Junta Myanmar Susun UU Baru untuk Kekang Kebebasan Sipil
Junta militer Myanmar tengah menyusun undang-undang yang akan semakin mengekang kebebasan warga. Substansi rancangan UU itu sendiri melangkahi konstitusi Myanmar 2008 yang mereka susun sendiri.
Oleh
Mahdi Muhammad
·5 menit baca
YANGON, MINGGU — Puluhan ribu warga Myanmar, Minggu (14/2/2021), turun ke jalan di hampir semua kota besar di negara tersebut untuk menyuarakan protes antikudeta yang dilakukan oleh junta militer pimpinan Jenderal Min Aung Hlaing. Mereka tidak mengindahkan perintah aparat keamanan yang melarang adanya pertemuan besar sebagai cara menjinakkan pembangkangan sipil terhadap militer.
Pemerintahan junta militer Myanmar kini bertindak semakin represif dengan melakukan penangkapan warga dan aktivis yang dinilai membangkang. Ancaman hukuman dan larangan jam malam untuk menekan protes telah menyebar hingga ke pelosok desa. Kini, junta tengah menyusun undang-undang baru yang membatasi hak privasi warga, membatasi kebebasan berpendapat dan berekspresi melalui berbagai saluran, termasuk media daring dan platform media sosial.
Dikutip dari laman The New York Times, salah satu perusahaan telekomunikasi, Telenor, mengatakan bahwa mereka mengetahui adanya proposal tersebut dan tengah meninjaunya.
Mratt Kyaw Thu, jurnalis lepas pemenang penghargaan AFP Kate Webb tahun 2018, dikutip dari akun Twitter-nya menjelaskan, undang-undang yang tengah digodok oleh junta militer memberikan kewenangan kepada mereka untuk menahan siapa pun tanpa surat penangkapan, bisa melakukan penggeledahan rumah atau kediaman warga tanpa kehadiran otoritas administratif, bisa melakukan penyadapan dan penguntitan warga—yang dinilai tahu tentang keberadaan para aktivis pembangkangan sipil—tanpa surat perintah, meminta informasi pada perusahaan operator telekomunikasi, hingga memiliki kekuasaan untuk menahan warga lebih dari 24 jam tanpa perlu surat izin pengadilan.
Rancangan undang-undang yang tengah digodok junta militer Myanmar bertentangan dengan Konstitusi Myanmar 2008 yang mereka susun sendiri. Pasal 21 Huruf a Konstitusi Myanmar 2008 menyebutkan, setiap warga negara menikmati hak kesetaraan, hak kemerdekaan atau kebebasan, dan hak untuk mendapatkan keadilan, seperti yang tercantum dalam konstitusi ini.
Pasal 21 Huruf b Konstitusi Myanmar menyatakan, tidak ada satu pun warga negara yang boleh ditahan pihak berwenang lebih dari 24 jam tanpa surat perintah pengadilan.
Pasal 354 Konstitusi Myanmar 2008 juga memberikan kebebasan bagi setiap warga negara untuk melaksanakan hak-haknya dengan bebas, seperti hak untuk mengekspresikan dan memublikasikan secara bebas keyakinan serta pendapat mereka dan hak untuk berkumpul dengan damai, tanpa senjata.
Junta militer Myanmar menolak berkomentar tentang hal ini. Junta bersikeras mengambil alih kekuasaan secara sah dan telah menginstruksikan jurnalis di negara itu untuk tidak menyebut dirinya sebagai pemerintah yang mengambil alih kekuasaan melalui kudeta.
Junta juga menginstruksikan semua jurnalis dan kantor berita untuk tidak menuliskan berita yang akan menimbulkan keresahan publik.
”Kami menginformasikan wartawan dan organisasi media berita untuk tidak menulis untuk menimbulkan keresahan publik,” kata Kementerian Informasi Myanmar dalam pemberitahuan kepada perkumpulan koresponden media asing di negara itu, Sabtu (13/2/2021). Dalam pemberitahuan tersebut, Kementerian Informasi Myanmar juga menginstruksikan jurnalis dan pekerja media untuk mengikuti etika pemberitaan media saat melaporkan berbagai peristiwa di negara tersebut.
Ancaman junta
Junta militer Myanmar, Minggu (14/2/2021), memperingatkan warga untuk tidak menyembunyikan aktivis politik yang menjadi buronan militer. Kini, militer dan polisi tengah memburu tujuh aktivis prodemokrasi yang memberikan dukungan pada gerakan pembangkangan sipil di seluruh Myanmar.
”Jika Anda menemukan buron yang disebutkan di atas atau jika Anda memiliki informasi tentang mereka, laporkan ke kantor polisi terdekat. Mereka yang menerima mereka akan (menghadapi) tindakan sesuai dengan hukum,” demikian bunyi pengumuman junta pada media yang terafiliasi dengan pemerintah.
Di antara daftar buron itu adalah Min Ko Naing yang menghabiskan lebih dari satu dekade di penjara karena membantu memimpin protes terhadap kediktatoran sebelumnya pada 1988 ketika masih menjadi mahasiswa. ”Mereka menangkap orang-orang pada malam hari dan kami harus berhati-hati. Mereka bisa menindak dengan paksa dan kami harus bersiap,” katanya dalam sebuah video yang dipublikasikan Sabtu via Facebook, mengabaikan larangan junta di platform tersebut, beberapa jam sebelum surat perintah penangkapannya dikeluarkan.
Tindakan junta militer dan polisi yang melakukan penangkapan sewenang-wenang, tanpa alas hukum yang jelas, membuat para peserta unjuk rasa di Yangon, Minggu(14/2/2021), mengarahkan sasaran demo pada pelanggaran konstitusi ini. Selama beberapa hari terakhir, pada malam hari, warga di kota Yangon dan beberapa kota besar lainnya melakukan patroli bersama untuk mencegah terjadinya penangkapan para aktivis prodemokrasi atau warga tanpa alas hukum.
Setiap lingkungan yang berbeda, kelompok warga yang sebagian besar terdiri dari pemuda dan tidak jarang beberapa warga perempuan bergabung dengan mereka, menggedor panci dan wajan sebagai tanda peringatan saat mereka mengejar sosok individu yang keberadaannya dinilai mencurigakan.
Kekhawatiran tentang aktivitas kriminal telah membubung tinggi sejak Jumat ketika junta mengumumkan pembebasan 23.000 tahanan, mengatakan langkah itu konsisten dengan ”membangun negara demokrasi baru dengan perdamaian, pembangunan, dan disiplin” serta akan ”menyenangkan publik”.
Tin Myint, warga kota Sanchaung di Yangon, termasuk di antara kerumunan yang menahan empat orang yang diduga melakukan serangan di lingkungan itu.
”Kami pikir militer bermaksud untuk menyebabkan kekerasan dengan para penjahat ini dengan menyusup ke dalam protes damai,” katanya.
Dia mengutip demonstrasi prodemokrasi pada 1988 ketika militer secara luas dituduh melepaskan penjahat ke dalam lingkungan tempat tinggal warga untuk melakukan serangan, yang kemudian diklaim oleh junta militer sebagai kerusuhan, sebagai pembenaran untuk memperluas kekuasaan mereka sendiri.
Sabtu malam, tentara telah bergerak mewajibkan orang untuk melaporkan pengunjung yang bermalam ke rumah mereka, mengizinkan pasukan keamanan untuk menahan tersangka dan menggeledah properti pribadi tanpa persetujuan pengadilan, serta memerintahkan penangkapan terhadap sejumlah orang yang mendukung gerakan pembangkangan massal. (AFP/Reuters)