Simpati Mengalir untuk Guru yang Mengabdi Tanpa Gaji
›
Simpati Mengalir untuk Guru...
Iklan
Simpati Mengalir untuk Guru yang Mengabdi Tanpa Gaji
Oleh
Fransiskus Pati Herin
·3 menit baca
Kisah tentang Agusta Tamala (44), guru di pelosok Pulau Seram, tepatnya Sekolah Dasar Inpres Yamalatu, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, yang mengabdi tanpa gaji selama 14 tahun, menarik simpati banyak orang. Rasa simpati itu muncul setelah mereka membaca kisah Agusta yang dimuat pada rubrik sosok harian Kompas, Jumat (18/1/2019).
Kisah Agusta dibaca melalui lembaran koran dan aplikasi Kompas.id maupun tangkapan gambar yang tersebar di media sosial. Beberapa pembaca kemudian mencari nomor kontak Agusta untuk menyampaikan dukungan sekaligus memberi bantuan kepada guru dengan latar belakang ekonomi kurang mampu itu.
Di media sosial facebook, pemilik akun dengan nama Rudi Fofid mengunggah tangkapan layar koran elektronik Kompas. Rudi menggambarkan Agusta sebagai sosok yang ekstrem dan berhati mulia. Hingga kini, unggahan itu dibagi sebanyak 50 kali dan ditanggapi 234 pengguna akun. "Perempuan luar biasa. Inspiratif," tulis pemilik akun bernama Icon pada kolom komentar.
Kepala Kepolisian Daerah Maluku Inspektur Jenderal Royke Lumowa mengatakan, dirinya ingin sekali bertemu sosok inspiratif itu. Ia memerintahkan jajaran di bawahnya untuk menemui Agusta dan menyampaikan rasa simpati Royke. "Nanti kami dari pejabat utama Polda Maluku akan memberikan bantuan kepada beliau," katanya.
Kepala Polres Maluku Tengah Ajun Komisaris Besar Raja Arthur Lumongga Simamora lalu menindaklanjutinya. Arthur lalu mengundang Agusta ke Masohi, ibu kota Kabupaten Maluku Tengah. Masohi dan Yamalatu terpaut sekitar 150 kilometer dengan kondisi jalanan melewati banyak sungai tanpa jembatan. Agusta dijemput oleh anggota polisi.
Agusta datang bersama anaknya, Agus Rezky Walalohun (17). Rezky yang bercita-cita menjadi anggota Polri itu ingin sekali bertemu dengan pejabat Polri. Rezky saat ini sedang duduk di bangku kelas III SMA Negeri 1 Telutih. Lokasi sekolahnya di Desa Laimu yang berjarak sekitar 4 kilometer dari Yamalatu. Setiap hari ia berjalan kaki dan menyeberangi sungai-sungai berarus desar. Saat SMP, Rezky juga sekolah di Laimu.
Dalam pertemuan itu, Rezky menyampaikan keinginannya untuk menjadi anggota Polri. Arthur lalu meminta anggota untuk mengukur tinggi badan dan berat badan. Tinggi badan Rezky 157 sentimeter dan beratnya 45 kilogram. Kesimpulannya, Rezky belum memenuhi syarat. "Namun, saya memotivasi dia untuk latihan olahraga guna menambah tinggi badan. Saya berikan sebuah sepeda untuk berlatih," katanya.
Beberapa pembaca Kompas juga menghubungi Kompas untuk mendapatkan nomor kontak Agusta. Mereka hendak memberikan sumbangan kepada Agusta. Salah satunya adalah Budiman Chen. "Saya berminat membantu, saya transfer langsung ke beliau, atau gimana bagusnya?" Tanya Budiman. Kompas langsung memberikan nomor kontak Agusta.
Agusta menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah bersimpati kepadanya. "Beta seng tau mau bilang apa. Dangke banya voor semuanya (saya tidak tau mau bilang apa untuk mereka. Terima kasih banyak untuk semuanya," kata Agusta dengan nada haru kepada Kompas melalui telepon.
Mengalirnya rasa simpati itu menunjukkan bahwa Agusta dianggap sebagai tokoh yang inspiratif. Memberi inspirasi tentang jalan sebuah pengabdian yang tulus dan tanpa pamrih demi masa depan anak-anak pedalaman Pulau Seram. Hadirnya sosok Agusta bak oase di tengah dunia yang dipenuhi lakon individualis.
Agusta pantas mendapatkan apresiasi itu. Guru honorer lulusan SMA itu selama 14 tahun mengajar tanpa gaji. Tak semua orang dapat melakukan apa yang dikerjakan Agusta.