SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19, ditemukan telah bermutasi menjadi lebih menular. Namun, infeksi dari varian baru tidak menyebabkan gejala yang lebih berat.
Oleh
SATRIO PANGARSO WISANGGENI
·3 menit baca
LOS ALAMOS, KOMPAS — Sebuah perubahan kecil pada genome virus SARS-CoV-2 dinilai membuat Covid-19 menjadi lebih mudah menular. Varian ini memiliki perbedaan pada protein spike pada virusnya, membuatnya lebih mudah menginfeksi sel manusia.
Spike adalah struktur protein pada virus yang berbentuk seperti paku-paku yang berfungsi untuk masuk ke dalam sel.
Temuan soal mutasi virus korona yang lebih mudah menular ini terungkap dari penelitian Laboratorium Nasional Departemen Energi Amerika Serikat. Peneliti kepala studi ini, pakar biologi dari Los Alamos National Laboratory (LANL) Departemen Energi AS, Bette Korber, mengatakan, mutasi D614G ini mulai mencolok pada awal April ketika timnya menemukan pola berulang yang menonjol.
Menurut dia, terlihat ada pergeseran yang terus berulang; bahwa jenis virus yang prevalen atau mendominasi berubah dari varian orisinal D614 berubah menjadi G614.
Data ini didapatkan dari analisis basis data GISAID Covid-19. GISAID adalah sebuah inisiatif sains yang mengonsolidasikan data genom virus flu dan Covid-19.
”Di seluruh dunia, kluster penularan di suatu daerah cenderung dipenuhi varian asli virus. Namun begitu perubahan D614G ini sampai di sana, varian ini akan segera menjadi varian yang mendominasi,” kata Korber.
Hasil penelitian ini diterbitkan pada Kamis (2/7/2020) kemarin di jurnal biologi ternama Cell dengan judul ”Tracking changes in SARS-CoV-2 Spike: evidence that D614G increases infectivity of the COVID-19 virus”.
Korber dan tim LANL meneliti virus ini atas sampel dan penelitian yang diinisasi oleh Sheffield Covid-19 Genomics Group, tim peneliti genetika Covid-19 dari University of Sheffield Inggris.
Sedangkan eksperimen replikasi virus di laboratorium dilakukan Prof Erica Ollmann Saphire dari La Jolla Institute California AS dan Prof David Montefiori dari Duke University AS.
Tidak lebih parah
Keberhasilan G614 menggeser D614 ini diduga karena G614 memiliki tingkat penularan yang lebih tinggi. Eksperimen menunjukkan bahwa jumlah sel yang dapat diinfeksi dan memiliki RNA virus SARS-CoV-2 lebih banyak.
Meski demikian, Korber mengatakan, berdasarkan studi yang dilakukan terhadap 999 pasien Covid-19 di Sheffield Teaching Hospitals Inggris, ditemukan pasien yang memiliki G614 memiliki jumlah RNA virus yang lebih tinggi tetapi tidak ada perbedaan tingkat keparahan gejala.
”Meski pasien dengan (G614) memiliki partikel virus lebih banyak di dalam tubuhnya dibandingkan pasien dengan virus varian D614, tetapi tidak ada peningkatan keparahan,” kata Prof Erica Ollmann Saphire.
Menanggapi temuan ini, Kepala Pusat Penelitian Penyakit Menular AS (NIAID) Anthony Fauci mengatakan bahwa temuan ini pada dasarnya menemukan bahwa virus Covid-19 saat ini melakukan replikasi secara lebih efektif. Ia menilai perlu ada penelitian lebih lanjut.
Mengganggu vaksin?
Seperti yang diketahui, sejumlah negara sudah mengembangkan vaksin Covid-19. Namun, apakah mutasi ini dapat membuat vaksin yang sudah dikembangkan dan diujicobakan menjadi tidak efektif?
Membaca temuan ini, epidemiolog University of Yale Nathan Grubaugh, epidemiolog Harvard University, dan virolog Columbia University Angela Rasmussen meyakini bahwa mutasi ini akan memiliki dampak yang tidak signifikan terhadap vaksin.
Hal tersebut menunjukkan bahwa mutasi ini tidak terjadi pada bagian yang memengaruhi atau mengubah karakteristik antigen sehingga kemungkinan besar tidak akan mengganggu efikasi vaksin yang sedang dikembangkan.
Hal ini karena mutasi ini tidak terjadi di daerah reseptor virus (receptor binding domain/RBD). Kedua, hasil temuan ini juga menunjukkan bahwa antibodi yang terbentuk oleh D614 dapat melawan G614 dan sebaliknya.
”Hal tersebut menunjukkan bahwa mutasi ini tidak terjadi pada bagian yang memengaruhi atau mengubah karakteristik antigen sehingga kemungkinan besar tidak akan mengganggu efikasi vaksin yang sedang dikembangkan,” tulis Grubaugh dan kawan-kawan dalam komentar ilmiahnya yang juga diterbitkan di jurnal Cell.