Pemerintah menerbitkan pedoman khusus terkait kesiapsiagaan menghadapi pandemi virus korona baru seiring dengan meluasnya penyebaran virus itu kesejumlah negara. Hal itu menjadi acuan bagi petugas medis di lapangan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA/Sekar Gandhawangi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Penyebaran virus korona jenis baru yang ditemukan pertama kali di Wuhan, China semakin meluas di berbagai negara. Meski belum ada kasus yang ditemukan di Indonesia, kesiapsiagaan dalam menghadapi ancaman pandemi virus ini harus dibangun oleh semua pihak.
Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan Budi Sylvana menuturkan, pedoman khusus terkait kesiapsiagaan dalam menghadapi infeksi virus korona jenis baru telah diterbitkan. Pedoman yang diadopsi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ini akan menjadi acuan bagi petugas kesehatan dalam merespons jika ada penularan yang ditemukan.
“Dalam pedoman ini dijelaskan mengenai surveilans dan respons, manajemen klinis, pencegahan dan pengendalian infeksi, pengelolaan spesimen dan konfirmasi laboratorium, serta komunikasi risiko dan pemberdayaan masyarakat,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Selasa (28/1/2020).
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy memastikan sampai saat ini belum ada kasus yang terkonfirmasi di Indonesia. Kewaspadaan akan terus ditingkatkan agar Indonesia tetap aman dari penyebaran virus korona jenis baru.
“Yang penting adalah kita harus meningkatkan kewaspadaan setinggi-tingginya, melakukan antisipasi dan pencegahan sehingga Indonesia betul-betul bisa terhindar dari wabah yang bisa berbahaya ini. Tapi kita juga perlu bersiap-siap kalau memang harus terjadi,” ungkapnya.
Pada aspek surveilans dan respons, Budi mengatakan, deteksi dini pasien jadi fokus utama dilakukan di pintu masuk negara ataupun wilayah. Daerah yang berisiko tinggi terinfeksi virus korona jenis baru (novel coronavirus/2019-nCoV) juga telah didentifikasi, yakni 19 wilayah yang memiliki akses langsung dari China ke Indonesia, baik dari udara, laut, dan lintas daratan.
Wilayah ini antara lain, Jakarta, Padang, Tarakan, Bandung, Jambi, Palembang, Denpasar, Surabaya, Batam, dan Manado.
Yang penting adalah kita harus meningkatkan kewaspadaan setinggi-tingginya, melakukan antisipasi dan pencegahan sehingga Indonesia betul-betul bisa terhindar dari wabah ini.
Secara teknis, deteksi dini akan dilakukan di pintu masuk negara seperti pelabuhan, bandara, dan pos lintas batas darat negara, dengan melakukan karantina, pemeriksaan alat angkut, pengendalian vektor, dan tindakan penyehatan. Untuk deteksi kasus virus korona jenis baru akan diawali dengan penemuan pasien yang mengalami gejala seperti demam, batuk, pilek, serta gangguan pernapasan yang berasal dari negara atau wilayah terjangkit. Caranya dengan memakai pemindai suhu tubuh dan wawancara dengan penumpang.
Jika ditemukan pasien yang memenuhi syarat itu, petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan harus melakukan disinfeksi pada pasien dan merujuk ke rumah sakit rujukan terdekat. Pemerintah menyiapkan 100 rumah sakit rujukan di Indonesia untuk menangani kasus 2019-nCoV. Penumpang lain serta petugas yang berisiko karena ada kontak erat dengan pasien yang diduga terinfeksi juga diidentifikasi.
“HAC (kartu kewaspadaan kesehatan) juga akan dibagikan ke seluruh penumpang sebagai pengingat jika mengalami gejala infeksi setelah kedatangan. Kartu itu juga yang akan diserahkan ke petugas kesehatan sebagai penanda kewaspadaan penularan nCoV,” kata Budi.
Berdasarkan alur deteksi dini dan respons yang telah disusun, pasien yang dicurigai terinfeksi virus korona jenis baru akan diisolasi dan diambil spesimen tubuhnya melalui kultur daha (sputum) untuk diteliti di laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes. Biasanya, hasil pemeriksaan laboratorium itu bisa didapatkan selama dua hari.
Mencegah komplikasi
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Anung Sugihantono menambahkan, sampai kini belum ada terapi spesifik untuk anti virus korona jenis baru. Pengobatan yang diberikan sesuai dengan gejala yang dialami pasien serta untuk mencegah komplikasi yang mungkin ditimbulkan.
“Para petugas kesehatan pun harus dipastikan menggunaan alat pelindung diri lengkap ketika menangani pasien yang masih dicurigai ataupun yang sudah terinfeksi virus. Ini dilakukan untuk mewaspadai adanya penularan ke petugas kesehatan,” ujarnya.
Ia menegaskan, upaya pencegahan yang juga harus diperhatikan adalah perlindungan diri dari masyarakat. Pastikan kebersihan diri selalu dilakukan, mulai dari mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, menutup mulut dan hidung ketika batuk, serta menggunakan masker ketika mengalami gangguan pernapasan ataupun ketika berkunjung ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Anung juga menyampaikan agar warga tak panik dan tetap waspada akan kemungkinan penularan infeks virus korona. Pemerintah membuka saluran siaga (hotline) bagi masyarakat yang ingin mengetahui informasi mengenai virus korona jenis baru ini. Melalui saluran ini diharapkan masyarakat bisa terhindari dari rumor atau berita bohong yang bisa menimbulkan keresahan.
Berdasarkan laporan yang dari WHO pada 27 Januari 2020, jumlah kasus virus korona jenis baru yang terkonfirmasi 2.798 kasus dengan 80 kematian yang seluruhnya terjadi di China. Dalam gisanddata.maps.arcgis.com, sampai per 28 Januari 2020, virus ini menginfeksi 4.474 orang, 107 pasien meninggal, dan 63 orang sembuh. Ada 4.409 kasus di China, sisanya di 18 negara lain.
Dari jumlah kasus yang dilaporkan, kasus yang terkonfirmasi juga ditemukan antara lain di Thailand, Australia, Singapura, Taiwan, Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Perancis, Kamboja, dan Jerman.