Tanpa Disiplin, Kian Besar Risiko Gelombang Kedua Penularan Covid-19
Masyarakat berharap, penularan Covid-19 menurun. Namun, tanpa disiplin semua kalangan untuk menerapkan protokol kesehatan, harapan itu sulit terpenuhi, bahkan ada ancaman penularan virus korona baru gelombang kedua.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Penularan Covid-19 masih terjadi di Indonesia, bahkan jumlah kasus yang dilaporkan cukup tinggi. Kondisi ini bisa semakin buruk apabila perubahan perilaku masyarakat untuk menjalankan protokol kesehatan tidak terbentuk di tengah pembatasan sosial yang kian mengendur.
Ketua Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Pratiwi Sudarmono mengatakan, gelombang kedua penularan Covid-19 bisa terjadi di Indonesia karena pergerakan masyarakat yang sangat tinggi saat ini. Di lain sisi, virus Sars-CoV-2 yang menjadi penyebab Covid-19 juga terus bermutasi dan berkembang.
“Masyarakat memang takut pada penularan Covid-19 namun perilakunya tidak. Penularan bisa lebih banyak lagi terjadi karena tidak ada pembatasan yang jelas, orang menjadi tidak takut lagi. Padahal, penemuan vaksin untuk menciptakan kekebalan terhadap virus ini masih cukup lama,” tuturnya di Jakarta, Selasa (2/6/2020).
Pratiwi menambahkan, vaksin Covid-19 paling cepat baru bisa ditemukan pada satu tahun ke depan. Saat ini setidaknya sudah ada lebih dari 100 penelitian yang dilakukan terkait penemuan vaksin ini dengan 11 penelitian diantaranya sudah dalam tahap uji coba fase 1 dan fase 2. Uji coba pada fase ini dilakukan pada hewan uji untuk menentukan dosis dan efektivitas vaksin yang dikembangkan.
Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisastmito menyampaikan, selama vaksin belum ditemukan, upaya paling efektif untuk mencegah penularan Covid-19 adalah dengan mencegah transmisi penularan penyakit tersebut. Caranya dengan disiplin dan tertib untuk menerapkan protokol kesehatan.
“Saatnya kita mulai mempertimbangkan untuk melakukan aktivitas yang produktif dan aman dari Covid-19. Namun, syarat untuk aman harus dipenuhi terlebih dahulu. Jangan cepat-cepat melakukan aktivitas produktif jika masyarakatnya belum aman Covid-19 dengan protokol kesehatan yang belum optimal dijalankan,” ujarnya.
Wiku menuturkan, kondisi herd immunity atau kekebalan kelompok bukan menjadi pilihan yang tepat dalam pengendalian Covid-19 di Indonesia. Upaya pencegahan menjadi langkah yang lebih efektif untuk dilakukan saat ini.
Ia menyampaikan, pencegahan itu bisa dilakukan dengan menggunakan masker dengan baik, mencuci tangan dengan air dan sabun, menjaga jarak, tidak berada di kerumuman, serta menerapkan etika batuk yang benar. Cara ini dapat melindungi seseorang dari potensi penularan Covid-19.
“Selama virus tidak masuk ke mukosa, sebenarnya secara tidak langsung imunitas atau proteksi masyarakat terhadap virus ini sudah terbentuk. Sementara herd immunity baru bisa terjadi ketika 70 persen penduduknya memiliki kekebalan. Selain itu, ini sulit dilakukan dengan kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari kepulauan,” tutur Wiku.