Beradaptasi dengan Bermacam Kondisi Bekerja dari Rumah
Pandemi memaksa warga beradaptasi saat menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah. Menjalankan pekerjaan dari rumah ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan.
Lathifah Wulandari (26) sebulan lebih menjalankan pola bekerja dari rumah. Alih-alih menjadi terbiasa, perempuan ini justru merasa lelah dan bosan selama menjalani rutinitas di rumah tersebut.
Warga Tangerang Selatan, Banten, ini merasa pola bekerja di rumah belakangan tidak sesuai dengan yang dia bayangkan. Mulanya, dia membayangkan bekerja di rumah itu bisa lebih santai, bisa sambil mengerjakan berbagai hal di rumah. Belakangan, dia justru merasa muatan kerja seakan tiada habisnya.
Perasaan lelah pun memuncak saat Lathifah bersiap kerja pada Kamis, 7 Mei. Dia sudah panik karena terlambat menyalakan laptop, padahal hari itu merupakan tanggal merah karena hari raya Waisak. ”Ya ampun, kerja ala work from home ini bikin aku lupa waktu, lupa tanggal. Kerja jadi seperti enggak ada batasan, enggak ada jam kerja yang pasti,” ujar warga Sumatera Barat ini, saat dihubungi, Jumat (8/5/2020).
Baca juga : Tetap Bugar meski Bekerja dari Rumah
Hal serupa disampaikan Faris Krisnanda (26). Pekerja di perusahaan asuransi ini merasa pola bekerja dari rumah membuatnya harus terus siaga merespons pesan Whatsapp dari klien dan atasan. Tidak jarang, pesan berbau tugas dari kantor datang setelah lewat jam kerja pada pukul 19.00.
”Entah kenapa, pesan Whatsapp yang masuk di tengah work from home itu sifatnya menjadi real time dan harus direspons segera. Kalau enggak direspons cepat, seakan-akan kita enggak available saat jam kerja begitu,” ujar Faris.
Lathifah dan Faris menandai pengalaman sebagian orang yang justru menjadi tidak fokus karena terlalu lama bekerja dari rumah. Kondisi itu belakangan menjadi fenomena tersendiri, terutama saat warga mencampuradukkan berbagai aktivitas pekerjaan kantor dan pekerjaan rumah.
Friska Anjani (29), pegawai perusahaan produksi perkakas rumah, juga mengakui dirinya kerap lupa saat menjalankan sejumlah aktivitas di rumah. Hal yang fatal, saat beberapa minggu lalu dia lupa mematikan kompor ketika memasak sekaligus menyambi pekerjaan kantor.
”Saya merasa work from home sekarang ini seperti terlalu banyak hal yang harus diperhatikan. Mulai dari laptop, Whatsapp yang terus berbunyi, lalu juga harus memperhatikan tugas-tugas dari rumah. Jadinya terkadang
enggak fokus,” tutur pekerja di bidang sumber daya manusia ini.
Baca juga : Agar Tubuh dan Pikiran Tetap Bugar Menghadapi Kondisi Normal Baru
Tidak siap
Fenomena lelah dan bosan karena terlalu lama bekerja di rumah dipicu oleh ketidaksiapan saat pandemi Covid-19. Keadaan ini bisa dipahami karena tidak ada yang mengira seseorang akan bekerja di rumah dalam waktu lama seperti sekarang. Lain cerita bila orang telah mempersiapkan pola bekerja dari rumah secara matang.
”Kondisi pandemi sekarang ini jelas mendesak sehingga mungkin banyak juga orang yang kaget. Tetapi, dengan instruksi pemerintah untuk beradaptasi dengan keadaan, ya, mau tidak mau, harus dilakukan,” ucap psikolog dari Universitas Indonesia (UI), Arum Hidayat, dalam sesi perbincangan ”The New Normal, Strategi Adaptasi Bekerja dari Rumah yang Efektif”.
Arum menambahkan, adaptasi mesti dilakukan karena adanya prediksi kemunculan situasi normal yang baru selama pandemi Covid-19. Dalam arti, sebagian warga yang bekerja kantoran mungkin akan menjalani pola bekerja dari rumah atau work from home (WFH) dalam waktu cukup lama.
Menurut dia, tidak heran apabila seseorang kerap mengalami kelupaan saat tengah menggarap sejumlah aktivitas. Kondisi tersebut terjadi karena tugas kantor dan tugas rumah yang kini bercampur aduk. Istilah populer dari kelupaan itu disebut kekacauan kognitif atau cognitive failure at work and home.
Baca juga : Ketika Semua Harus Dilakukan di Rumah
Arum menjelaskan, kondisi kekacauan kognitif itu menandakan tidak teraturnya kegiatan yang berlangsung di rumah. Apabila tidak diantisipasi, kekacauan kognitif bisa berdampak pada hasil pekerjaan seseorang.
”Sebenarnya, ketika kita kerap terlupa dan terputus saat mengerjakan sesuatu, itu bisa menjadi tanda cognitive failure. Kondisi seperti itu bisa berdampak buruk pada pekerjaan saat WFH, maka perlu perencanaan yang matang,” ungkapnya.
Untuk mengantisipasi kekacauan kognitif, Arum menyarankan perencanaan jadwal yang matang selama waktu bekerja. Jadwal itu harus jelas mengatur jam berapa Anda mulai bekerja, beristirahat kecil, mulai kerja kembali, sampai akhirnya berhenti pada hari itu.
Ada baiknya apabila waktu bekerja di rumah dan berkegiatan di rumah tidak dilakukan secara menyambi. Lakukan sejumlah kegiatan secara sistematis hingga selesai. Untuk kepribadian tertentu, dia juga menyarankan agar tidak terlalu perfeksionis dalam bekerja.
Baca juga : Digital Menjaga Daya Warga
Kunci menghindari kekacauan kognitif dapat dilakukan dengan menjaga mindfulness atau fokus. Usahakan agar tetap fokus bekerja pada satu hal hingga selesai, lalu berpindah ke tugas yang lain.
Arum menekankan, butuh kedisiplinan untuk mencegah terjadinya kekacauan kognitif. Menurut dia, kedisiplinan dapat ditumbuhkan dengan cara yang murah, seperti bantuan berbagai aplikasi perencanaan dari ponsel. ”Pertama-tama, pastinya menumbuhkan kemauan dalam diri dulu,” ujarnya.
Kenali kepribadian
Psikolog bidang industri dan organisasi dari UI, Endang Parahyanti, menyampaikan pula pentingnya mengenali kepribadian selama masa WFH. Banyak pendekatan yang berguna, tetapi salah satu yang ia gunakan adalah teori kepribadian dari Taibi Kahler.
Dalam pendekatan Kahler, ada empat tipe kepribadian yang meliputi
be strong, please others, busy person, dan be perfect person. Keempat tipe punya pendekatan berbeda dalam menghadapi masa WFH.
Endang menjelaskan, be strong adalah tipe kepribadian yang bisa dibilang paling tenang. Dia menyarankan agar ketenangan selama bekerja dijaga, salah satunya dengan cara menciptakan ruang kerja sendiri di rumah.
Kategori please others adalah pribadi yang sungkan dan selalu ingin menyenangkan orang lain. Untuk kepribadian ini, Endang menyarankan agar seseorang bertindak asertif, tidak mudah menerima permintaan yang tidak sanggup dilakukan. ”Jangan sampai permintaan tolong dari rekan Anda mengganggu dan akhirnya pekerjaan justru tidak selesai,” ucapnya.
Adapun kategori busy person dan be perfect ialah kepribadian yang ingin bekerja cepat dan sempurna. Untuk dua kepribadian ini, dia menyarankan agar seseorang mengatur perencanaan kerja dan jadwal yang menentukan tolok ukur selesainya pekerjaan selama sehari. Begitu pula untuk batas akhir bekerja, harus dipasang penginfat agar tidak kebablasan.
”Dua sosok ini selalu ingin bekerja maksimal, tetapi hati-hati bila nantinya justru malah menjadi kerja overtime. Saran saya, tetap kerjakan semua hal sesuai porsi, maklumi ketidaksempurnaan, selama bisa dikerjakan lagi esok hari,” tutur Endang.