Warga DKI Berpotensi Berinteraksi dengan Satu Orang Positif Covid-19 dalam Seminggu
Pemodelan matematika menunjukkan bahwa selama 30 hari terakhir, jumlah kasus positif di Jakarta sesungguhnya mencapai lebih dari 70.000 orang.
Oleh
satrio pangarso wisanggeni
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dengan membandingkan kepadatan penduduk serta tingkat penularan di sejumlah kota besar di dunia, sebuah pemodelan matematika menunjukkan bahwa selama 30 hari terakhir, jumlah kasus positif di Jakarta sesungguhnya dapat mencapai lebih dari 70.000 orang.
Tanpa ada langkah pembatasan sosial yang tegas, ada kemungkinan warga Jakarta telah bertemu dengan satu orang positif Covid-19 dalam satu pekan.
Pemodelan ini diciptakan oleh associate professor sosiologi bencana Nanyang Technological University (NTU) Singapura Sulfikar Amir dan peneliti NTU Institute for Catastrophe Risk Management, Fredy Tantri.
Fredy pada Senin (6/4/2020) kepada Kompas mengatakan, pemodelan yang dilakukannya menunjukkan bahwa jumlah kasus positif Covid-19 di Jakarta sebetulnya mencapai 76.605 orang pada 1 April kemarin, atau 30 hari sejak kasus pertama diumumkan.
Hasil ini didapatkan melalui pemodelan yang pada prinsipnya menggunakan dua variabel utama, yakni, pertama, kepadatan penduduk sebuah kota. Dan kedua, angka yang disebutnya infection interval, hasil derivasinya terhadap angka reproduksi virus atau biasa dikenal dengan R0.
Kalau setiap hari berinteraksi dengan 20 orang, misalnya di pasar, kantor, supermarket, MRT, ada kemungkinan telah bertemu dengan 1 orang positif Covid-19 dalam rentang waktu 6 hari
Angka infection interval mengacu pada rerata jumlah hari yang dibutuhkan virus untuk menularkan kepada orang lain setelah menginfeksi orang pertama.
Dalam pemodelan ini, Fredy mengatakan, pihaknya melihat data kumulatif kasus positif dari sejumlah kota yang publikasi datanya disebutnya tergolong transparan dan terbuka, yakni New York City, AS; Wuhan, China; Berlin, Jerman; Barcelona, Spanyol, Daegu, Korea Selatan; dan Ile de Franc, Perancis.
”Dari situ kami menemukan bahwa nilai infection interval untuk Jakarta adalah 2,2 hari,” kata Fredy. Sementara itu, untuk New York City berkisar pada angka 1,9; Wuhan 2,2; dan Berlin 2,4.
Sulfikar mengatakan, dengan mengombinasikan angka infection interval dan kepadatan jumlah penduduk, proyeksi jumlah kasus positif yang dihasilkan konsisten dengan grafik kasus yang sudah terjadi di kota-kota tersebut.
Apabila angka tersebut diterapkan dengan jumlah dan kepadatan penduduk Jakarta, Fredy mengatakan, sangat mungkin bahwa pada hari ke-30 sejak kasus pertama atau 1 April lalu, jumlah kasus positif di Jakarta dapat mencapai 76.605 orang.
Angka sebesar itu berarti, kata Sulfikar, secara rerata ada kemungkinan 10 juta populasi Jakarta telah bertemu dengan paling tidak satu orang positif Covid-19 dalam satu pekan.
”Kalau setiap hari berinteraksi dengan 20 orang, misalnya di pasar, kantor, supermarket, MRT, ada kemungkinan telah bertemu dengan 1 orang positif Covid-19 dalam rentang waktu 6 hari,” kata Sulfikar.
Untuk itu, Sulfikar meminta pemerintah untuk lebih cepat dalam mengambil keputusan dalam menegakkan aturan pembatasan sosial. Ia juga meminta untuk masyarakat dapat berpartisipasi dengan menahan diri untuk tetap diam di rumah guna mengurangi peningkatan tingkat infeksi Covid-19.
Saya khawatir bahwa hasil kami bombastik, tetapi setelah kami cek proyeksi-proyeksi lain ternyata hasilnya cukup kompatibel. Meski demikian, saya sebetulnya berharap angka kami itu salah.
”Pemerintah jangan tidur selama empat pekan ke depan. Kecepatan mengambil keputusan dan tindakan harus lebih cepat. Untuk masyarakat, harus diam di rumah dan saling membantu, minimal empat pekan ke depan,” kata Sulfikar.
Hasil pemodelan yang dilakukan soleh Sulfikar dan Fredy juga tidak berbeda jauh dengan yang dilakukan oleh sejumlah pakar lain.
Pusat Pemodelan Matematika Penyakit Infeksi (CMMID) di London menyebutkan, hanya sekitar 2 persen dari infeksi Covid-19 di Indonesia yang telah dilaporkan. Karena itu, pada awal April ini, diperkirakan sudah ada 70.700 orang yang terinfeksi, dan mereka berpotensi terus menulari orang lain (Kompas, 31/3/2020).
Peneliti Eijkman-Oxford Clinical Research Unit (EOCRU), Iqbal Elyazar, pun mengatakan, melalui pemodelan matematisnya, penularan Covid-19 di Indonesia mencapai 71.000 pada akhir April 2020.
”Saya khawatir bahwa hasil kami bombastik, tetapi setelah kami cek proyeksi-proyeksi lain ternyata hasilnya cukup kompatibel. Meski demikian, saya sebetulnya berharap angka kami itu salah,” kata Sulfikar.