Pembatasan Sosial di Nusa Tenggara Barat Belum Optimal
Ombudsman RI Perwakilan Provinsi NTB meminta pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di sana untuk terus memperkuat penerapan pembatasan sosial yang dinilai belum optimal.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Nusa Tenggara Barat menjadi salah satu daerah yang terpapar Covid-19 dengan 10 kasus positif. Oleh karena itu, untuk mencegah bertambahnya kasus positif, Ombudsman RI Perwakilan NTB meminta pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di sana terus memperkuat penerapan pembatasan sosial yang dinilai belum optimal.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Perwakilan NTB Adhar Hakim di Mataram, Rabu (8/4/2020), mengatakan, sebagai dukungan terhadap penanganan Covid-19 di NTB, mereka telah melakukan penilaian terpadu atau assessment terhadap kesiapan rumah sakit di setiap kabupaten kota ataupun tingkat provinsi NTB.
Permasalahan itu adalah tantangan yang harus terus diperbaiki (Adhar).
Penilaian terpadu, kata Adhar, menunjukkan sejumlah permasalahan, mulai dari ketersediaan alat pelindung diri (APD), alat pengambilan spesimen, ketersediaan logistik pelayanan kesehatan, sampai dengan anggara biaya untuk penanganan Covid-19. Termasuk juga kesiapan lain, seperti kantong jenazah yang tidak mudah tembus yang mereka temukan di beberapa rumah sakit masih minim.
”Permasalahan itu adalah tantangan yang harus terus diperbaiki,” kata Adhar.
Dalam kondisi itu, antisipasi mutlak diperlukan. Salah satunya dengan memperketat penerapan pembatasan sosial. Jika tidak, hal itu akan kian memberatkan pekerjaan rumah sakit dan fasilitas kesehatan di NTB.
Menurut Adhar, mereka masih menemukan sejumlah pihak yang tidak mematuhi imbauan melaksanakan pembatasan sosial (social distancing) dan jaga jarak (physical distancing).
Kondisi itu, kata Adhar, dibarengi ketidaktegasan aparat keamanan untuk membatasi kontak langsung di antara masyarakat.
”Jika hal tersebut terus dibiarkan, tidak menutup kemungkinan masyarakat yang terjangkit Covid-19 akan terus bertambah di wilayah NTB,” kata Adhar.
Hingga Rabu, jumlah kasus positif Covid-19 di NTB sebanyak 10 kasus. Dari 10 kasus itu, satu orang meninggal. Jumlah orang dalam pemantauan (ODP) 1.841 orang dan pasien dalam pengawasan (PDP) 49 orang.
Menurut Adhar, apabila kegiatan berkumpul dan tidak menjaga jarak masih terus berlanjut, penularan Covid-19 semakin berpotensi terjadi. Sementara rumah sakit rujukan belum cukup mampu untuk mengantisipasi lonjakan tersebut.
”Kondisi ini tentu tidak ideal bagi tenaga medis yang menjadi ujung tombak penanganan pasien Covid–19. Bahkan, peluang mereka terpapar sangat besar. Terbukti di beberapa wilayah di Indonesia, sejumlah tenaga medis positif hingga ada yang meninggal,” kata Adhar.
Oleh karena itu, kata Adhar, selain menyiapkan anggaran yang cukup dan memadai untuk memenuhi peralatan kesehatan dan APD bagi yang sesuai standar bagi tenaga medis, penerapan pembatasan sosial dan jaga jarak juga harus diperketat. Ia berharap aparat keamanan bisa berperan.
Pintu masuk
Sejauh ini, Pemerintah Provinsi NTB belum akan mengajukan pembatasan sosial berskala besar. Menurut Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik NTB I Gede Putu Aryadi, saat ini salah satu perhatian Pemerintah Provinsi NTB adalah pengawasan dan pemeriksaan di seluruh pintu masuk. Apalagi lalu lintas terbesar saat ini adalah warga NTB yang mudik.
Pengawasan dan pemeriksaan di seluruh pintu masuk juga karena empat dari lima kluster atau kelompok penularan Covid-19 berasal dari luar NTB. Kluster itu adalah kluster Gowa yang dibawa jemaah tablig yang mengikuti Ijtima Zona Asia dan kluster Bogor yang dibawa seorang pendeta setelah mengikuti Seminar Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB) di Bogor.
Dua kluster lainnya adalah kluster Jakarta yang dibawa oleh dua pasien positif pertama dan kedua dan kluster luar negeri yang dibawa oleh pasien asal Lombok Tengah yang bekerja di kapal pesiar dan baru kembali dari Amerika.
Terkait hal itu, Gubernur NTB Zulkieflimansyah juga sudah mengeluarkan maklumat tentang kewajiban isolasi diri bagi warga masyarakat yang datang dari daerah pandemi dan luar negeri.
Pembatasan sosial dan jaga jarak juga turut didorong. Sejak awal, Zulkieflimansyah sudah mengeluarkan surat edaran agar masyarakat mematuhi maklumat Kepala Kepolisian Republik Indonesia dengan tidak mengadakan kegiatan kedinasan dan sosial kemasyarakatan yang menyebabkan berkumpulnya massa dalam jumlah banyak, baik di tempat-tempat pertemuan umum maupun lingkungan sendiri.
Pemerintah kabupaten kota juga menindaklanjuti hal itu. Wali Kota Mataram Ahyar Abduh, misalnya, sejak akhir Maret lalu mulai memberlakukan jam malam, yakni pukul 22.00 Wita hingga 06.00 Wita untuk area publik. Hal itu ditandai dengan pemadaman lampu jalan utama di Kota Mataram, penutupan ruang terbuka hijau, dan larangan berkumpul di tempat umum.