Pencegahan, Kedisiplinan, dan Vaksin Jadi Andalan Vietnam
Vietnam berhasil mengendalikan gelombang pertama hingga ketiga Covid-19 dengan strategi pelacakan kontak dan karantina mikro.
Oleh
Luki Aulia
·5 menit baca
Sebelum gelombang keempat pandemi Covid-19 dengan varian Delta datang menerjang, Vietnam termasuk negara yang relatif berhasil menahan laju penyebaran Covid-19. Sejak kemunculan kasus pertama Covid-19 di Wuhan, China, akhir tahun 2019, Vietnam bergegas membentengi diri dari kasus-kasus Covid-19 impor dengan tindakan pencegahan, seperti karantina 14-21 hari bagi siapa saja yang datang dari luar negeri. Vietnam menyadari besarnya risiko karena posisinya yang berbatasan darat dengan China.
Duta Besar RI untuk Vietnam Denny Abdi menceritakan, sepanjang tahun 2020, Vietnam berhasil menekan Covid-19 berkat kekuatan strategi pencegahan dan sistem peringatan dininya. Tak hanya itu. Kedisiplinan warga mematuhi aturan dan kebijakan pemerintah juga menjadi kunci.
”Pemerintah Vietnam tidak memakai sistem yang canggih-canggih seperti negara lain, tetapi kebijakannya efektif karena warganya disiplin. Mereka lapor kalau positif Covid-19 lalu mematuhi kebijakan pemerintah. Itu saja,” kata Denny dalam diskusi dengan Kompas.
Selama gelombang pertama sampai ketiga, Vietnam tidak memberlakukan kebijakan karantina wilayah atau pembatasan total dan masif seperti di Indonesia atau Malaysia. Menurut Denny, alasannya karena langkah-langkah pencegahan Vietnam sejak awal sudah tepat. Pemerintah Vietnam mempunyai kemampuan pelacakan kontak yang kuat sehingga tak perlu sampai harus diberlakukan karantina wilayah dan pembatasan masif.
Apabila ditemukan kasus Covid-19 di suatu apartemen atau pabrik, misalnya, maka yang akan dikarantina atau ditutup hanya apartemen dan pabrik itu saja. Ketika sudah dikarantina, otoritas kesehatan akan melakukan tes Covid-19 dengan PCR kepada warga apartemen atau tenaga kerja di pabrik. Jika terbukti positif Covid-19, orang itu dibawa ke rumah sakit dan warga lain tak boleh keluar rumah atau keluar pabrik sampai 14 hari. Semua kebutuhan hidup sehari-hari dipenuhi sehingga orang tak perlu keluar rumah.
Karena dilokalisir, apartemen atau pabrik yang ada di sekitarnya tidak terganggu. Selain pelacakan kontak yang kuat, kata Denny, kesadaran warga untuk melaporkan diri sangat tinggi. Vietnam tidak mengandalkan program PCR besar-besaran karena kesadaran warganya sudah tinggi. ”Kalau perlu lockdown, yang di-lockdown itu hanya lokasi yang ada kasus positif Covid-19 saja. Tidak masif sehingga tidak sampai harus membuat orang tidak bekerja dan melumpuhkan perekonomian,” ujarnya.
Vaksinasi
Akan tetapi, setelah gelombang keempat Covid-19 menerjang dengan varian Delta, Pemerintah Vietnam juga gencar menggenjot program vaksinasi sejak Maret 2021. Keputusan ini relatif terlambat jika dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Vietnam menyadari tindakan pencegahan saja tidak akan cukup, tetapi juga dibutuhkan vaksin untuk meredam Covid-19.
”Vietnam kini menggenjot impor vaksin dengan membeli sendiri atau mengupayakan bantuan vaksin dari berbagai negara dan melalui mekanisme Covax,” kata Denny.
Pejabat Fungsi Ekonomi di KBRI Hanoi, Vietnam, Melati Irawati Masoed, menambahkan, selain membeli vaksin, Vietnam juga menjalin kerja sama transfer teknologi untuk memproduksi vaksin.
Vietnam mulai mengembangkan industri vaksin nasional sejak pertengahan tahun lalu. Setidaknya ada enam vaksin nasional yang tengah dikembangkan dan ada di tahap uji klinis. Salah satu kandidat vaksin yang terkuat, Nanocovac, diperkirakan sudah siap produksi massal pada akhir tahun 2021 dan akan dijual sekitar Rp 72.000 per dosis. Pengembangan vaksin nasional yang lain dikerjasamakan antara lain dengan Inggris, Rusia, dan Kuba.
Karena baru mulai program vaksin pada 3 Maret lalu, kata Melati, baru sekitar 0,3 persen penduduk Vietnam yang sudah mendapat vaksin lengkap dengan vaksin AstraZeneca. Vietnam mendapat bantuan vaksin 97.000 dosis dari Jerman, 2 juta dosis dari Amerika Serikat, 2 juta dosis dari Jepang, dan sedang diupayakan 31 juta dosis vaksin Moderna. Total vaksin yang sudah didapat sampai saat ini 187 juta dosis. ”Vietnam menargetkan pada tahun 2022 sudah 70 persen penduduk divaksin,” ujarnya.
Sama seperti negara-negara lain, Vietnam juga memprioritaskan pemberian vaksin kepada tenaga kesehatan, militer, penyedia jasa esensial, pekerja pariwisata, diplomat, warga berusia 65 tahun ke atas, dan buruh atau tenaga kerja di kawasan industri. Tenaga kerja di kawasan industri juga masuk dalam prioritas program vaksinasi karena banyaknya kasus Covid-19 di Ho Chi Minh, kota perdagangan di Vietnam, pada gelombang keempat.
Kasus Covid-19 gelombang keempat di Vietnam, Senin lalu, mencapai 7.882 orang dan mayoritas berada di Ho Chi Minh. Sementara kasus total di Vietnam mencapai 98.000 orang dan 370 orang di antaranya tewas. Sekitar 9 juta penduduk Ho Chi Minh harus menjalani kebijakan karantina wilayah. Semua harus tinggal di rumah saja selama dua pekan dan hanya boleh keluar rumah untuk membeli makanan atau obat-obatan. Restoran, salon, dan tempat-tempat olahraga juga harus tutup.
”Gelombang keempat ini berbeda dari sebelumnya. Kita harus bersiap menghadapi yang terburuk dan menyiapkan skenario untuk itu,” kata Menteri Kesehatan Vietnam Nguyen Thanh Long.
Transfer teknologi
Vietnam telah memproduksi kloter pertama 30.000 vaksin Sputnik V dari hasil kerja sama transfer teknologi dengan Rusia. Sampel produksi vaksin itu akan dikirimkan terlebih dahulu ke Pusat Gamaleya di Rusia untuk pemeriksaan kualitas. Long mengatakan, perusahaan farmasi Vietnam, Vabiotech, akan mulai proses pengemasan vaksin Rusia itu pada Juli dan kapasitas bulanannya mencapai 5 juta dosis.
Selain dengan Rusia, dua perusahaan Vietnam, yakni AIC dan Vabiotech, juga telah mencapai kesepakatan transfer teknologi dengan produsen obat Jepang, Shionogi, untuk memproduksi vaksin. Harapannya, vaksin akan bisa dilepas ke pasar pada Juni 2022. Selain dengan Rusia dan Jepang, juru bicara Kementerian Luar Negeri Vietnam, Le Thi Thu Hang, mengatakan, Vietnam juga sudah mendiskusikan kerja sama transfer teknologi dengan perusahaan AS untuk memproduksi vaksin berbasis messenger RNA (mRNA). (REUTERS/AFP)