Hadapi Pemilu, Tetap Jaga Semangat Berbangsa dan Bernegara
›
Hadapi Pemilu, Tetap Jaga ...
Iklan
Hadapi Pemilu, Tetap Jaga Semangat Berbangsa dan Bernegara
Oleh
Ambrosius Harto
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS – Pemilihan Umum 2019 terutama, kontestasi dalam Pemilihan Presiden, telah memicu polarisasi di masyarakat. Keutuhan bangsa dan negara seakan dipertaruhkan oleh sekadar perbedaan pilihan dalam menentukan pemimpin nasional.
Terkait hal itu, masyarakat perlu diingatkan kembali tentang semangat kebangsaan dan kenegaraan. Indonesia dimerdekakan atau dilahirkan dalam kondisi masyarakat yang berbeda. Perbedaan suku, agama, ras, antargolongan merupakan keniscayaan sehingga tidak perlu dipertentangkan.
Makna besar dalam toleransi atau pluralisme itu bukan menukar keyakinan atau kepercayaan melainkan menerima perbedaan,
“Makna besar dalam toleransi atau pluralisme itu bukan menukar keyakinan atau kepercayaan melainkan menerima perbedaan,” kata Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan Mahfud MD, Rabu (16/1/2019), di Surabaya, Jawa Timur.
Gerakan Suluh Kebangsaan, lanjut Mahfud yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, diawali dari keprihatinan kalangan tokoh masyarakat tentang potensi perpecahan komponen bangsa terutama mendekati pemungutan suara Pemilu 2019. Gerakan ini diwujudkan dalam sarasehan kebangsaan di kota-kota di Indonesia yang dimulai dari Surabaya. Sarasehan yang diikuti tokoh masyarakat dan pimpinan lembaga ini, untuk memperbincangkan dan menyebarkan kembali pentingnya nilai-nilai keberagaman, kebersamaan, toleransi, dan pluralisme.
Rakyat mau menerima perbedaan lalu hidup dalam toleransi dalam rumah besar bernama Republik Indonesia.
Mahfud mengatakan, kemerdekaan bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945, dibayar dengan sangat mahal. Upaya mempertahankan kemerdekaan juga tidak murah. Namun, Indonesia tetap dan masih berdiri. Itu karena rakyat mau menerima perbedaan lalu hidup dalam toleransi dalam rumah besar bernama Republik Indonesia.
Mantan Ibu Negara Sinta Nuriyah Wahid mengingatkan, kebangsaan dan kenegaraan terkait dengan hati dan perasaan rakyat. Itu bisa diibaratkan sebagai sepasang kekasih dengan berlatar belakang berbeda tetapi membangun ikrar untuk hidup bersama dan bahagia dalam rumah besar yang dalam konteks ini adalah Republik Indonesia.
Politik identitas
Sayangnya, saat ini, muncul ancaman tadi dari politik identitas yang mengedepankan ikatan primordial. Kondisi ini menjalar hingga terciptanya kubu-kubu dalam kontestasi di Pilpres. Perbedaan pilihan, kata rohaniwan RD Benny Susetyo, malah menciptakan permusuhan dan kebencian. “Ada ketakutan dan ancaman keharmonisan,” katanya.
Guru besar ilmu politik Universitas Airlangga Kacung Marijan menambahkan, publik yang terbelah dalam kubu-kubu seakan melihat bahwa kontestasi bukan sebagai kepentingan bersama untuk mencari yang terbaik. Namun bagaimana mencari kemenangan untuk sosok pilihan.
“Sebagian masyarakat terjebak dalam paradigma atau yang mengedepankan bahwa perbedaan harus disikapi secara radikal. Padahal, Indonesia tidak akan berdiri, misalnya karena agama ini atau agama itu, Jawa atau Sumatera atau Kalimantan. Indonesia berdiri karena Islam dan Kristen dan Katolik dan Hindu dan Buddha dan Konghucu dan kepercayaan dan Jawa dan Sumatera dan Kalimantan dan sebagainya,” kata Kacung.
Perbedaan itu keniscayaan dan tidak perlu dijadikan permusuhan yang malah mengancam ketentraman hidup saat ini,
Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Abd A’la berharap, masyarakat tidak ribut-ribut lagi setelah kontestasi di Pemilu 2019 berakhir. Masyarakat patut menerima apapun hasil pemilu. “Jangan habiskan energi untuk saling berkelahi. Perbedaan itu keniscayaan dan tidak perlu dijadikan permusuhan yang malah mengancam ketentraman hidup saat ini,” ujarnya.
Guru Besar Universitas Muhammadiyah Malang Syamsul Arifin mengatakan, energi masyarakat terhadap kontestasi lebih banyak keluar untuk mengikuti Pilpres. Padahal, Pemilu juga untuk mendapatkan anggota DPD, DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Memilih anggota legislatif tidak kalah pentingnya dengan memilih Presiden-Wakil Presiden.