Berkat Kekayaan-Barter Data, Israel Gelar Vaksinasi Covid-19 Tercepat di Dunia
Dalam sebulan, Israel mampu memvaksin satu juta warganya. Vaksinasi di negara itu paling cepat di dunia berkat kekayaan data, barter data dengan produsen vaksin, dan kemampuan membeli vaksin dengan harga lebih mahal.
Oleh
Luki Aulia
·5 menit baca
Hanya dalam waktu satu bulan, Israel sudah mampu memvaksin sekitar 2 juta penduduk, dua pertiganya warga berusia lebih dari 60 tahun dan selebihnya tim medis, dengan dosis pertama vaksin Covid-19 buatan Pfizer-BioNTech. Proses vaksinasi Israel ini terbilang paling cepat di dunia, sementara banyak negara miskin masih sama-sama berjuang memperoleh vaksin.
Kecepatan Israel memvaksin ini, menurut Economist, 4 Januari 2021, antara lain karena jumlah penduduknya tak banyak, yakni sekitar 9 juta total dengan wilayah seluas 21.000 kilometer persegi (tidak termasuk wilayah pendudukan). Urusan logistik menjadi lebih mudah. Vaksin dikirim dengan kapal feri dari pusat penyimpanan vaksin di Tel Aviv ke pusat vaksin di berbagai daerah hanya dalam waktu beberapa jam.
Sistem kesehatan Israel yang unik juga menjadi faktor pendukung. Pemerintah memberi perlindungan umum melalui empat organisasi asuransi kesehatan yang diwajibkan menerima setiap warga negara. Pendanaan asuransi ditentukan oleh jumlah anggota sehingga ada persaingan untuk menarik calon penerima manfaat.
Untuk menekan biaya, mereka berinvestasi besar-besaran dalam digitalisasi, pengobatan, dan pencegahan untuk mencegah penerima manfaat asuransi agar jangan sampai sakit parah yang membutuhkan perawatan berbiaya mahal.
Bank data kesehatan Israel berisi kumpulan data dari keempat organisasi kesehatan itu. Data berisi informasi rinci semua pasien itu lalu disatukan dalam daftar vaksinasi yang dibuat cepat berdasarkan prioritas. Data pendukung lain juga didapat dari rumah sakit umum dan sumber-sumber lain. Semua bisa dipantau dan dikendalikan karena bank data kesehatan itu tersentralisasi.
Selain itu, dikabarkan Israel membeli vaksin Pfizer-BioNTech dengan harga yang lebih tinggi ketimbang harga pasar demi mendapatkan kiriman lebih awal untuk vaksin 4 juta dosis. Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu menjelaskan biaya tambahan untuk pembelian vaksin akan sebanding dengan manfaat ekonomi setelah kebijakan pembatasan terkait Covid-19 dicabut lebih cepat.
Barter data
Selain membayar lebih mahal, Israel juga berhasil mengamankan stok vaksin Covid-19 dalam jumlah besar karena berjanji pada Pfizer akan membagikan data dampak vaksin. Otoritas Israel mengaku memberikan data perkembangan setiap pekan kepada Pfizer untuk membantu proses vaksinasi negara-negara lain dan mencapai kekebalan kelompok yang diharapkan.
Banyak yang mengkhawatirkan sisi etika dan risiko pelanggaran kerahasiaan kesehatan dari kesepakatan Israel dan Pfizer ”barter data untuk vaksin” ini. Israel selama ini dikenal memiliki bank data kesehatan yang paling canggih di dunia.
Kementerian Kesehatan Israel merilis 20 halaman salinan dari sebagian laporan yang disebut ”Perjanjian Kolaborasi Bukti Epidemiologis Dunia Nyata” dengan Pfizer. Namun, tidak disebutkan spesifik mengenai informasi kesehatan apa saja yang dibarter dengan vaksin. Tujuan kesepakatan ini adalah untuk menentukan apakah kekebalan kelompok bisa tercapai setelah mencapai persentase tertentu dari cakupan vaksinasi di Israel.
Pfizer memahami, Israel harus memiliki stok yang cukup banyak untuk bisa segera mengumpulkan data epidemiologi berkualitas tentang vaksin produksinya. Netanyahu berharap kesepakatan dengan Pfizer itu akan bisa menjadikan Israel negara pertama di dunia yang berhasil mengalahkan pandemi Covid-19.
Kerahasiaan
Spesialis kerahasiaan data di lembaga kajian Institut Demokrasi Israel, Tehilla Shwartz Altshuler, menilai data kesehatan Israel yang didigitalkan merupakan aset yang sangat unik. Regulator sudah memberikan persetujuan darurat untuk vaksin Pfizer karena pandemi, tetapi perusahaan juga bersemangat mencari data yang lebih komprehensif tentang produknya.
”Israel bisa menawarkan ke Pfizer, dalam sebulan atau enam pekan, data beberapa juta orang,” ujarnya.
Meski demikian, pemerintah tetap harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari masyarakat Israel untuk menggunakan data kesehatan mereka. Altshuler juga mengkhawatirkan keamanan data kesehatan warga karena untuk mendapatkan hasil analisis utuh dibutuhkan data lebih rinci dan tidak cukup hanya usia dan jenis kelamin.
BioNTech dalam pernyataan tertulisnya menyebutkan, meski proyek ini dilakukan di Israel, hasil temuan yang akan diperoleh bisa diaplikasikan ke seluruh dunia. Tujuan dari barter data untuk vaksin ini semata-mata untuk memantau evolusi epidemi dari waktu ke waktu dan pada tingkat vaksinasi yang berbeda.
”Ini akan membantu kami memahami apakah potensi penurunan kasus dan kematian dapat dikaitkan hanya dengan perlindungan vaksin langsung atau dengan perlindungan langsung dan tidak langsung (kelompok),” sebut pernyataan tertulis itu.
Jika gambaran ini bisa diperoleh, diharapkan akan bisa ditentukan potensi tingkat vaksinasi yang dibutuhkan untuk menghentikan penyebaran Covid-19.
Sementara juru bicara Pfizer di Israel menegaskan, Pfizer tidak menawarkan apa pun sebagai imbal balik pemenuhan stok vaksin.
Dalam laporan mingguan Israel kepada Pfizer disebutkan, Israel memberikan data epidemiologi, seperti jumlah kasus terkonfirmasi Covid-19, jumlah pasien Covid-19 yang membutuhkan perawatan rumah sakit, jumlah pasien yang menggunakan ventilator, jumlah kematian, usia pasien, dan data demografis lainnya. Otoritas Israel mengatakan, data seperti itu terbuka untuk publik, tetapi nama pasiennya tetap dirahasiakan.
Tantangan berat
Meski sudah sedemikian cepat memvaksin penduduknya, Israel tetap masih menghadapi tantangan berat. Mereka sudah tiga kali memberlakukan kebijakan pembatasan, tetapi jumlah kasus masih tinggi, yakni 500.000 orang dan 4.005 orang tewas.
Sama seperti negara lain, Israel juga akan mengalami pelambatan pasokan stok vaksin Pfizer-BioNTech pada awal Februari mendatang karena tingginya permintaan vaksin dari seluruh dunia.
Padahal, pada saat itu, Israel berencana memvaksin penduduk usia di bawah 60 tahun. Untuk memastikan pasokan stok vaksin, Israel sudah menandatangani kontrak dengan produsen vaksin lainnya, seperti Moderna dan AstraZeneca.
Tingkat kasus Covid-19 juga masih tinggi karena masyarakat Israel mulai tidak mengindahkan pembatasan pemerintah. Pakar epidemiologi yang menjadi tim konsultan pemerintah, Ran Balicer, mengatakan bahwa jika pembatasan tidak berhasil, kasus baru akan terus bertambah. ”Rumah sakit juga akan tetap kewalahan,” ujarnya.
Berbagai pihak juga mempertanyakan nasib warga Palestina. Mereka yang berstatus warga Israel atau tinggal di Jerusalem Timur memiliki akses ke vaksin, seperti halnya warga negara Israel. Akan tetapi, mereka yang tinggal di wilayah-wilayah pendudukan belum memperoleh vaksinasi.
Menurut kesepakatan Oslo, perawatan kesehatan warga Palestina di wilayah pendudukan Tepi Barat dan Gaza menjadi tanggung jawab wilayah otonomi Otoritas Palestina yang berencana akan memulai program vaksinasinya sendiri. (REUTERS/AFP)