Bertualang Keliling Museum secara Virtual dari Rumah
Museum dan galeri seni di sejumlah negara dunia menampilkan fitur tur virtual bagi warga selama masa pandemi Covid-19. Keberadaan fitur ini diharapkan bisa mengobati hasrat sebagian orang untuk menyaksikan pameran seni.
Oleh
Aditya Diveranta
·3 menit baca
Masa-masa berdiam di rumah saat pandemi Covid-19 tidaklah mudah. Hari Minggu (5/4/2020), terhitung hampir sebulan kebijakan pembatasan sosial berlangsung di Indonesia. Sebagian dari Anda mungkin kerap bingung mencari hiburan saat berakhir pekan di rumah.
Kebingungan tersebut dapat dipahami karena sebagian besar kawasan mal serta tempat wisata banyak yang tutup. Di Jakarta, hal itu selaras dengan Surat Edaran Nomor 184/SE/2020 tentang Perpanjangan Penutupan Sementara Kegiatan Operasional Industri Pariwisata dalam Upaya Kewaspadaan terhadap Penularan Infeksi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Penutupan sejumlah tempat wisata diperpanjang mulai 30 Maret hingga 12 April 2020.
Dengan kondisi ini, warga yang tetap di rumah biasanya bersiasat melakukan berbagai aktivitas yang menyenangkan. Mulai dari bersih-bersih rumah, menonton film, membaca buku, bermain gim, hingga melihat topik pembicaraan tertentu di media sosial.
Bila sejumlah aktivitas di rumah terasa menjemukan beberapa minggu terakhir, mungkin Anda patut mencoba layanan museum virtual. Belakangan, fitur semacam ini banyak ditawarkan pengelola museum dan galeri seni di sejumlah negara.
Inisiatif membuat tur museum virtual hadir seiring dengan beredarnya tagar #MuseumfromHome di media sosial. Beberapa akun media sosial Instagram dan Twitter museum di sejumlah negara ramai memakai tagar ini semenjak pandemi Covid-19.
David Zwirner, pedagang penyalur karya seni, mengatakan, kondisi penutupan sejumlah museum dan galeri saat ini benar-benar mematikan geliat pameran seni. Seperti dilaporkan The New York Times, Zwirner dan sejumlah penyalur karya seni baru belakangan ini memanfaatkan medium virtual untuk menampilkan karya-karya pameran. ”Masa depan datang begitu cepat,” ungkap Zwirner. ”Jika galeri seni tutup, lalu bagaimana cara kami menjual karya? Platform daring adalah salah satu siasat yang dapat kami manfaatkan saat ini,” ujarnya lagi.
Para pengelola museum dan galeri seni bersiasat dengan medium ruang pameran. Ruang virtual dibuat sedemikian rupa agar pengunjung dapat melihat karya dari sudut pandang yang bisa diatur secara leluasa. Sensasi keleluasaan mengatur sudut pandang ini yang memberi nilai tambah (added value) bagi layanan museum virtual.
Upaya memberikan nilai tambah itu dilakukan berbagai penyedia layanan museum virtual. The Anne Frank House, sebuah museum di Amsterdam, Belanda, menyimulasikan seluruh ruang museum dan memberikan detail informasi barang-barang yang disampaikan. Dari lobi museum, pengunjung secara leluasa dibiarkan memilih masuk ke ruang mana, kemudian menyoroti informasi dari tiap-tiap properti pameran.
Sensasi serupa juga ditawarkan The National Computing Museum di Milton Keynes, Inggris. Museum yang menampilkan berbagai perkembangan teknologi komputer sejak era 1940-an ini menawarkan realitas virtual. Namun, tiap properti museum tampak lebih detail saat diperbesar (zoom) karena obyek tiga dimensi berasal dari foto asli di museum.
Selain dengan realitas virtual, sebagian museum atau galeri seni juga menampilkan pameran dengan paduan foto-foto dan video. Cara semacam ini digunakan di Bodega Gallery Manhattan, New York, negara bagian Amerika Serikat. Karya-karya milik seniman bernama Gene Berry bertajuk ”Transmission from Logoscape Ranch” ditampilkan secara daring melalui gambar berformat digital dan kumpulan video.
Museum Modern and Contemporary Art in Nusantara (MACAN) di Jakarta juga mempraktikkan pameran virtual. Dua pameran yang sedang ditampilkan bulan ini, yakni ”Why Let The Chicken Run” oleh Melati Suryodarmo dan ”Manifesto” oleh Julian Rosefeldt hadir dalam format tur digital dalam bentuk foto dan panduan video. Seluruh pameran tersebut dapat diakses secara gratis melalui situs resmi Museum MACAN serta kanal media sosial Instagram dan Youtube.
Selain tur virtual, Museum MACAN juga merancang materi yang dapat diunduh dan dicetak untuk anak-anak yang tersedia di akun Instagram museum. Tim museum juga merancang lokakarya untuk orangtua, pengasuh, dan anak dalam membuat mainan adonan (playdough) serta cat biopainting di rumah.
Direktur Museum MACAN Aaron Seeto berharap warga dapat memanfaatkan layanan museum virtual dengan sebaik-baiknya. ”Kami bekerja keras menyajikan materi yang dapat diakses dan diunduh dengan mudah dengan memprioritaskan kreativitas dan inspirasi untuk orangtua, pengasuh, dan profesional yang bekerja di rumah, serta anak-anak yang belajar dari rumah,” ungkapnya melalui keterangan tertulis.
Layanan museum virtual menjadi alternatif pengisi hiburan sebagian warga saat berada di rumah. Wulan Latif (20), misalnya, sempat mencoba layanan tur virtual museum The Louvre yang ada di Paris, Perancis. Museum ini dapat diakses di situs resmi The Louvre dengan sudut padang 360 derajat.
”Lumayan mengisi waktu luang sih, kesannya bisa jalan-jalan ke luar negeri walau sensasinya hanya geser-geser kursor di layar komputer. Sensasi turnya saya pikir akan lebih menarik kalau dilengkapi pemandu yang menjelaskan properti di dalam museum,” katanya.
Rina Atrala (23) juga memanfaatkan layanan museum virtual ini pertengahan Maret silam. Ia mengunjungi layanan virtual dari Museum Indonesia yang ada di Jakarta. Kendati sebenarnya cukup menghibur, pengalaman museum virtualnya terganggu koneksi internet yang putus-putus di rumah. ”Jadi gambarnya bergerak-gerak terus, tidak stabil ketika digeser pakai kursor. Mungkin, ya, ini minusnya kalau jalan-jalan ke museum dengan teknologi virtual,” katanya.
Zwirner mengatakan, kondisi museum yang terdisrupsi menjadi virtual kini harus tetap menyampaikan nilai estetika seni yang sepadan. Terutama untuk galeri seni, bagaimana seseorang tetap terdorong membeli karya seni meski menyimak pameran secara virtual.
Sudah barang tentu, menyimak pameran seni secara langsung memberikan kesan yang lebih kaya. Selalu ada pro dan kontra terhadap hal ini, tetapi di tengah pandemi, berbagai bentuk hiburan yang dibagikan atas nama kemanusiaan pun bisa menjadi benar-benar berarti.
Sebagai saran, berikut ini adalah rekomendasi tur museum virtual yang dapat Anda coba: