Zaniolo, Penerus Totti yang Tak Diharapkan?
Menjelang Francesco Totti pensiun, AS Roma berupaya mencari pemain yang layak menjadi penerus Il Bandiera atau "Sang Bendera" tim itu. Sejumlah putra daerah didikan akademi AS Roma berulang kali dicoba, mulai dari angkatan Alberto Aquilani (primavera AS Roma 1999-2002) hingga Lorenzo Pellegrini (angkatan 2007-2015), tapi tak satu pun dianggap mendekati level permainan ”Sang Pangeran Roma” itu.
Pencarian panjang AS Roma itu baru menunjukan titik terang saat memasuki Liga Italia musim 2018/2019. Sosok itu adalah pemain baru mereka yang tidak lahir dari rahim akademi AS Roma, yakni Nicolo Zaniolo.
Pemuda kelahiran Massa, Tuscany, Italia, 2 Juli 1999 itu, mungkin bukan pemain yang diharapkan mewarisi titah Totti karena dia bukan orang Roma. Tetapi, saat ini dialah pemain AS Roma yang permainannya menyerupai level Totti pada usia yang sama, 19 tahun.
Sejak awal perekrutannya, Zainolo dianggap "anak haram” oleh mayoritas tifosi AS Roma. Kehadirannya tidak pernah diharapkan. Ketika ia datang untuk tes medis dan tanda tangan kontrak di markas AS Roma di Fulvio Bernardini, Trigoria, Roma, 25 Juli 2018, tak satu pun tifosi AS Roma yang menyambut layaknya sambutan kepada semua pemain baru yang datang ke Roma.
Hanya Direktur Olahraga AS Roma Ramon Rodriguez Verdejo alias Monchi yang menyambut Zaniolo. Selain memang sudah menjadi tugasnya, penyambutan Monchi itu juga karena dirinya yang paling menginginkan kehadiran Zaniolo.
Zaniolo memang tidak dibeli langsung oleh AS Roma. Ia menjadi bagian paket transfer gelandang badak asal Belgia Radja Nainggolan dari AS Roma ke Inter Milan. Selain membayar uang tunai sekitar 30 juta euro untuk membawa Nainggolan, Inter juga menyerahkan dua pemain ke AS Roma, yakni bek sayap kawakan Italia Davide Santon dan gelandang belia Zaniolo.
Tak ada satupun tifosi AS Roma menginginkan kepergian Nainggolan. Selain bermain lugas dan menjadi kekuatan tim selama empat musim terakhir, gelandang keturunan Indonesia itu, juga dikenal loyal dan setia dengan AS Roma. Tak pelak, kepergiannya begitu diratapi oleh semua pendukung AS Roma dan sebaliknya kehadiran Santon maupun Zaniolo sangat tak diinginkan.
Pembuktian diri
Tak heran, ketika sudah resmi menjadi bagian AS Roma, Zaniolo tetap tak pernah dipandang oleh tifosi AS Roma. Sejumlah akun media sosial tifosi klub berjuluk Il Lupi atau ”Si Serigala” itu pun banyak yang menilai Santon apalagi Zaniolo akan menjadi pembelian gagal.
Beruntung Zaniolo bukan pemuda yang mudah berkecil hati. Ia justru bertekad membalikkan persepsi negatif dari para supoter AS Roma itu. Di sisi lain, ia mendapatkan dukungan penuh dari rekan dan pelatihnya. Apalagi AS Roma memiliki pelatih kepala Eusebio Di Francesco yang dikenal gemar memainkan dan mengorbitkan pemain muda.
Dua hal itu berjalan beriringan hingga bertemu titik yang tepat saat AS Roma bertandang ke markas Real Madrid, Stadion Santiago Bernabeu, dalam laga perdana grup G Liga Champions 2018-2019, Rabu (19/9/2018). Di laga prestisius itu, Zaniolo dipercaya sebagai pemain mula dan tampil selama 54 menit.
Pasca laga itu, Zaniolo terus mendapatkan kepercayaan. Sejak pekan ke-11 Liga Italia, ia terus diberi kepercayaan turun bermain. Total, ia sudah bermain 11 kali dari 20 pekan Liga Italia di mana delapan di antaranya sebagai pemain mula.
Di Liga Champions, ia bermain lima kali dari enam laga penyisihan grup di mana dua di antaranya sebagai pemain mula. Dirinya pun ambil bagian sebagai pemain pengganti saat AS Roma menundukkan Virtus Entella 4-0 pada laga 16 besar Piala Italia 2018-2019.
Pelan namun pasti, kerja keras Zaniolo tampak mulai membuahkan hasil positif. Dia terus dipercaya sebagai bagian penting tim. Hal itu juga tak lepas dari pembuktian dirinya saat tampil mengesankan ketika AS Roma menaklukan Sassuolo di Stadion Olimpico pada pekan ke-18 Liga Italia, Rabu (26/12/2018).
Dalam laga itu, Zaniolo yang bermain sejak menit awal menunjukkan permainan memukau sepanjang laga. Gelandang bertinggi 190 cm itu, mampu memerankan posisi trequartista, peran yang selama 25 tahun terakhir identik dengan Totti.
Saat mengisi posisi kramat tersebut, Zaniolo menunjukkan punya kesamaan visi permainan dengan Totti. Ia mampu memberikan umpan-umpan terobosan kejut. Tak jarang, umpan itu menjadi umpan kunci yang membelah pertahanan lawan. Umpan-umpan seperti itu menjadi ciri khas Totti selama aktif sebagai pengatur serangan di AS Roma maupun tim nasional Italia.
Puncaknya, Zaniolo bisa mencetak gol dengan cara yang fantastis ke gawang Sassuolo di menit ke-59. Ia melakukan solo run dari tengah lapangan hingga di depan penjaga gawang. Setelah berhasil mengelabui seorang bek lawan, ia sejenak menahan bola dan menceploskan bola ke gawang dengan mencungkil bola melewati kepala kiper Sassuolo. Gol itu sontak mengingatkan para penggemar Liga Italia pada Totti yang sering mencetak gol dengan cara serupa atau disebut cucchiaio.
Tak berhenti sampai di situ, saat AS Roma menjamu Torino di Roma pada pekan ke-20 Liga Italia, Sabtu (19/1/2019), Zaniolo kembali menunjukkan dirinya pantas sebagai penerus Totti. Kembali bermain sebagai trequartista, ia bermain begitu elegan. Dirinya tak mudah dijatuhkan dan bola tak mudah lepas dari kedua kakinya.
Ketika dirinya sudah terjatuh, bola tetap bisa dikuasainya. Gaya bermain ala gladiator tersebut juga menjadi ciri Totti di masa emasnya. Di laga itu, karena permainan ngototnya, Zaniolo kembali mencetak gol di menit ke-15. Gol itu menjadikannya pemain termuda yang mencetak lebih dari satu gol di Liga Italia musim ini.
Ayah Zaniolo, Igor Zaniolo mengatakan, ketika kedatangannya tidak diharapkan, saat itu pula putranya termotivasi ingin membuktikan kapasitasnya pada tim dan suporter. ”Sekarang, saya berharap ia terus melanjutkan permainan positif ini,” tegasnya dikutip Corriere Dello Sport, Sabtu (12/1/2019).
Selain cara bermain yang mirip, secara fisik Zaniolo memang pantas menjadi pangeran baru di AS Roma. Sudah menjadi tradisi, selain kemampuan bermain, pemain yang dianggap pangeran Roma juga memiliki perawakan yang memesona. Sebelum Totti, pangeran Roma adalah golden boy Kota Roma Giuseppe Giannini.
Totti yang menjadi kelanjutan Giannini juga memiliki tampang layaknya aktor-aktor tampan telenovela. Sedangkan Zaniolo juga memiliki modal ketampanan dengan tubuh atletis, tinggi ideal, hidung mancung, mata biru, dan rambut emas terurai.
”Zaniolo Totti berikutnya? Ya. Dia pria yang punya potensi menjadi Totti baru. Dia punya permainan yang baik, atletis, dan percaya diri seperti Totti,” ujar Antonio Cassano, mantan pemain AS Roma dikutip Sky Sports, Minggu (13/1/2019).
Asa sepak bola Italia
Bila ditelisik lebih detail, Zaniolo bisa menjadi pemain yang lebih penting dari Totti. Sebab, pemain yang memulai karier dari primavera Fiorentina itu, merupakan tipe pemain serba bisa. Tak hanya bisa menjadi penyerang bayangan, ia bisa menjadi gelandang sayap karena memiliki kecepatan cukup mumpuni. Beberapa kali, Di Francesco menurunkannya di posisi sayap kanan atau kiri. Bahkan, Zaniolo bisa menjadi penyerang murni karena memiliki naluri gol tinggi.
Uniknya, tak hanya bisa bermain di garis depan, Zaniolo pun bisa bermain di sentral lapangan. Dengan fisik prima dan juga ngotot, ia punya potensi sebagai pemain jangkar ataupun gelandang box to box. Terbukti, sekalipun menjadi penyerang bayangan, beberapa kali ia turut merebut bola dari lini belakang permainan timnya untuk kemudian mengalirkan bola itu ke area pertahanan lawan.
Potensi menjadi pemain jangkar itu yang tidak dimiliki Totti. Semasa aktif, Totti lebih banyak berperan di garis depan. Pada awal muncul di Liga Italia, Totti lebih banyak dipercaya sebagai gelandang sayap kanan ataupun kiri. Lalu, ia pernah dicoba menjadi penyerang murni sebelum akhirnya mantap sebagai trequartista.
Tak berlebihan, Zaniolo bisa menjadi pemain yang lebih besar dari Totti. Tak hanya penting untuk AS Roma, kehadiran Zaniolo juga berdampak sangat positif untuk timnas Italia yang sejak era 1990-an hingga sekarang kering pemain potensial. Ia dinilai bisa menjadi protagonista alias tokoh utama kembangkitan sepak bola Italia.
Setidaknya, tanda-tanda itu mulai terlihat kala Zaniolo dipanggil masuk pemusatan latihan skuad timnas Italia senior pada 1 September 2018. Pemanggilan itu untuk persiapan menghadapi Polandia dan Portugal dalam pembukaan Liga Nasional UEFA. Itu adalah pemanggilan bersejarah karena Zaniolo menjadi pemain Italia keempat yang dipanggil skuad senior sebelum melakukan debut di Serie A.
Tiga pemain sebelumnya, yakni Raffaele Costantino pada 1929, Massimo Maccarone pada 2002, dan Marco Verratti pada 2012. Namun, Zaniolo lebih sensasional. Tiga pedahulunya itu dipanggil skuad senior setelah pernah bermain di tim U-21. Sedangkan Zaniolo, baru memulai debut di skuad U-21 saat melawan Belgia pada 11 Oktober 2018.
Pelatih timnas Italia Roberto Mancini menuturkan, Italia sekarang kesulitan mencari pemain-pemain muda berbakat karena klub tidak memberikan banyak waktu untuk pemain muda berkembang. Kemunculan Zaniolo di Roma dan beberapa pemain lain jadi asa baru untuk timnas.
”Zaniolo memiliki semua kualitas yang kami butuhkan untuk menjadi pemain penting Italia. Saya ingin melihatnya terus bermain,” ujar mantan pelatih Inter Milan itu dikutip Football-Italia, Senin (3/12/2018).
Monchi menegaskan, Zaniolo bisa menjadi masa depan AS Roma maupun Italia. Tetapi, publik tidak boleh terlalu mengelu-elukannya agar ia tidak besar kepala. Sebab, tantangan utama pemain muda bukan lagi soal kemampuan teknis melainkan mental untuk terus mengembangkan diri. ”Kita harus tetap tenang karena terlalu banyak perhatian akan menjadi beban untuk dirinya,” pesan mantan Direktur Olahraga Sevilla itu kepada Football-Italia, Sabtu (29/12/2018).
Sekarang, Zaniolo memiliki tantangan menjaga konsistensi permainannya. Dirinya pun patut menjaga mental terhadap semua kritikan, bahkan pujian dari publik Roma maupun Italia yang dikenal sangat agresif. Bila mampu melalui semua itu, bukan tak mungkin ia bisa menjadi raja baru di Roma walaupun tidak terlahir di ”Kota Abadi” itu.