Marek Hamsik dan Kebangkitan "Dewi Duyung"
Bagi gelandang Slovakia, Marek Hamsik, Napoli tidak hanya memiliki satu pelatih. Di klub yang dibelanya selama sebelas setengah musim itu, terdapat jutaan pelatih. Semua pria, perempuan, dan anak-anak di kota tersebut adalah pelatih. Mereka mengetahui segala sesuatu yang diperlukan Napoli.
Realita itu mengisi hari-hari Hamsik selama berseragam “Si Biru”. Dia menceritakan, di kota Napoli, anak umur empat tahun yang sedang bermain di taman, mengajari cara terbaik mencetak gol. Perempuan lanjut usia berusia 90 tahun memberi tahunya bagaimana formasi terbaik bagi klub.
“Sepak bola adalah yang pertama mereka pikirkan saat mereka terbangun. Yang dibicarakan sepanjang hari, dan yang dimimpikan saat tidur. Kadang-kadang sepak bola seperti satu-satunya yang penting,” cerita Hamsik kepada The Players Tribune saat perayaan satu dekadenya bersama Napoli, 2017 lalu.
Pemain berusia 31 tahun itu melihat sepak bola sudah seperti agama di kota Napoli, sedangkan Stadion San Paolo, markas Napoli, adalah tempat ibadahnya.
Pemain berciri khas rambut mohawk tersebut jatuh cinta sejak pertama kali datang pada 2007 dari Brescia. Saat pertama kali datang, semua orang seperti langsung mengaguminya. Mereka seperti mengetahui siapa diri dan latar belakangnya. Itulah yang membuat Hamsik tidak berpaling dari Napoli lebih dari satu dekade.
Kisah manis Hamsik dan Napoli harus berakhir pada musim ini. Setelah bermain 520 laga serta mencatatkan 121 gol dan 111 asis, Pada Jumat (15/2/2019), Napoli mengumumkan kepindahan Hamsik ke klub China, Dalian Yifang, dengan mahar 15 juta euro atau sekitar Rp 240 miliar.
Kepindahan harus terjadi karena Hamsik membutuhkan tantangan baru. Di usia 31 tahun, dia merasa pengabdiannya di kota Napoli telah lebih dari cukup. Dia ingin menenangkan diri ke tempat lain karena selalu gagal membawa klubnya meraih scudetto, termasuk musim lalu.
“Saya meminta maaf kepada seluruh pendukung Napoli. Terima kasih selalu mendukung dan memberikan cinta tanpa syarat kepada saya. Baik di momen indah maupun susah. Saya cinta kalian, klub, dan kota ini selamanya,” tulis punggawa tim nasional Slovakia tersebut di Twitter.
Kebangkitan "Partenopei"
Saat pertama kali Hamsik datang. Napoli sedang berantakan. Mereka baru saja kembali ke Serie A, setelah pada 2000-2006 degredasi ke Serie B dan Serie C.
Klub yang pernah berkuasa di Italia, saat era "Tangan Tuhan", Diego Armando Maradona, juara Serie A 1986-1987 dan 1989-1990, kehilangan arah setelah perginya sang legenda. Mereka puasa gelar selama lebih dari dua dekade.
Sebuah harapan besar muncul saat hadirnya seorang remaja berusia 19 tahun bernama Hamsik. Setelah dua musim bermain, dia menjadi pemain asing pertama yang memenangkan gelar pemain muda terbaik Serie A, mengalahkan bakat lokal seperti Sebastian Giovinco dan Mario Balotelli
Kehadirannya membangunkan naluri juara “Si Biru” Pada tahun ketiganya, musim 2010/2011, Hamsik dibantu Ezequiel Lavezzi dan Edinson Cavani membawa Napoli masuk ke zona Liga Champions. Saat itu Napoli berada di peringkat ketiga klasemen, peringkat terbaik selama 21 tahun terakhir.
Musim selanjutnya, gelandang serba bisa itu menghasilkan trofi pertama Napoli, Piala Italia, setelah puasa gelar 22 tahun. Hamsik dan rekan-rekan saat itu mengalahkan Juventus di final 2-0. Dia menciptakan salah satu gol kemenangan.
“Kemenangan itu. Malam itu. Tak akan pernah saya lupakan. Kami berpesta bersama warga kota. Saya membuat tato Piala Italia setelah kami juara,” kata pemain yang mengoleksi 110 pertandingan bersama timnas Slovakia itu.
Hamsik mulai ditinggal rekan terbaiknya. Lavezzi pergi pada akhir musim 2012, sementara Cavani menyusul pada 2013. Dia tetap bertahan di tengah rayuan klub besar seperti Juventus, AC Milan, Bayern Muenchen, dan beberapa dari Liga Primer. Setelah Lavezi dan Cavani pindah, dia kembali meraih juara Piala Italia pada 2013/2014.
Loyalitasnya amat jarang ditemukan di dunia sepak bola modern. Menurut dia, godaan uang dan trofi di tempat lain tidak sebanding dengan keluarga dan komunitas di Napoli. “Saya lebih baik memenangi satu trofi di sini daripada sepuluh di tempat lain,” lanjutnya.
Legenda Juventus dan Republik Ceko, Pavel Nedved, kagum pada kemampuan menyerang dan kreativitas Hamsik sebagai gelandang. Setiap musim, dia hampir membuat rerata lebih dari 10 gol dan 10 asis. Puncaknya pada musim 2012/2013 (11 gol dan 17 asis).
“Hamsik adalah ahli waris saya. Dia adalah pesepak bola yang mengingatkan akan karakteristik permainan dan gaya bermain menyerang saya,” puji Nedved.
Selama lebih dari satu dekade, Hamsik telah mencoba beberapa posisi dalam enam era kepelatihan, Edoardo Reja (2005-2009), Roberto Donadoni (2009), Walter Mazzari (2009-2013), Rafael Benitez (2013-2015), Maurizio Sarri (2015-2018), dan Carlo Anceloti (2018-sekarang). Dia pernah bermain di gelandang bertahan, gelandang tengah, dan gelandang serang.
Benitez pernah menyandingkan Hamsik dengan legenda Liverpool Steven Gerrard. “Perbedaan mereka hanya Hamsik tidak memiliki kekuatan seperti Gerrard. Tetapi, kecerdasan taktiknya lebih baik,” kata pelatih asal Spanyol itu.
Hamsik merupakan pemegang rekor jumlah laga terbanyak, 520 laga, melampaui Giuseppe Bruscolotti. Juga memegang rekor pencetak gol terbanyak, 121 gol, melewati pencapaian Maradona.
Di antara pencapaian itu, pemain yang mengidolakan Zinedine Zidane dan Nedved itu masih menyesali satu hal. Dia tidak pernah memenangkan Serie A. Selama 11 musim, Napoli paling tinggi berada di peringkat kedua pada 2012/2013, 2015/2016, dan musim lalu. “Ini adalah penyesalah terbesar saya karena tidak menghadirkan scudetto,” ucapnya.
Meski tanpa gelar Serie A, loyalitas dan kontribusi Hamsik tetap menjadikannya legenda sejati tim berjuluk “Partenopei”. Julukan yang diambil dari sosok dewi putri duyung, Parthenope, dalam mitologi Yunani.
Dalam mitos itu, diceritakan kota Napoli terbentuk dan lahir dari abu kematian sang dewi duyung. Jika Parthenope berjasa melahirkan Napoli, maka Hamsik adalah pahlawan penting yang membangkitkan Napoli dari tidur panjang.