Selama Pandemi Covid-19, 1.000 Lebih Mahasiswa UIN Jakarta Perlu Bantuan Pangan
Lebih dari 1.000 mahasiswa perantau UIN Jakarta meminta bantuan pangan kepada pihak kampus. Sejak pandemi Covid-19, kiriman dari orangtua di kampung mulai tersendat atau terhenti sama sekali.
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Dampak pandemi Covid-19 mulai dirasakan mahasiswa tidak mampu di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Sejak akhir Maret hingga awal April ini, tercatat 1.066 mahasiswa mendaftarkan diri kepada pihak kampus untuk mendapatkan bantuan pangan.
”Saya kaget ternyata jumlah mahasiswa UIN yang butuh bantuan banyak sekali,” ujar Ketua STF UIN Jakarta Amelia Fauzia, Senin (6/4/2020).
Berdasarkan data itu, STF membagikan paket makanan, buah-buahan, dan vitamin gratis untuk mahasiswa yang terdaftar selama periode 30 Maret-3 April 2020. Paket makanan diberikan dua kali sehari. STF bekerja sama dengan dua warung makan dekat Kampus 1 dan Kampus 2 UIN Jakarta untuk menyediakan makanan siap saji. Karena kerterbatasan dana, program ini berakhir pada 3 April.
”Setelah bantuan dihentikan, banyak mahasiswa telepon saya minta dengan sangat agar bantuan makanan dilanjutkan. Kami kasihan betul pada anak-anak itu. Akhirnya kami putuskan program bantuan dilanjutkan,” ujar Amelia, Senin (6/4/2020).
Pihak STF mendata lagi mahasiswa yang membutuhkan bantuan untuk gelombang berikutnya. Ternyata mahasiswa yang mendaftar bertambah 451 orang, jadi total yang membutuhkan bantuan menjadi 1.066 orang. Jika pendaftaran tidak ditutup, Amelia yakin pendaftar akan terus bertambah.
STF membuka lagi program bantuan makanan mulai Senin (6/4/2020) hingga Jumat (10/4/2020). Sehari STF menyediakan 350 paket makanan siap saji untuk satu kali makan. ”Kami hanya bisa kasih makan satu kali sehari untuk tahap kedua ini karena dana terbatas. Sehari perlu dana sekitar Rp 5 juta,” tambah Amelia.
Dia mengatakan, dana STF berasal dari donasi termasuk yang disumbangkan oleh para dosen UIN Jakarta. Mereka tidak hanya menyumbang uang, tetapi juga menjadi sukarelawan di lapangan dibantu mahasiswa.
Selain bantuan makanan, mahasiswa perantau yang tidak mampu memerlukan bantuan paket data internet untuk keperluan kuliah virtual, vitamin, sembako, dan dana berobat. ”Ada mahasiswa yang perlu segera (dibantu) karena sakit atau kondisi lainnya yang krusial,” tambah Rektor UIN Jakarta Amany Lubis, Senin.
Kiriman habis
Mahasiswa yang mendaftarkan diri untuk mendapat bantuan, menurut Amelia, 90 persen tinggal di indekos dan asrama. Hanya 10 persen yang tinggal di rumah orangtua. Jadi, sebagian besar pendaftar adalah mahasiswa perantau yang memutuskan tidak pulang kampung, tetapi bekal uang mereka telah menipis atau habis.
Salah seorang di antara mereka adalah Jamaludin, mahasiswa perantau asal Sumenep, Madura. ”Situasi yang dihadapi mahasiswa perantau seperti kami berat banget. Kiriman (uang) dari orangtua di kampung sudah berkurang, bahkan saya sudah lama tidak dikirimin duit,” ujar Jamaludin, yang ayahnya bekerja sebagai penjaga toko dengan upah Rp 30.000 per hari di Sumenep, Madura, sementara ibunya ibu rumah tangga.
Mahasiswa semester VIII Jurusan Filsafat Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta itu mengaku mendaftarkan diri sebagai mahasiswa penerima bantuan pangan melalui Fakultas Ushuluddin.
Sekarang acara seminar sama sekali nggak ada. Tulisan juga nggak dimuat. Kalau begini kami bisa mati bukan karena korona, tapi karena kelaparan.
Sebelum wabah Covid-19 melanda, Jamaludin mengatakan, mahasiswa tidak mampu seperti dirinya masih bisa mendapatkan uang dari honor menulis di media lokal, menjadi panitia seminar, jadi guru les, atau numpang makan gratis di acara-acara kampus.
”Sekarang acara seminar sama sekali nggak ada. Tulisan juga nggak dimuat. Kalau begini kami bisa mati bukan karena korona, tapi karena kelaparan,” katanya.
Ia sangat bersyukur mendapatkan bantuan makanan siap santap dari pihak kampus UIN Jakarta pada periode 30 Maret-3 April lalu. Setelah bantuan terhenti, ia kembali pusing memenuhi kebutuhan pangannya. Jumat (2/4/2020) sore ketika ditemui Kompas, Jamaludin mengatakan, cadangan berasnya di indekos tinggal 1 kilogram untuk lima orang.
”Ini hanya cukup untuk dua kali makan untuk lima orang. Supaya cukup, kami hanya makan satu kali sehari,” ujar Jamaludin.
Beruntung sore itu Jamaludin mendapat sumbangan beras 20 liter dari warga di sekitar tempat indekosnya sehingga ia dan teman-teman satu indekosnya bisa bertahan. ”Sumbangan beras ini datang tepat pada waktunya,” ujar Jamaludin.
Buat dia dan teman-teman indekosnya yang juga perantau dari Madura, yang paling penting adalah punya beras. ”Kalau lauk kami bisa petik cabai atau sayuran yang kami tanam di kos-kosan. Kalau ada sisa sedikit uang bisa beli tempe,” tambahnya.
Bantuan pangan juga dinantikan Neneng Septiani, mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta. Ia sebenarnya tinggal di rumah orangtuanya. Namun, ekonomi keluarganya terdampak pandemi Covid-19.
Walaupun orangtua tidak mengatakan langsung, saya merasakan karena uang jajan berkurang jadi setengahnya. Saya tidak enak meminta (tambahan).
”Walaupun orangtua tidak mengatakan langsung, saya merasakan karena uang jajan berkurang jadi setengahnya. Saya tidak enak meminta (tambahan). Pemasukan saya sebagai guru privat juga tidak ada lagi sejak pandemi ini,” ujar Neneng, seperti dikutip dari publikasi STF UIN Jakarta. Untuk mengurangi beban pengeluaran, ia pun mendaftar sebagai mahasisa penerima bantuan pangan.
Muhamad Iqbal, mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, juga memanfaatan bantuan pangan dari STF. ”Terima kasih kepada STF UIN Syarif Hidayatullah yang telah memberikan bantuan kepada mahasiswa perantau yang tidak bisa pulang karena pandemi Covid-19. Terima kasih juga kepada donatur yang telah membantu kami,” ujar Iqbal, seperti dikutip dari publikasi STF.
Masih banyak
Selain STF UIN Jakarta, Forum Mahasiswa Madura (Formad) wilayah Ciputat juga mendata mahasiswa di kampus UIN, Universitas Pamulang, Universitas Muhammadiyah Jakarta, dan Universitas Ahmad Dahlan yang membutuhkan bantuan pangan. Mereka menemukan 142 mahasiswa yang berasal dari Madura, Ende, Ambon, Halmahera, Manokwari, Bondowoso, Lamongan, dan lain-lain.
”Itu data yang bisa kami himpun saat ini, mungkin jumlahnya lebih banyak lagi,” kata Melki, alumnus UIN Jakarta dan Formad, Senin.
Saya belum tahu bagaimana kondisi mahasiswa yang selama ini numpang tinggal di masjid-masjid.
Formad berupaya menghimpun bantuan sembako untuk mahasiswa perantau yang sedang kesulitan keuangan. ”Mereka butuh bantuan karena sebagian besar tidak lagi dapat uang kiriman dari orangtua di kampung. Kalaupun ada kiriman, jumlahnya jauh dari biasanya,” kata Melki, alumnus UIN Jakarta dan Formad.
Sebagian mahasiswa yang perlu bantuan umumnya tinggal di indekos atau di markas-markas komunitas mahasiswa berbasis. ”Saya belum tahu bagaimana kondisi mahasiswa yang selama ini numpang tinggal di masjid-masjid,” tambah Melki.
Baca juga: Sejumlah Mahasiswa di Banyak Kampus Juga Perlu Bantuan Pangan
Fenomena mahasiswa perantau yang mulai kesulitan memenuhi kebutuhan pangannya juga dialami sejumlah mahasiswa Universitas Indonesia, Institut Pertanian Bogor, ataupun Universitas Negeri Yogyakarta yang tinggal di asrama dan indekos. Pihak kampus berusaha membantu sebisanya dengan menyediakan makanan gratis.