130 Negara Belum Menerima Satu Dosis Pun Vaksin Covid-19
Di tengah kampanye vaksinasi Covid-19 di sejumlah negara, ketimpangan akses akan vaksin masih menjadi persoalan besar dunia saat ini. Ketimpangan akses vaksin hanya akan membuat pandemi berlarut-larut.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
NEW YORK, KAMIS — Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres mengkritik keras distribusi vaksin Covid-19 yang ”sangat tidak adil dan merata” dengan mengatakan 10 negara telah memberikan 75 persen vaksin kepada penduduknya.
Dalam sidang Dewan Keamanan PBB, Guterres mengatakan, penduduk di 130 negara belum menerima satu dosis pun vaksin Covid-19. Baginya dalam momen kritis ini, kesetaraan vaksin adalah ujian moral terbesar bagi komunitas global.
Guterres menyerukan Rencana Vaksinasi Global untuk mengajak berbagai pihak, termasuk ilmuwan, produsen vaksin, dan penyandang dana, untuk memastikan distribusi vaksin yang setara. Selain itu, ia juga menyerukan kepada para pemimpin negara G-20 agar membentuk gugus tugas untuk membuat perencanaan dan mengoordinasi implementasi juga pendanaannya. Gugus tugas ini harus memiliki kapasitas ”memobilisasi perusahaan farmasi dan industri utama juga aktor bidang logistik”.
“Jika virus SARS-CoV-2 dibiarkan menyebar seperti api di bagian Selatan dunia ini, ia akan bermutasi terus. Varian baru bisa jadi lebih mudah menular, lebih mematikan, mengancam efektivitas vaksin dan diagnosis yang ada sekarang,” tutur Guterres. “Ini justru bisa membuat pandemik berlarut-larut, memungkinkan virus kembali mewabah di Utara.”
Guterres mengatakan bahwa pertemuan negara-negara G-7, yaitu Amerika Serikat, Jerman, Jepang, Inggris, Perancis, Kanada, dan Italia bisa menciptakan momentum untuk memobilisasi sumber daya keuangan yang diperlukan.
Dalam kesempatan yang sama Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab mendesak DK PBB untuk mengadipsi resolusi untuk menyerukan gencatan senjata di daerah konflik agar memungkinkan distribusi vaksin Covid-19 dilakukan.
Gencatan senjata telah dimanfaatkan untuk memvaksin komunitas rentan di masa lalu, ujar Raab. “Tidak ada alasan kita tidak bisa bertindak. Kita telah menyaksikannya di masa lalu, mengirim vaksin untuk anak-anak di Afghanistan, misalnya," kata Raab.
Inggris mengatakan, lebih dari 160 juta penduduk yang berisiko tidak mendapat vaksin Covid-19 karena mereka tinggal di negara yang dilanda konflik dan instabilitas, termasuk Yaman, Suriah, Sudan Selatan, Somalia, dan Etiopia.
Covid-19 telah menginfeksi lebih dari 109 juta penduduk dunia dan menelan korban jiwa setidaknya 2,4 juta jiwa. Saat industri farmasi meningkatkan produksi vaksin Covid-19, banyak negara mengeluhkan tidak memiliki akses terhadap vaksin dan bahkan negara-negara kaya pun kekurangan.
Program COVAX dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang berambisi untuk membeli dan mendistribusikan vaksin Covid-19 bagi negara-negara miskin, telah gagal memenuhi targetnya sendiri, yaitu memulai vaksinasi Covid-19 di negara miskin pada waktu yang bersamaan dengan vaksinasi di negara kaya. WHO menyebut, COVAX membutuhkan dana 5 miliar dollar AS di tahun 2021.
Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengkritik kesenjangan kekebalan dan menyerukan agar dunia bersama-sama menolak ‘nasionalisme vaksin’, mendukung distribusi vaksin yang adil dan merata dan secara khusus membuatnya mudah diakses dan terjangkau bagi negara berkembang, termasuk yang berada dalam situasi konflik.
Menanggapi kebutuhan COVAX, China akan berkontribusi dengan menyediakan 10 juta dosis vaksin pada COVAX. China telah mendonasikan vaksin kepada 53 negara berkembang, termasuk Somalia, Irak, Sudan Selatan, dan Palestina. China juga telah mengekspor vaksin ke 22 negara. Beijing juga meluncurkan kerja sama riset dan pengembangan vaksin Covid-19 dengan lebih dari 10 negara.
Dalam kehadiran pertamanya di DK PBB, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken berjanji bahwa pemerintahan Joe Biden akan menunjukkan kepemimpinan dalam kesehatan global. AS akan memenuhi kewajibannya membayar 200 juta dollar AS kepada WHO di akhir bulan ini dan memberikan kontribusi “signifikan” pada COVAX.
“AS akan bekerja sebagai mitra untuk mengatasi tantangan global,” kata Blinken. Namun, ia juga menuntut WHO untuk meningkatkan kinerjanya. “Ini menggambarkan pembaruan komitmen kami untuk memastikan WHO mempunyai dukungan yang diperlukan untuk memimpin respons global terhadap pandemi.”
DI Geneva, WHO menyambut baik pernyataan Blinken dengan mengatakan bahwa dana itu akan mengembalikan upaya meningkatkan kesehatan miliaran penduduk tahun 2023 kembali ke rencana awal. (REUTERS/AFP/AP)