Trump Menghitung Hari-hari Terakhir Kekuasaannya di Gedung Putih
Presiden AS Donald Trump menyatakan bakal meninggalkan Gedung Putih jika Joe Biden dinyatakan sebagai pemenang pemilu oleh dewan elektoral, 14 Desember 2020. Ia merasa kekuasaannya di AS tinggal dalam hitungan hari.
Oleh
Kris Mada & Mh Samsul Hadi
·5 menit baca
WASHINGTON, JUMAT — Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali menunjukkan tanda siap menerima kekalahan dalam pemilu 2020. Ia siap meninggalkan Gedung Putih jika dewan elektoral memenangkan calon presiden dari Partai Demokrat, Joe Biden. Meski demikian, Trump berkeras ada kecurangan pemilu walau tidak kunjung mampu menunjukkan bukti tudingan itu.
Dalam pernyataan di Washington, Kamis (26/11/2020) siang waktu setempat atau Jumat dini hari WIB, Trump akan menunggu penetapan hasil suara perwakilan. Jika dewan elektoral—yang akan berkumpul pada 14 Desember 2020 untuk memberikan suara bagi capres terpilih di tiap-tiap negara bagian—memenangkan Biden, Trump menyatakan siap keluar dari Gedung Putih.
Pernyataan itu dilontarkan Trump saat, untuk pertama kali sejak pemilu 3 November 2020, bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan wartawan pada hari libur Thanksgiving. Ia berbicara kepada wartawan di Ruang Resepsi Diplomatik Gedung Putih setelah menggelar telekonferensi dengan para komandan militer AS di seluruh dunia.
Dalam kesempatan tanya-jawab dengan wartawan, Trump ditanya wartawan, apakah ia akan meninggalkan Gedung Putih jika dewan elektoral secara resmi menyatakan Biden sebagai pemenang pemilu presiden. ”Pasti saya akan (meninggalkan Gedung Putih). Sudah pasti. Dan, Anda tahu itu,” kata Trump.
Meski demikian, Trump mengaku sulit bagi dirinya untuk mengakui kekalahan. ”Kami tahu, ada kecurangan besar,” ujarnya yang—seperti biasa—tidak menunjukkan bukti-bukti konkret atas tuduhan praktik kecurangan dalam pemilu yang dilontarkannya. ”Ini pemilu yang sudah diatur hasilnya... dalam tingkat yang paling tinggi,” ucapnya.
Di AS, calon presiden menjadi presiden jika mampu memenangi suara elektoral (electoral vote), bukan karena memenangi mayoritas suara dukungan rakyat (popular vote). Biden memenangi pemilu setelah meraup dukungan 306 suara elektoral—lebih banyak dari yang dibutuhkan sebanyak 270 suara—atau lebih besar dari perolehan Trump 232 suara elektoral. Bukan itu saja, Biden juga unggul lebih dari 6 juta suara dukungan rakyat atas Trump.
Dewan elektoral akan berkumpul dan bersidang, 14 Desember 2020, untuk mendeklarasikan pemenang pemilu presiden. Semua negara bagian harus mengesahkan hasil penghitungan suara di masing-masing wilayahnya sebelum dewan elektoral bersidang. Semua gugatan hukum terkait dengan hasil penghitungan suara pemilu harus bisa diselesaikan paling lambat 8 Desember 2020.
Negara-negara bagian sudah memulai proses pengesahan tersebut, termasuk di Michigan, Georgia, dan Pennsylvania. Kubu Trump berupaya menunda pengesahan hasil penghitungan suara di sejumlah negara bagian. Namun, upaya tersebut tidak berhasil.
Meski menyatakan siap keluar dari Gedung Putih, Trump terus menuding bahwa pemilu 2020 penuh kecurangan. ”Pemilu ini penipuan. Pemilu ini dicurangi,” ujarnya.
Ia menuding para penyelenggara pemilu terlibat dalam kecurangan pemilu. Padahal, sebanyak 25 dari 47 sekretaris negara bagian merupakan politisi Republikan. Di AS, pemilu diselenggarakan negara bagian, dengan penanggungjawabnya adalah sekretaris negara bagian. Jabatan itu diisi lewat pemilu dan diperebutkan para politisi. Hanya Alaska, Hawaii, dan Utah tidak punya jabatan itu.
Seperti berbulan-bulan sebelumnya, Trump tidak menunjukkan bukti atas tudingan tersebut. Bahkan, aneka gugatan tim hukum Trump telah ditolak di berbagai pengadilan gara-gara gagal menunjukkan bukti ada kecurangan.
Kekuasaan segera berakhir
Hingga kini, meski belum secara eksplisit mengakui kekalahan di pemilu, Trump terlihat mulai menyadari bahwa hari-harinya sebagai presiden semakin mendekati akhir, seolah tinggal menghitung hari. ”Waktu tidak memihak kepada kami,” kata Trump, seperti dikutip harian The New York Times. Ungkapan tanda kelemahan seperti itu jarang dilontarkan Trump secara terbuka.
Ketika ditanya apakah ia akan menghadiri upacara pelantikan Biden sebagai presiden, yang dijadwalkan pada 20 Januari 2021, sebagai bagian dari tradisi dan kebiasaan bagi presiden yang digantikan, Trump terlihat malu-malu untuk mengungkapkannya. ”Saya belum ingin mengatakan hal itu,” ujar Trump. ”Saya tahu jawabannya, tetapi saya hanya tidak ingin menyampaikannya.”
Dengan pernyataan, Kamis, Trump sudah dua kali menunjukkan tanda siap menerima kekalahan. Senin lalu, ia akhirnya menyetujui Kantor Administrasi Umum (GSA) AS memberikan akses kepada tim peralihan kekuasaan yang dibentuk Biden. Tim itu lazimnya dibentuk presiden terpilih untuk mengurus aneka hal teknis terkait dengan pemindahan kekuasaan dari presiden yang akan diganti.
Kata sandi dan akses pada komputer, informasi khusus, hingga ruangan khusus diberikan kepada tim peralihan. Tim peralihan juga mendata perkembangan aneka hal yang sedang dikerjakan pemerintahan presiden yang akan diganti. Hal itu untuk memastikan pemerintahan bisa terus dijalankan meski ada pergantian presiden.
Pemilu Georgia
Trump juga secara terbuka menuding penyelenggara pemilu di Georgia dan Pennsylvania membantu Biden memenangi pemilu. Tudingan diarahkan ke negara bagian itu karena pemenang pemilu di sana sulit ditebak. Belakangan, Biden menang tipis di sana.
Sekretaris Negara Bagian Georgia Brad Raffensperger marah dengan tudingan Trump. Politisi Republikan itu mengaku ia dan keluarganya menyumbang dana kampanye Trump dan memilih capres Republikan itu di pemilu. Walakin, Raffensperger menegaskan bahwa pemilu digelar secara adil dan transparan dengan hasil akhir seperti diketahui banyak orang. Bahkan, Georgia mengulangi penghitungan suara dan pemilu tetap dimenangi Biden.
Selain menuding ada kecurangan di Georgia, Trump juga berjanji akan berkampanye di negara bagian itu. Kampanye itu untuk membantu dua calon senator Republikan dalam pemilu ulang pada Januari 2021. Pemilihan senator harus diulang karena tidak ada calon yang mendapat suara sekurangnya 50 persen.
Republikan mencalonkan David Perdue dan Kelly Loeffler yang berstatus petahana. Beberapa bulan lalu, Loeffler dan sejumlah senator diperiksa karena penjualan saham senilai jutaan dollar AS yang dimiliki keluarganya. Hasil pemeriksaan menunjukkan tidak ada pelanggaran oleh para senator itu.
Pemilihan senator di Georgia akan menentukan partai mana yang akan mengontrol Senat AS. Kini, Republikan mempunyai 50 senator dan Demokrat mempunyai 48 senator. Butuh sekurangnya 51 kursi untuk mengontrol Senat AS.
Sementara itu, dengan 222 kursi di DPR, Demokrat dipastikan kembali tampil sebagai pemilik kursi mayoritas. Demokrat juga dipastikan mengontrol Kongres karena menduduki 270 kursi dari 535 kursi di lembaga AS yang sejenis MPR di Indonesia itu.
Meski demikian, Demokrat masih akan kesulitan jika tidak bisa menguasai Senat. Sebab, pengesahan APBN, rancangan undang-undang, perjanjian dengan pihak asing, hingga pengangkatan anggota kabinet dan pejabat tinggi negara membutuhkan persetujuan Senat. RAPBN dan RUU harus disetujui DPR, lalu dibawa ke Senat, sebelum bisa disahkan di Kongres. (AP/REUTERS)