Tak Juga Diliburkan, Para Buruh Pabrik Rentan Terkena Virus Korona
Penularan virus korona baru yang menyebabkan penyakit Covid-19 terus meluas. Namun, banyak buruh yang tetap harus bekerja karena pemilik perusahaan belum meliburkan pabrik. Mereka rentan terpapar virus korona.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kendati ada kebijakan pembatasan sosial untuk pencegahan penyebaran virus korona baru, hingga kini ribuan perempuan pekerja atau buruh di berbagai perusahaan di wilayah Kawasan Berikat Nusantara Cakung, Jakarta Utara, tetap bekerja seperti biasa. Meski rentan tertular penyakit Covid-19, setiap hari mereka masih terus berangkat kerja dari tempat tinggal menuju ke pabrik-pabrik tempat mereka bekerja.
”Tidak ada perubahan. Untuk pekerjaan di pabrik enggak berpengaruh, buruh tetap berangkat kerja, masuk pukul 07.00 dan pulang pukul 16.00, bahkan kalau lembur bisa sampai pukul 17.00 baru pulang. Ya, secara psikologis memang ada pengaruhnya, tapi ya mau bagaimana lagi,” ujar Ketua Serikat Pekerja (SP) Sandang Garteks PT Kaho Indah Citra Garment, di wilayah Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung, Yumanna Sagala, ketika dihubungi dari Jakarta, Senin (30/3/2020).
Yumanna mengungkapkan, situasi dan perkembangan penyebaran virus korona baru memang membuat para perempuan pekerja di KBN Cakung cemas dan khawatir jika ketika mendengar jumlah yang meninggal dan terkena penyakit Covid-19 terus meningkat.
”Kalau ditanya khawatir, ya, pasti khawatir. Tapi, meski ada kekhawatiran itu, kami, kan, tetap diminta bertanggung jawab sebagai karyawan, maka kami harus bekerja. Kalau kami buruh, ya, pingin libur atau diam di rumah. Tapi, kalau enggak masuk kerja, kan enggak dibayar gajinya dan perusahaan tidak mau meliburkan (kegiatan),” paparnya.
Menurut Yumanna, di perusahaannya tempat bekerja terdapat sekitar 2.700 karyawan, sekitar 2.100 orang di antaranya adalah perempuan. Sementara di wilayah KBN Cakung, jumlah pekerja ada puluhan ribu dan mayoritas mereka adalah perempuan. Umumnya perusahaan tempat mereka kerja adalah pabrik-pabrik konfeksi/tekstil atau pakaian jadi.
Semua pekerjaan harus dilakukan di pabrik sehingga tidak memungkinkan karyawan bekerja dari rumah. Padahal, dalam perjalanan berangkat dan pulang dari pabrik, mereka rentan terjangkit virus korona baru, apalagi ketika mereka menggunakan kendaraan umum yang dinaiki banyak orang.
Selain itu, jika ada yang terkena penyakit Covid-19, mereka juga berpotensi menularkan kepada teman kerjanya karena model pekerjaan mereka cenderung berkelompok. ”Proses membuat jaket, kan, harus di pabrik dan berkelompok, enggak mungkin sendiri. Semua pekerjaan harus di pabrik kecuali kalau pekerjaannya berhadapan dengan komputer mungkin bisa dikerjakan di rumah. Tapi, kalau kami, kan, enggak bisa,” kata Yumanna.
Untuk melindungi diri dari penularan virus korona baru, perusahaan menyiapkan masker dan cairan pencuci tangan bagi karyawan serta setiap masuk ke pabrik dites dulu suhu tubuhnya. Jika panasnya lebih dari 35 derajat celsius, pekerja diminta segera periksa ke klinik perusahaan. Jika ada tanda-tanda kurang sehat, pekerja itu diperiksa ke rumah sakit pekerja. ”Sampai sekarang, sih, alhamdulillah belum ada yang terdeteksi terkena virus Covid-19,” ucap Yumanna.
Menanggapi situasi yang dialami para perempuan pekerja, komisioner Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Tiasri Wiandani, menyatakan, dalam menghadapi pandemi Covid-19, sejauh ini masih belum ada kepastian aturan dari pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja untuk menerapkan pembatasan sosial. Hingga kini, buruh/pekerja, termasuk perempuan yang bekerja di pabrik, masih diwajibkan masuk kerja.
Jika mereka tetap harus bekerja, perusahaan wajb bertanggung jawab atas keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bagi buruh/pekerja. Perusahaan wajib menyediakan masker serta sabun dan air bersih untuk menjaga diri selama di pabrik. Sebelum masuk ke dalam pabrik, semua pekerja harus melalui pemeriksaan suhu tubuh. Siapa pun yang suhu tubuhnya di atas standar normal mesti diarahkan untuk diperiksa lebih lanjut.
”Kepadatan jumlah pekerja yang mayoritas adalah perempuan di dalam pabrik berpotensi tinggi pada penyebaran penyakit Covid-19,” kata Tiasri.
Kerentanan bagi pekerja tidak hanya terjadi di dalam pabrik, tetapi juga terjadi selama perjalanan pulang-pergi ke pabrik. Bagi perusahaan yang masih mewajibkan pekerjanya masuk, harus bertanggung jawab meningkatkan standar keamanan dalam menghadapi wabah Covid-19. ”Para perempuan pekerja saat ini bekerja dalam tekanan yang sangat berat, tekanan tersebut adalah perintah untuk tetap masuk kerja di tengan meluasnya penyebaran wabah Covid-19,” kata Tiasri.
Saat ini, masih ditunggu kepastian dari pemerintah terkait kebijakan meliburkan pekerja untuk melaksanakan pembatasan sosial. Namun, kebijakan meliburkan untuk pekerja juga harus diikuti dengan penerapan pembayaran upah untuk pemenuhan kebutuhan hidup bagi pekerja dan keluarganya. Jaminan perlindungan dari pemerintah sangat dinantikan.
”Pengusaha juga memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan perlindungan kesehatan dan keselamatan bagi pekerja dan keluarganya. Penerapan pembatasan sosial dan pemenuhan hak atas upah bagi pekerja masih sangat dinantikan,” ucap Tiasri.
Pertimbangkan untuk libur sementara
Anggota Komisi IX DPR, Obon Tabroni, yang juga Wakil Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), menyatakan, setiap hari jumlah warga yang positif terkena Covid-19 terus bertambah. Dalam situasi ini, perusahaan patut mempertimbangkan untuk meliburkan pekerja. ”Imbauan untuk berkumpul tidak akan efektif kalau tidak disertai dengan kebijakan yang lebih konkret. Misalnya, dengan meliburkan pekerja dengan tetap membayar upah,” kata Obon melalui keterangan pers, pekan lalu.
Sepanjang pabrik masih beroperasi, kerumunan orang akan sulit dihindari. Setiap hari para buruh masih harus berdesakan di angkutan umum, bus jemputan, dan bekerja di lokasi yang sama. ”Jangan sampai terlambat. Jangan menunggu korban lebih banyak lagi, baru kemudian memutuskan untuk meliburkan perusahaan. Tapi, buruh juga harus disiplin. Kalau nanti diliburkan dan memang tidak bekerja, harus berdiam diri di rumah,” katanya.