Hoaks Merusak Kualitas Pemilu
KPU melaporkan ke polisi, penyebaran informasi bohong di lini masa terkait adanya tujuh kontainer berisi jutaan surat suara yang sudah dicoblos.
JAKARTA, KOMPAS - Elite politik dan tokoh publik diminta untuk tidak membuat gaduh suasana menjelang Pemilu 2019 dengan menyebarkan informasi palsu atau hoaks di ruang publik. Penyebaran disinformasi terkait penyelenggaraan pemilu selain menimbulkan keresahan masyarakat, juga bisa merusak kepercayaan masyarakat terhadap proses dan hasil pemilu.
Disinformasi terakhir yang menyebar di linimasa, Rabu (03/01/2019) hingga Kamis, ialah terkait penyebaran rekaman suara diikuti cuitan di linimasa yang berisi pernyataan ada tujuh kontainer dari China, di Bea Cukai Pelabuhan Tanjung Priok, yang berisi jutaan surat suara sudah dicoblos.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menegaskan hal itu hoaks. KPU juga menginformasikan pencetakan surat suara baru akan dilakukan pertengahan Januari 2019. Saat ini, sudah ada enam perusahaan yang memenangkan lelang, tetapi proses lelang masih dalam masa sanggah hingga 7 Januari 2019. Semua perusahaan pemenang lelang berlokasi di Indonesia. Proses pencetakan juga diawasi ketat oleh KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Penyebaran hoaks terkait penyelenggaraan Pemilu 2019, bukan sekali itu saja terjadi. Data Kementerian Komunikasi dan Informasi pada Agustus-Desember 2018, ada 62 konten hoaks terkait Pemilu 2019 yang tersebar luas di internet.
Presiden Joko Widodo di Blitar, Jawa Timur, Kamis, mengimbau supaya tak ada lagi yang memproduksi fitnah ataupun kabar bohong. “Ini sudah mendekati, tiga bulan lagi sudah masuk ke Pilpres. Semuanya perlu menjaga ketenangan. Semuanya harus sejuk dalam menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan politik sehingga tidak menjadi pikiran-pikiran jelek masyarakat,” tuturnya.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII) Mahfud MD, mengingatkan, demokrasi membuka pintu bagi sikap kritis dan kebebasan berpendapat. Namun, demokrasi akan rusak kalau sikap kritis itu dilakukan melalui fitnah atau berita bohong.
“Kalau orang tidak jeli, mungkin mereka akan langsung percaya pada berita tertentu. Dalam kondisi itu, bisa jadi ada yang menumpang kesempatan membikin kisruh, memfitnah orang, atau mengambil keuntungan politik ,” katanya.
Mahfud meminta elite politik tak membagi informasi yang belum jelas kebenarannya. Persaingan politik mencari kandidat terbaik sebagai pemimpin bangsa harus melalui jalan yang baik, antara lain dengan tidak menyampaikan berita bohong. Sebab, hal ini bisa meresahkan masyarakat serta merusak proses, kualitas dan hasil pemilu.
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra menyampaikan, siapa pun pihak yang mengeluarkan berita bohong bisa dilaporkan. Peristiwa hoaks kontainer surat suara ini seharusnya menjadi pelajaran bagi elite politik. Sebaiknya elite politik mengonfirmasi ke pihak terkait mengenai kebenaran suatu informasi sebelum disebarkan.
“Kalau ada informasi soal surat suara yang dicoblos sebanyak tujuh kontainer, seharusnya dia melaporkan secara pribadi, atau melapor ke polisi atau KPU guna memastikan hal itu. Tidak perlu dibuka di media sosial. Ini tindakan yang kurang bijak,” kata Azyumardi.
Melapor ke Polisi
Pantauan Tim Media Sosial Kompas, 2 Januari hingga 3 Januari 2019 pukul 17.00, hoaks tujuh kontainer surat suara ini viral di linimasa Twitter. Salah satu cuitan datang dari Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Andi Arief. Melalui akun Twitternya @AndiArief_ , ia mencuit "Mohon dicek kabarnya ada 7 kontainer surat suara yg sudah dicoblos di tanjung priok. Supaya tidak ada fitnah harap dicari kebenarannya. karena ini kabar sudah beredar". Cuitan ini diberitakan sejumlah media daring.
Andi Arief membantah unggahanya di Twitter merupakan penyebaran kabar bohong. Dia menilai, informasi itu untuk meminta KPU dan pihak berwenang mengecek kebenaran kabar tersebut. ”Saya tidak menuduh siapa pun. Karena isu itu sudah menyebar dari sore, saya minta dicek supaya tidak ada fitnah. Kalau saya mengingatkan aparat supaya cepat bertindak, malah dipolisikan, lucu benar negeri ini,” kata Andi.
Pimpinan KPU bersama pimpinan Bawaslu pada Rabu malam mendatangi Kantor Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok untuk mengonformasi informasi soal tujuh kontainer itu. KPU lalu mendapat konfirmasi dari pejabat bea cukai yang sudah memeriksa melalui sistem informasi, bahwa dari ribuan kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, tidak ada kontainer yang dimaksud.
"Kejadian itu tidak ada. KPU juga tidak pernah menyita (salah satu kontainer),” kata Ketua KPU Arief Budiman.
Pada Kamis siang, beberapa pimpinan KPU kemudian melaporkan hoaks ini ke Bareskrim Polri, dengan didampingi anggota Bawaslu.
Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Arief Sulistyanto menegaskan, Bareskrim sedang menginvestigasinya.
”Semua pihak yang berkaitan dengan pemberitaan isu (bohong) ini pasti akan diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Siapa pun orangnya,” kata Arief.