Presiden Joko Widodo dalam sambutan pengantar rapat terbatas membahas mudik Lebaran 2020 di tengah pandemi Covid-19 menyatakan mempertimbangkan menggeser libur Lebaran. Salah satu opsi, menggeser ke akhir tahun.
Oleh
ANITA YOSSIHARA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah terus berupaya mencegah meluasnya penyebaran Covid-19, penyakit yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2. Selain pengaturan mudik, Presiden Joko Widodo mempertimbangkan untuk mengganti libur Lebaran 2020 dengan hari lain.
Perihal penggantian libur Lebaran disampaikan Presiden Joko Widodo dalam sambutan pengantar rapat terbatas membahas antisipasi mudik di tengah pandemi Covid-19 melalui telekonferensi dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis (2/4/2020).
”Saya melihat ini mungkin untuk mudik. Dalam rangka menenangkan masyarakat, alternatif mengganti libur nasional hari raya di lain hari mungkin bisa dibicarakan,” kata Presiden di hadapan Wakil Presiden Ma’ruf Amin dan para menteri yang mengikuti rapat terbatas dari kantor masing-masing.
Apabila semua sepakat libur Lebaran digeser, Presiden menginstruksikan jajarannya memberikan fasilitas mudik bagi masyarakat pada hari pengganti libur hari raya tersebut. Tak hanya itu, pengelola tempat wisata juga diimbau membebaskan biaya masuk ke tempat-tempat wisata di daerah.
”Saya kira kalau skenario-skenario tersebut dilakukan, kita bisa memberikan sedikit ketenangan pada masyarakat,” kata Presiden.
Seusai rapat, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menjelaskan, pemerintah masih memperhitungkan waktu yang tepat untuk penggantian libur Lebaran.
”Mengenai liburan ini sedang dihitung, nanti mungkin di akhir tahun atau bagaimana. Sedang dihitung dan dirumuskan teknisnya,” ujar Luhut.
Insentif tak mudik
Kendati tidak ada larangan bagi masyarakat untuk mudik ke kampung halaman, pemerintah tetap menyiapkan upaya mengurangi arus mudik Lebaran. Dalam sambutan pengantar rapat, Presiden menyampaikan pentingnya bantuan perlindungan sosial dan stimulus ekonomi untuk membantu masyarakat bertahan hidup selama di perantauan, terutama di DKI Jakarta.
Berdasarkan laporan yang diterima Presiden dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, jumlah warga DKI Jakarta yang perlu mendapat bantuan dalam rangka jaring pengaman sosial mencapai 3,6 juta jiwa.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menyiapkan bantuan bagi 1,1 juta warga. Karena itu, menurut Presiden Jokowi, bantuan untuk 2,5 juta warga lainnya harus disiapkan pemerintah pusat.
Seusai rapat terbatas, Menteri Sosial Juliari P Batubara menjelaskan, jaring pengaman sosial yang disiapkan pemerintah pusat berupa bantuan sosial khusus bagi warga tidak mampu yang tetap bertahan di Jakarta. Sesuai arahan Presiden, program bantuan sosial khusus itu akan direalisasikan.
”Untuk besaran bansos dan mekanisme pembagiannya akan dikoordinasikan dengan Menko, Menkeu, dan Gubernur. Juga untuk memastikan tidak tumpang tindih dengan program lain dan benar-benar tepat sasaran diberikan kepada warga yang tidak mudik, karena tujuannya untuk mengurangi lonjakan arus mudik,” tutur Juliari.
Sementara untuk masyarakat yang tetap memaksakan diri mudik ke kampung halaman, pemerintah akan memberlakukan protokol kesehatan secara ketat. Menurut Presiden, hanya dengan pemberlakuan protokol kesehatan dengan kedisiplinan kuat itulah, penyebaran Covid-19 bisa ditekan.
Untuk itu, menurut Luhut, pembatasan sosial akan diberlakukan di angkutan umum, terutama yang melayani perjalanan antarkota antarprovinsi. Salah satunya dengan membatasi jumlah penumpang bus menjadi separuh kapasitas kursi yang ada.
”Kalau tetap ada yang mudik, satu bus yang biasanya berpenumpang 40 akan dibatasi menjadi 20,” ujarnya. Dengan begitu, harga tiket angkutan umum pun secara otomatis akan melonjak.
Tak hanya itu, pemudik juga diwajibkan melakukan isolasi mandiri selama 14 hari sejak sampai di kampung halaman. Pemerintah daerah, dari tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, hingga desa/kelurahan, diminta mengawasi warga yang mudik, terutama dari daerah-daerah yang memiliki kasus positif Covid-19.
Presiden bahkan mendorong adanya partisipasi komunitas warga, baik di tingkat rukun warga (RW) maupun rukun tetangga (RT). Setiap RW dan RT diharapkan turut memantau pemudik dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi untuk melakukan isolasi mandiri selama 14 hari. Untuk menjamin kebutuhan warga selama isolasi, pemerintah desa diperbolehkan menggunakan dana desa untuk jaring pengaman sosial.
Secara terpisah, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Bambang Soesatyo mendorong pemerintah segera menyosialisasikan berbagai skenario mudik Lebaran. Sosialisasi itu penting supaya masyarakat dapat memahami ketentuan-ketentuan mudik, baik larangan maupun anjuran pemerintah.
Hal yang tak kalah penting, pemerintah harus mempersiapkan tenaga medis dan peralatan kesehatan yang memadai di setiap rumah sakit di daerah. Ini karena saat ini sudah banyak perantau yang pulang ke berbagai daerah di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta.