Wabah penyakit akibat virus korona jenis baru atau Covid-19 di Jawa Timur tak kunjung mereda. Padahal, sebagian wilayah, yakni Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik, memberlakukan PSBB untuk meredakan wabah.
Oleh
AMBROSIUS HARTO/AGNES SWETTA PANDIA
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Wabah penyakit akibat virus korona jenis baru atau Coronavirus disease 2019 (Covid-19) di Jawa Timur tak kunjung mereda. Padahal, sebagian wilayah, yakni Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik, memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dengan tujuan meredakan wabah.
PSBB di wilayah metropolitan Surabaya Raya itu sudah berlangsung dua pekan, yakni sejak Selasa (27/4/2020) sampai Senin (11/5/2020). Namun, karena PSBB belum mampu meredakan wabah, pemerintah di Jatim dan ketiga daerah tingkat dua tadi sepakat menambah durasi dari Selasa (12/5/2020) sampai Senin (25/5/2020), yang bertepatan dengan Lebaran.
Di sisi lain, wilayah Malang Raya (Kota dan Kabupaten Malang serta Batu) telah mendapat persetujuan dari Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto untuk memberlakukan PSBB. Diharapkan, pemberlakuan PSBB di Malang Raya bisa lebih efektif untuk meredakan wabah.
Akan tetapi, tujuan PSBB untuk meredakan wabah ternyata kurang optimal karena tidak didukung dengan kepatuhan publik.
Berdasarkan data pada laman http://infocovid19.jatimprov.go.id/ yang dikelola Satuan Tugas Covid-19 Jatim, wabah di provinsi berpopulasi 40 juta jiwa ini tidak mereda. Kasus positif Covid-19 pertama kali di Jatim diumumkan pada Selasa (17/3/2020) atau sekitar dua bulan lalu yang menjangkiti 6 warga Surabaya dan 2 warga Malang.
Situasi pada Selasa (12/5/2020) malam ini, tercatat 1.534 warga positif Covid-19 dengan rincian kematian 155 jiwa atau fatalitas 10,1 persen, 1.122 pasien dirawat, dan 257 orang dinyatakan sembuh. Fatalitas atau tingkat kematian di Jatim melebihi persentase nasional yang lebih kurang 7 persen.
Dalam 56 hari sejak kasus pertama diumumkan, terjadi kenaikan 1.526 warga positif atau rerata harian 27 jiwa terjangkit Covid-19. Selain itu, dalam 56 hari juga ada 155 orang meninggal atau rerata harian 2-3 nyawa terenggut akibat Covid-19.
Data juga memperlihatkan, 4.166 pasien dalam pengawasan (PDP) atau dengan indikasi kuat terjangkit Covid-19. Sebanyak 398 jiwa di antaranya meninggal. Selain itu, 21.391 jiwa merupakan orang dalam pemantauan (ODP) atau berpotensi terjangkit Covid-19, dengan 75 orang di antaranya meninggal.
Untuk kematian khususnya PDP, menurut satgas, masih perlu dikonfirmasi apakah karena Covid-19 atau penyakit bawaan dengan hasil pemeriksaan swab oleh laboratorium negara atau kampus yang ditunjuk oleh pemerintah.
Ketua Gugus Tracing Satgas Covid-19 Jatim Kohar Hari Santoso mengatakan, peningkatan jumlah kasus atau belum meredanya wabah seiring dengan kemunculan gugus-gugus atau kluster-kluster baru penularan. Pekan pertama sejak kasus diumumkan, di Jatim baru terdeteksi ada 2 kluster dan kini sudah menjadi 57 kluster. Artinya, setiap hari ada satu kluster penularan baru di Jatim yang muncul.
Ketua Gugus Kuratif Satgas Covid-19 Jatim Joni Wahyuhadi mengatakan, PSBB merupakan upaya yang telah diambil berdasarkan peraturan untuk meredakan wabah. Keberhasilannya bergantung pada pelaksanaan. PSBB Surabaya Raya diperpanjang dua pekan karena belum mampu secara efektif meredakan wabah.
Parameter paling jelas untuk melihat efektivitas PSBB ialah tidak ada kenaikan jumlah kasus baru atau setidaknya tidak melonjak. Selain itu, PSBB yang didukung perangkat hukum, terutama peraturan, sepatutnya minim pelanggaran.
Namun, menurut catatan Polda Jatim, selama dua pekan pemberlakuan PSBB Surabaya Raya, terjadi 15.700 pelanggaran. Pelanggaran mayoritas memang terkesan sepele, yakni pengendara tidak bermasker, tidak bersarung tangan, dan membawa penumpang melebihi 50 persen kapasitas.
”Akan tetapi, tujuan PSBB untuk meredakan wabah ternyata kurang optimal karena tidak didukung dengan kepatuhan publik,” ujar Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jatim Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko.
Apalagi, pemerintah pusat berkebijakan melonggarkan mekanisme pembatasan aktivitas masyarakat. Kebijakan ini direspons oleh Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dengan menerbitkan Surat Edaran Pengendalian, Pengawasan, dan Penegakan Hukum dalam Pelaksanaan PSBB di Jatim. Warkat ditujukan kepada bupati/wali kota yang sedang melaksanakan PSBB.
Inti dari SE ialah bupati/wali kota bersama tim terpadu berwenang mengawasi publik agar menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, cuci tangan dengan air dan sabun, bermasker, jaga jarak fisik, tidak mengadakan kerumunan, serta isolasi atau karantina bagi yang merasa memiliki gejala Covid-19. Tim berhak memaksa kalangan orang yang melanggar peraturan untuk kembali ke asal, menjalani tes cepat, menyita dokumen kependudukan (KTP), bahkan menerapkan sanksi hukum.
Metode sarang tawon
Pemerintah Kota Surabaya mulai menerapkan metode sarang tawon untuk mencegah terjadinya penularan Covid-19, khususnya di wilayah perkampungan. Metode yang dimaksud adalah ketika ditemukan satu orang positif di satu wilayah, pemkot langsung menggelar tes cepat secara massal di lokasi itu.
Tujuannya untuk memotivasi dan mengajak mereka agar mau melakukan isolasi di hotel sehingga virus korona tidak sampai menular kepada anggota keluarga lain atau tetangga di sekitar lokasi. (Eddy Christijanto)
Menurut Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya Eddy Christijanto, hingga saat ini Pemkot Surabaya telah menggelar tes cepat massal di lima wilayah perkampungan Surabaya, antara lain Manukan Kulon, Bratang Gede, Rungkut Lor, dan Kedung Baruk. Ketika dilakukan tes cepat hasilnya ditemukan ada yang reaktif, maka terhadap orang tersebut langsung dilakukan uji swab.
Berhubung hasil swab baru 4-8 hari, sambil menunggu orang yang reaktif diisolasi di salah satu hotel di Surabaya. Selama proses isolasi tersebut, Eddy mengungkapkan, Pemkot Surabaya menerjunkan jajaran satpol PP, Linmas, beserta petugas dari Dinas Kesehatan dan kecamatan setempat. ”Tujuannya untuk memotivasi dan mengajak mereka agar mau melakukan isolasi di hotel sehingga virus korona tidak sampai menular kepada anggota keluarga lain atau tetangga di sekitar lokasi,” kata Eddy.
Jika swab negatif, mereka dikembalikan ke rumah. Namun, kalau hasil swab positif, mereka langsung dirawat di rumah sakit. Semua ini bertujuan untuk menekan pandemi korona.