Inisiatif Karantina Tumbuh dari Rumah ke Rumah
Sebagian warga memulai aksi karantina wilayah dalam konteks RT dan RW di sejumlah kelurahan di Jakarta. Sikap ini timbul sebagai kesadaran bahwa pemerintah belum tegas dalam memutus rantai penularan Covid-19.
Soni (31), pengojek daring di Kelurahan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, mendadak tidak diperbolehkan masuk ke akses jalan sebuah gang. Senin (30/3/2020) siang, akses jalan di wilayah RW 001 Cikini itu ditutup oleh petugas satuan pengamanan gerbang setempat.
”Enggak bisa lewat sini dulu, Mas. Lagi ditutup gara-gara korona,” ucap petugas satpam, sambil menunjuk spanduk di sisi atas gerbang. Spanduk itu bertuliskan, ”Warga RW 001 Kelurahan Cikini, Menteng, peduli pencegahan wabah Covid-19”.
Selain spanduk besar, tersimpan pula pengumuman yang mendetail pada palang besi gerbang RW 001. Informasi itu bertuliskan, warga RW 001 sepakat menutup gerbang demi mencegah penyebaran virus korona baru atau SARS-CoV-2, penyebab wabah Covid-19. Selain Soni, ada sekitar belasan pengendara lain yang tidak bisa masuk karena akses jalan tertutup siang itu.
Ketua RW 001 Cikini, Hanafi (54), menuturkan, penutupan akses jalan telah menjadi kesepakatan warga di wilayahnya. Sejak Minggu (29/3/2020) pukul 15.00, dua akses jalan yang kerap dilewati di wilayah RW 001 tertutup untuk kalangan umum. Orang-orang yang bukan warga RW 001, terutama orang yang berlalu lalang singkat, seperti pengojek daring, hanya bisa mengantar makanan sampai gerbang depan RW 001.
Baca juga : Sistem Karantina Butuh Pengawasan Ketat
”Sejak Minggu, sebagian warga mendesak agar diterapkan lockdown. Akhirnya setelah berkonsultasi dengan lurah dan camat, saya memberanikan diri untuk menutup akses jalan di wilayah RW. Hal yang kami lakukan saat ini mungkin bukan lockdown karena warga masih bisa keluar-masuk dan kami pantau,” tutur Hanafi.
Keputusan menutup wilayah seperti di RW 001 Cikini belakangan pun dilakukan sejumlah wilayah lain. Dari pantauan Kompas, RW 009 Kelurahan Kwitang, Senen, Jakarta Pusat, menerapkan penutupan serupa di Jalan Kramat III sejak Minggu. Begitu pun dengan RW 009 Kelurahan Paseban, Senen, Jakarta Pusat, yang menutup Jalan Salemba Tengah supaya tidak bisa dilalui kendaraan selama wabah Covid-19.
Inisiatif karantina wilayah dalam konteks kecil itu pun terus tumbuh dari rumah ke rumah. Rudy (48), warga RT 006 RW 001 Cikini, menyebutkan, inisiatif karantina kecil di wilayahnya timbul karena kesadaran sebagian warga atas masifnya rantai penularan saat ini. Ia mencontohkan, per 30 Maret 2020 terdapat 1.414 pasien yang positif Covid-19, sementara sekitar 122 pasien meninggal.
”Saat ini, karantina menjadi cara kami bertahan. Karena jujur, kami belum menangkap ketegasan dari pemerintah untuk melakukan lockdown atau bagaimana. Saya pun paham, pilihan untuk mengunci seluruh kegiatan di satu negara pasti sulit. Saya hanya berharap karantina kecil kami ini bisa berdampak preventif,” ujar Rudy.
Baca juga: Tiap Detik Berharga, Karantina Sekarang!
Pendapat serupa dikatakan Ridwan (34). Warga RW 009 Paseban ini menyayangkan pernyataan sikap Presiden Joko Widodo Senin sore ini yang tidak akan menerapkan karantina wilayah. ”Saya pikir kondisinya sudah segawat ini, kasusnya pun mencapai ribuan. Kalau berkaca dengan negara lain, wabah bisa diantisipasi bila tindakannya cepat dan masif,” ucapnya.
Kebutuhan
Ketua Pengurus Daerah DKI Jakarta Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Baequni menyatakan, DKI Jakarta saat ini telah menjadi episentrum penularan Covid-19 dengan angka yang paling dominan dibandingkan dengan provinsi lain. Ia menilai, karantina wilayah kini menjadi kebutuhan urgen. Sebab, pengawasan perlu terus dilakukan secara intensif hingga di tingkat RT dan RW.
”Bagus kalau pengurus warga semakin tergerak untuk mewaspadai penularan. Gerakan di akar rumput harus benar-benar berjalan. Selain itu, pembatasan sosial antarwarga harus tetap terjaga. Dua hal ini yang dapat mencegah rantai penularan,” ungkap Baequni saat dihubungi di Jakarta, Senin sore.
Ahli epidemiologi dan biostatistik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Pandu Riono, menjelaskan perbedaan signifikan antara karantina wilayah ketat dan sekadar anjuran membatasi jarak fisik seperti diterapkan pemerintah saat ini. Dalam hal karantina wilayah, instruksi agar warga tetap di rumah berlaku lebih tegas. Pergerakan warga keluar rumah benar-benar dibatasi dan dipantau.
Baca juga : Karantina Diusulkan Berbasis Pulau
”Oleh karena itu, untuk saat ini saya mengusulkan ada karantina dengan pembatasan yang tegas. Tidak hanya antarkota, tetapi juga antarpulau. Khususnya orang dari Jawa yang saat ini sudah merata sebarannya tidak boleh lagi keluar pulau,” katanya.
Menurut Pandu, keterlambatan pemberlakuan karantina wilayah akan semakin meningkatkan sebaran Covid-19 ke berbagai wilayah. Namun, karantina wilayah saja tidak akan cukup. Berikutnya dibutuhkan pemeriksaan massal untuk memisahkan orang yang sakit dan sehat.
Sebelumnya Iwan Ariawan, Pandu Riono, Muhammad N Farid, dan Hafizah Jusril dari FKM UI telah membuat pemodelan dengan tiga skenario terkait penanganan Covid-19. Skenario terburuk adalah jika tanpa intervensi, orang yang terinfeksi Covid-19 dengan kategori parah sehingga butuh layanan rumah sakit bisa mendekati 2,5 juta pada pertengahan Mei 2020. Dengan intervensi seperti saat ini, yakni melalui anjuran menjaga jarak sosial dan membatasi kerumunan massal dengan cakupan rendah, masih bisa terjadi 1,8 juta orang yang harus dirawat.
Sementara itu, dengan intervensi moderat melalui tes massal dengan cakupan rendah serta praktik pembatasan sosial melalui penutupan seluruh kegiatan sekolah dan bisnis, maka orang yang butuh dirawat karena Covid-19 mencapai 1,2 juta orang.
Lain lagi apabila pemerintah menerapkan intervensi tertinggi, yaitu karantina wilayah untuk membatasi pergerakan dan dengan tes massal skala luas, maka orang yang butuh perawatan intensif mencapai 600.000 orang.
Baca juga : Karantina Percepat Pemulihan dari Wabah Covid-19
Dampak ekonomi
Pilihan karantina wilayah atau lockdown sekalipun pasti akan berisiko pada kelumpuhan ekonomi daerah. Meski begitu, ia memandang langkah karantina mampu mengatasi wabah kurang dari tiga bulan. Karena wabah dapat dicegah, pemulihan ekonomi dan kesehatan masyarakat dapat berlangsung segera.
”Semakin cepat karantina wilayah akan semakin baik. Namun, harus ada persiapan untuk penyaluran bantuan dan memberikan waktu antisipasi bagi masyarakat dan pelaku usaha. Yang jelas, pasokan barang kebutuhan harus ditambah dan mencukupi sebelum diterapkan,” tutur Mohammad Faisal, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia.
Ia menambahkan, pemerintah dapat menggandeng pengusaha ritel, pengusaha logistik, dan pedagang pasar tradisional untuk mendistribusikan pasokan kepada masyarakat. Selanjutnya, persoalan distribusi juga harus benar-benar dipikirkan oleh setiap pemerintah daerah.
Mengenai bantuan, Hanafi, Ketua RW 001 Cikini, berharap agar pemerintah segera memikirkan skema bantuan bahan pokok bagi warga. ”Bayangkan kalau keadaan tidak menentu seperti sekarang, warga tertahan begitu lama di rumah dan ada yang jadi tidak bisa bekerja. Saya harap setidaknya ada bantuan berupa bahan baku makanan buat mereka,” ujarnya.
Di tengah inisiatif karantina kecil sejumlah wilayah, warga juga menunggu ketegasan pemerintah dalam bersikap. Tanpa ketegasan dan respons yang cepat, sepertinya mustahil jika kita berharap wabah ini dapat segera berlalu.