Pelaksanaan PSBB selama dua pekan ke depan perlu dikawal secara ketat karena menjadi pertaruhan keberhasilan melandaikan kurva kasus Covid-19. Semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat, perlu meningkatkan sinergi.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dua pekan ke depan menjadi petaruhan bagi pemerintah untuk bisa menekan penyebaran virus korona. Pengawasan harus diperketat agar tidak ada warga yang nekat mudik. Oleh karena itu, sinergisitas dibutuhkan mulai dari pemerintah pusat, daerah, swasta, hingga masyarakat untuk disiplin dengan protokol pembatasan sosial berskala besar serta tidak mudik.
Staf Khusus Menteri Dalam Negeri Bidang Politik dan Media Massa Kastorius Sinaga, saat dihubungi di Jakarta, Rabu (13/5/2020), mengatakan, semua komponen, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, hingga masyarakat harus memperkuat sinergisitas untuk melandaikan kurva penularan Covid-19. Upaya pelandaian kurva tersebut harus dilakukan lewat berbagai upaya, terutama penerapan protokol pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dengan disiplin yang ketat.
Semua komponen, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, hingga masyarakat, harus memperkuat sinergisitas untuk melandaikan kurva penularan Covid-19.
Untuk memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan itu, Mendagri Tito Karnavian telah mengunjungi sejumlah daerah yang menjadi episentrum pandemi. Misalnya, pada 4 Mei 2020, Tito mengunjungi Depok pasca-pemberlakuan PSBB sejak 15 April 2020. Lalu, kunjungan dilanjutkan ke Bekasi pada 12 Mei 2020. Menurut rencana, minggu depan, Tito akan ke Bogor.
Dalam kunjungan ke Depok, Tito menekankan bahwa keberhasilan Depok dalam penerapan PSBB menjadi kunci keberhasilan DKI Jakarta juga. ”DKI Jakarta adalah megapolitan yang menyatu dengan kota-kota satelit di sekitarnya, termasuk Depok,” ucap Tito, seperti disampaikan Kastorius.
Tito juga tidak memungkiri bahwa pandemi Covid-19 memiliki dampak perekonomian yang besar di Tanah Air. Penerimaan pajak dari ekspor kelapa sawit dan sektor pariwisata yang selama ini menjadi andalan devisa menurun sehingga berdampak pada anggaran daerah terkait dana transfer pusat ke daerah. Pendapatan asli daerah pun berkurang akibat aktivitas ekonomi di daerah yang juga terdampak.
Oleh karena itu, menurut Tito, antara kesehatan dan ekonomi tidak bisa dipisahkan. Keduanya penting untuk ditangani secara bersama-sama. Kegiatan ekonomi yang tak disiasati dengan baik akan menimbulkan pemutusan hubungan kerja yang masif.
”Ujian kepemimpinan (kepala daerah) itu ada di saat krisis, bukan di saat normal. Coba mengeluarkan jurus bagaimana menangani kesehatan sebaik mungkin, tetapi sekaligus tidak membiarkan ekonomi tidak mandek, tetap bergerak meski melambat,” ucap Tito.
Ujian kepemimpinan (kepala daerah) itu ada di saat krisis, bukan di saat normal. Coba mengeluarkan jurus bagaimana menangani kesehatan sebaik mungkin, tetapi sekaligus tidak membiarkan ekonomi tidak mandek, tetap bergerak meski melambat.
Tito menekankan perlunya menggerakkan masyarakat agar saling bergotong royong memutus mata rantai penularan, dengan cara wajib mengenakan masker. Dia melihat hal itu belum tersosialisasi dengan baik kepada masyarakat.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri Safrizal menyampaikan, dari hasil evaluasi, secara angka epidemiologi, penularan virus di Jawa Barat dan Jakarta melandai. Namun, di Jawa Timur masih tinggi karena ada kluster baru penularan Covid-19, di kompleks perindustrian PT HM Sampoerna di Kelurahan Rungkut, Kota Surabaya, serta di Pondok Pesantren Al Fatah Temboro, Kabupaten Magetan.
”Melandai pun belum bisa dikatakan menurun, ya. Jadi, secara umum, PSBB berhasil melandaikan perkembangan epidemiologi. Apakah berhasil 100 persen? Belum. Karena kalau berhasil 100 persen, tak ada kasus baru atau kasus positif baru. Ini kasus positif masih ada, tetapi pertambahannya tidak eksponensial, tak tajam,” tutur Safrizal.
Tingkat penyebaran virus ini, menurut Safrizal, akan sangat bergantung selama dua pekan ke depan, yang mana merupakan masa mudik Lebaran. ”Kalau orang tidak disiplin, tetap mencuri-curi mudik, mulai lagi kena, itu ekses,” katanya.
Tingkat penyebaran virus ini akan sangat bergantung selama dua pekan ke depan, yang mana merupakan masa mudik Lebaran.
Pemerintah, ujar Safrizal, sudah berusaha memberhentikan moda transportasi dengan pengecualian berizin yang ketat. Namun, upaya itu tak akan berhasil jika masih ada warga yang nekat mudik.
”Di luar itu, ada orang bermotor, pakai jalan tikus, enggak cukup polisi kita untuk memberhentikan itu. Kalau masih ada yang gitu-gitu akan menyebabkan penyebaran virus terus-menerus,” tutur Safrizal.
Saat ini, kata Safrizal, yang terpenting adalah gotong royong menggencarkan sosialisasi pencegahan virus. Sebab, tidak semua masyarakat paham dengan cara mencegah virus tersebut. Sosialisasi harus diperkuat hingga desa-desa dengan melibatkan tokoh masyarakat.
Kemendagri, kata Safrizal, mempersilakan kepada kepala daerah untuk menegakkan aturan dalam penerapan PSBB di wilayahnya. Sejauh ini, beberapa daerah sudah menerapkan dengan pola denda dan kerja sosial. Itu bisa diatur melalui peraturan kepala daerah.
”Silakan kepala daerah menentukan jenis hukumannya yang membuat masyarakat menjadi patuh. Mana yang lebih efektif, silakan. Jadi, ini pelanggaran, bukan kejahatan. Itu menjadi wilayahnya, pengaturannya kepala daerah,” kata Safrizal.
Safrizal juga menyatakan bahwa Kemendagri telah meminta semua kepala daerah untuk mewaspadai arus mudik selama dua pekan ke depan.
Daerah, kata Guru Besar IPDN Djohermansyah Djohan, harus memperkuat komunitas supaya jarak sosial bisa berjalan dengan optimal. Caranya, perkuat komunitas sampai ke RT/RW, desa, kelurahan, kota, kabupaten, dan provinsi. Semua elemen dalam pemerintah harus dilibatkan, seperti Forkopimda dengan jajarannya serta tokoh masyarakat, seperti para ulama dan tokoh adat.
”Harus secara masif dan sistematis agar penyebaran virus ini bisa kita tekan. Disiplin masyarakat kita masih rendah, banyak yang mau nerobos langgar aturan. Khusus jelang mudik, baiknya Presiden dan Gugus Tugas menggandeng para ulama, bikin video conference untuk meminta masyarakat tidak mudik, misalnya dengan ulama-ulama kondang,” tutur Djohermansyah.