguan itu juga memicu upaya penggunaan amendemen konstitusi yang mengatur peralihan kekuasaan dari presiden.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
WASHINGTON, JUMAT — Partai Demokrat kembali coba mencopot Presiden Amerika Serikat Donald Trump dari jabatannya. Kali ini, Demokrat memanfaatkan alasan kesehatan. Alasan kesehatan ini juga membuat kelanjutan debat sesi kedua calon presiden AS menjadi tidak pasti.
Ketua DPR AS Nancy Pelosi telah mengusulkan pembentukan komisi yang membahas pergantian presiden. Pembentukan komisi itu bagian dari pelaksanaan amendemen ke-25 Konstitusi AS. Amendemen ini mengatur peralihan kekuasaan dari presiden kepada wakil presiden bila presiden dinilai tidak mampu bertugas. Penilaian ketidakmampuan bisa disampaikan wapres bersama sejumlah menteri atau lembaga di Kongres.
Pelosi disebut akan mengumumkan pembentukan komisi itu pada Jumat (9/10/2020) ini. Rencana tersebut akan disampaikan bersama anggota lain di fraksi Demokrat DPR AS, Jamie Raskin. Selain menjadi anggota DPR, Raskin juga mengajar hukum tata negara.
Langkah yang digalang Demokrat itu sama saja dengan upaya mencopot Trump–untuk sementara waktu ataupun secara permanen. Bukan kali ini saja Demokrat coba melakukannya. Pada akhir 2019, Demokrat coba memakzulkan Trump lewat kasus skandal Ukraina. Namun, upaya itu kandas karena harus melewati proses di Senat yang 53 dari 100 kursinya dikendalikan Republikan.
Kini, Pelosi mencoba cara baru yang tidak membutuhkan Senat. Cara baru itu membutuhkan persetujuan Kongres. Sebanyak 279 dari 531 kursi Kongres diduduki Demokrat. Namun, kini Kongres sedang reses sehingga proses pemungutan suara untuk pembentukan komisi yang diusulkan Pelosi akan sulit dilakukan.
Isu kesehatan Trump
Pelosi, yang juga tokoh Demokrat itu, meragukan kondisi kesehatan Trump. Ia menyebut, Trump harus menjelaskan kondisi kesehatannya. Ia, antara lain, merujuk pada perubahan sikap Trump selepas dirawat karena terinfeksi Covid-19 pada akhir pekan lalu. ”Khalayak perlu tahu kesehatan presiden,” ujar Pelosi.
Trump, antara lain, mengumumkan membatalkan pembahasan paket stimulus untuk penanganan Covid-19. Setelah itu, ia mengumumkan akan melanjutkan pembahasan tersebut. Trump juga awalnya menyatakan akan tetap ikut debat sesi kedua capres AS pada 15 Oktober 2020. Belakangan, ia mengubah keputusannya dan menolak ikut debat setelah Komisi Debat Presiden (CPD) mengumumkan bahwa debat sesi kedua akan diselenggarakan secara virtual.
Capres AS dari Demokrat, Joe Biden, menyebut bahwa dirinya tidak mau hadir dalam debat dengan pertimbangan kondisi kesehatan Trump. Biden dan Trump sama-sama masuk kelompok berisiko tinggi karena berusia di atas 70 tahun.
Komisi Debat Presiden (CPD) akhirnya mengumumkan debat diselenggarakan secara virtual karena pertimbangan kesehatan. Trump menolak untuk hadir dalam debat virtual. Ketua Tim Pemenangan Trump, Bill Stepien, menyebut bahwa capres AS dari Republikan akan memilih berkampanye dibandingkan hadir di debat pada 15 Oktober 2020.
Tim dokter kepresidenan menyebut, Trump sudah bisa mengikuti kegiatan umum pada Sabtu. Trump disebut telah menyelesaikan semua proses pengobatan.
Meski demikian, beberapa hari terakhir banyak pihak meragukan penilaian tim dokter kepresidenan atas kondisi kesehatan Trump. Selama Trump dirawat, tim dokter menyebut Presiden AS itu hanya menunjukkan gejala ringan. Padahal, cara pengobatannya mengindikasikan Trump mengalami gejala berat.
Trump harus diberi obat anti-pembengkakan otot dan bantuan asupan oksigen. Dalam panduan Institut Kesehatan Nasional, prosedur itu hanya disarankan bagi penderita Covid-19 yang kondisinya memburuk. Pemberian obat anti-pembengkakan otot, yang bertujuan mencegah cedera paru, tidak dianjurkan pada pasien bergejala ringan atau sedang.
Semakin berat
Sejumlah anggota tim pemenangan Republikan menyebut peluang kemenangan Trump di pemilu terus mengecil. Negara bagian yang dimenangi Trump pada 2016, seperti Arizona, Iowa, Ohio, Wisconsin, dan Georgia, kini menjadi arena pertarungan sengit.
Serangkaian jajak pendapat menunjukkan Biden-Trump belum bisa dipastikan menang di Iowa, Ohio, dan Georgia. Sementara di Arizona dan Wisconsin, peluang Biden sedikit lebih baik dari Trump. ”Sangat menantang, lebih banyak kompetisi dalam (pemilu) 2020,” kata salah seorang anggota Badan Pemenangan Pemilu Republikan, Whit Ayer.
Ketua Republikan di Wisconsin, Jim Miller, mengaku tidak tahu dengan peluang Trump di negara bagian itu. Rekan-rekan Miller di negara bagian itu juga terus menyampaikan peringatan atas peluang Trump. Mereka mendorong Trump membuat terobosan.
Namun, tidak mudah bagi Trump untuk berkampanye dengan kondisi kesehatannya sekarang. Keraguan atas kondisi kesehatan Trump dan penerapan protokol kesehatan untuk mencegah infeksi Covid-19 menjadi penyebabnya.
Pengakuan McConnell
Bahkan, Ketua Mayoritas Senat Mitch McConnell membuat pengakuan mengejutkan soal protokol kesehatan di sekitar Trump. Tokoh Republik yang menjadi kunci kesuksesan Trump menghadang manuver Demokrat itu mengaku tidak ke Gedung Putih sejak 7 Agustus 2020. Sebab, ia tidak setuju dengan penerapan protokol kesehatan di sana.
”Kesan saya, cara mereka menangani pandemi ini berbeda dengan cara yang kami lakukan di Senat, yakni mengenakan masker dan menjaga jarak,” ujar McConnell dalam kampanye di Kentucky.
Dalam berbagai video dan foto, memang terlihat banyak orang tidak mengenakan masker dan tidak menjaga jarak. Hal itu, antara lain, terjadi pada 26 September lalu kala Trump mengumumkan pencalonan Amy Barrett sebagai calon hakim agung baru. Kala itu, terlihat puluhan orang duduk dalam jarak kurang dari 50 sentimeter antara satu dengan lainnya. Padahal, protokol kesehatan menganjurkan jarak minimum antarorang adalah 150 sentimeter. (AP/REUTERS)