Kasur dan Makan Gratis demi Perjuangan Demokrasi di Thailand
Warga Thailand bahu-membahu menyediakan tempat beristirahat dan tempat tidur serta kebutuhan makan bagi pengunjuk rasa yang datang dari berbagai penjuru daerah di Bangkok. Tak sedikit yang memberikannya secara gratis.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
Ribuan orang dari berbagai daerah di Thailand berunjuk rasa di jalanan kota Bangkok hampir setiap hari dan selama berbulan-bulan. Banyak yang datang dari luar Bangkok terpaksa menginap di rumah saudara atau teman.
Bagi yang tak punya saudara atau teman di kota itu, puluhan penginapan sederhana dan murah atau hostel di segala penjuru Bangkok selalu terbuka menampung para pengunjuk rasa. Bahkan, terkadang ada hostel yang mau membantu saja tanpa menarik uang sewa.
Gelombang unjuk rasa di Thailand yang dimulai sejak pertengahan Juli lalu itu mayoritas diikuti anak muda pelajar dan mahasiswa Thailand. Mereka mengorganisasi diri secara daring dan hampir setiap hari turun ke jalan menuntut Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha mengundurkan diri. Mereka juga mendesak reformasi monarki, hal yang selama ini dianggap tabu di negara itu.
Unjuk rasa berlangsung hampir seharian, dari pagi sampai malam, membuat banyak pengunjuk rasa sampai harus tidur di jalanan. Mereka didera rasa lelah setelah seharian kucing-kucingan dengan aparat polisi antihuru-hara dan disiram dengan meriam air.
”Saya kasihan dengan mereka yang tidak punya tempat menginap atau sekadar untuk membersihkan badan. Saya menawarkan kamar-kamar gratis secara daring pada mereka,” kata salah seorang mahasiswa kedokteran berusia 23 tahun yang tidak mau disebutkan namanya.
Akun media sosial Twitter, Mobmeeteenon (tempat menginap untuk pengunjuk rasa), selama ini membantu menjadi penghubung antara pengunjuk rasa dan siapa saja yang menyediakan kamar-kamar bagi pengunjuk rasa. Ini sangat membantu pengunjuk rasa setelah pemerintah memberlakukan status keadaan darurat di Bangkok. Karena ada status keadaan darurat ini, aparat keamanan diperbolehkan menangkap dan menahan orang-orang yang menginap atau berkemah di luar gedung-gedung pemerintah.
Ada juga seorang sukarelawan berusia 25 tahun yang membantu mencarikan tempat-tempat untuk menginap gratis. Ia mengaku sudah membantu setidaknya 500 orang. Selain mendapat tempat tidur, para pengunjuk rasa juga memperoleh pasokan tiga kali makan setiap hari plus transportasi ke lokasi unjuk rasa.
Mengisi hostel kosong
Sebagai salah satu daerah tujuan wisata nasional dan internasional, Bangkok memiliki banyak hotel dan hostel. Namun, sejak pandemi Covid-19 mengguncang Thailand banyak hotel dan hostel kosong. Tidak ada wisatawan asing yang datang. Pemerintah menutup semua perbatasan Thailand sehingga tidak ada penerbangan komersial sejak April lalu sebagai bagian dari upaya mencegah penularan Covid-19.
Salah satu pengunjuk rasa yang datang dari Provinsi Chonburi di timur Bangkok mengaku tidak menyangka akan ada yang menawarinya tempat untuk tidur. Ia semula berencana akan tidur di jalan saja setelah unjuk rasa selesai.
”Ada empat orang yang juga sama-sama tidur di kamar yang sama dengan saya. Kamarnya tidak terlalu besar, tetapi lumayan. Yang penting, ada tempat untuk tidur,” kata laki-laki berusia 27 tahun ini.
Pemerintah berusaha meredam ketegangan dan menghentikan unjuk rasa, Kamis, dengan mencabut status keadaan darurat. Status darurat itu, antara lain, melarang lima orang atau lebih berkumpul untuk urusan politik. Rakyat Thailand juga dilarang menyebarkan berita yang dikhawatirkan akan bisa memengaruhi keamanan Thailand.
Solidaritas di kalangan pengunjuk rasa juga sangat kuat, terutama untuk menghindari penangkapan polisi. Informasi lokasi unjuk rasa baru dibagi melalui platform Telegram, 1 jam sebelumnya. Mereka meniru taktik pengunjuk rasa di Hong Kong, yang dikenal dengan sebutan taktik ”jadilah air”—filsafat legenda bela diri Bruce Lee.
”Kini, kami seperti arus yang bergerak cepat, siap berubah arah di setiap menit,” ujar Panumas ”James” Singprom, pendiri Free Youth, salah satu kelompok utama pengunjuk rasa. ”Situasi memaksa kami beradaptasi secara cepat.” (AFP/REUTERS)