Belum Ajukan PSBB, Kuningan dan Cirebon Batasi Mobilitas Warga
Pemerintah daerah di Kuningan dan Cirebon, Jawa Barat, belum mengusulkan penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19. Meski demikian, langkah pencegahan telah dilakukan.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·4 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Pemerintah daerah di Kuningan dan Cirebon, Jawa Barat, belum mengusulkan penerapan pembatasan sosial berskala besar untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19. Meski demikian, langkah pencegahan wabah virus korona baru itu sudah dilakukan dengan membatasi mobilitas warga di sekolah, pasar, bahkan desa.
Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19, Selasa (31/3/2020). PSBB setidaknya dilakukan dengan meliburkan sekolah dan kerja, membatasi kegiatan keagamaan, serta membatasi kegiatan di area publik atau fasilitas umum.
Hari ini, Pak Bupati (Acep Purnama) akan menambah jam malam untuk KWP menjadi pukul 18.00-06.00. Ruas jalan protokol yang akan ditutup juga nanti bertambah. (Susi Lusiyanti)
Pemerintah daerah diminta mengusulkan kepada menteri, yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, jika ingin menerapkan PSBB. Hingga Sabtu (4/4/2020), pemda di Cirebon dan Kuningan belum mengajukan kebijakan tersebut. Namun, bukan berarti pemda berdiam diri melawan penyebaran Covid-19.
Sejak dua pekan lalu, pemda di Kuningan dan Cirebon mulai meliburkan kegiatan belajar-mengajar di sekolah dan kampus. Bioskop, mal, dan tempat hiburan juga diminta tidak beroperasi. Jam operasi pasar di Kota Cirebon juga dibatasi.
Bahkan, berdasarkan Surat Edaran Bupati Kuningan Nomor 443.1/1095/BPBD tentang Pelaksanaan Karantina Wilayah Parsial (KWP) di Kabupaten Kuningan, seluruh akses keluar-masuk desa/kelurahan dan beberapa ruas jalan protokol ditutup pukul 20.00-06.00. Ruas tersebut ialah pertigaan Cirendang-Taman Kota- perempatan pasar darurat di Jalan Veteran.
Kebijakan itu berlaku mulai Rabu (1/4/2020) hingga waktu yang belum ditentukan. ”Hari ini, Pak Bupati (Acep Purnama) akan menambah jam malam untuk KWP menjadi pukul 18.00-06.00. Ruas jalan protokol yang akan ditutup juga nanti bertambah,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kuningan Susi Lusiyanti.
Tidak mengikat
Pemberlakuan tersebut tidak mengikat penjual kebutuhan pokok, angkutan logistik, bahan bakar minyak, air dalam kemasan, serta pelaku pasar tradisional atau modern. Ketentuan itu juga tidak berlaku bagi tenaga medis, farmasi, dan sukarelawan Covid-19. Jika ada kebutuhan mendesak, warga akan dikawal petugas untuk melintasi daerah tersebut.
Menurut Susi, KWP hanya membatasi mobilitas warga di sejumlah ruas jalan dan tingkat desa. Ini berbeda dengan PSBB yang membatasi kegiatan warga dalam skala kabupaten/kota, bahkan provinsi dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat.
”Sementara kami terapkan KWP. Nanti, akan kami evaluasi. Untuk anggaran KWP, kami ambil dari biaya tak terduga (BTT) dan anggaran yang belum mendesak. BTT Kuningan sekitar Rp 18 miliar. Untuk kami, cukup,” katanya.
Menurut Susi, KWP dapat memutus mata rantai penyebaran Covid-19 di Kuningan karena pergerakan orang dibatasi. Aparat kecamatan hingga tingkat RT (rukun tetangga), katanya, terlibat mengawasi pemudik dari luar Kuningan agar tetap berdiam diri di rumah hingga 14 hari ke depan.
Hingga Sabtu siang, dua warga Kuningan positif terinfeksi Covid-19, sebanyak 18 pasien masih dalam pengawasan, dan 329 orang masih dalam pemantauan. Pemudik yang berjumlah lebih dari 25.000, sepekan terakhir, turut menambah kasus Covid-19.
Juru Bicara Crisis Center Covid-19 Kabupaten Kuningan Agus Mauludin menambahkan, KWP diperlukan karena pemerintah pusat tidak melarang pemudik kembali ke daerahnya, termasuk Kuningan. Sementara teknis pelaksanaan PSBB masih menunggu peraturan menteri kesehatan.
”Kami sudah mengimbau pemudik tidak pulang dulu. Kalaupun datang, kami lakukan pemeriksaan dan meminta mengisolasi diri 14 hari,” katanya.
Juru Bicara Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Cirebon Nanang Ruhyana mengatakan, pihaknya masih menghitung dampak sosial dan ekonomi jika PSBB diterapkan. Sebab, kebutuhan dasar masyarakat harus terjamin saat PSBB diberlakukan.
”Kami sedang menghitung kebutuhan anggarannya. Anggaran sekarang (Rp 7,5 miliar dari biaya tak terduga) tidak mencukupi jika PSBB,” ujarnya.
Selain meliburkan sekolah dan kampus, Pemkab Cirebon juga memantau pemudik yang jumlahnya mencapai 3.500 orang saat ini. Sebelum kembali ke kampung, mereka mendapatkan surat keterangan dari Covid Center. Pemudik harus melapor ke pemerintah desa dan ke puskesmas jika ada keluhan batuk, meriang, atau panas.
”Ini enggak ada sanksinya. Kejujuran dan kepatuhan pemudik jadi penentu pencegahan penyebaran Covid-19,” katanya. Hingga kini, pihaknya mencatat dua orang positif terinfeksi Covid-19, 10 pasien masih dalam pengawasan, dan 42 orang masih dalam pemantauan.