Menguji Takaran Pertukaran
Masyarakat ingin tahu kebijakan lima tahun ke depan sebagai kisah Indonesia berkelanjutan, yakni membangun ekonomi dengan menciptakan kesejahteraan dan kelestarian lingkungan.
Keberlanjutan kehidupan ke depan amat bergantung pada keberlanjutan pengelolaan sumber daya alam. Dibutuhkan kepiawaian manusia melakukan trade off atau pertukaran dalam beragam aktivitasnya. Diskursus tentang keberlanjutan mengandaikan kemampuan berimajinasi akan rentang temporal yang panjang.
Hari Minggu (17/2/2019) ini, dua calon presiden akan menjalani debat antarcapres bertema energi dan pangan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, serta infrastruktur. Debat hanya melibatkan calon presiden.
Para calon pemilih akan menilai bagaimana dua capres mengendalikan pertukaran di sektor-sektor itu menurut visi-misi mereka yang berujung pada pencapaian sila kelima Pancasila: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Keadilan sosial—yang dituliskan dua kali dalam Pembukaan UUD 1945— oleh para pendiri bangsa ini diletakkan sebagai prasyarat tercapainya kondisi masyarakat gemah ripah loh jinawi atau sejahtera.
Pendasaran pemikiran dua capres bisa diduga tidak akan jauh-jauh dari ayat-ayat pada Pasal 33 UU 1945. Ayat-ayat itu antara lain menyebutkan: ”Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan” (Ayat 1) dan ”Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional” (Ayat 4).
Pendasaran pemikiran dua capres bisa diduga tidak akan jauh-jauh dari ayat-ayat pada Pasal 33 UU 1945.
Selama ini kekayaan sumber daya alam selalu menjadi ”kata pembuka” dalam memperkenalkan Indonesia di percaturan internasional. Seakan kekayaan tersebut akan abadi dan tidak akan ada habisnya. Hal lain adalah sumber daya alam bersifat tidak terbarukan atau amat sulit untuk diperbarui. Padahal, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyatakan beberapa komoditas andalan, seperti batubara, hanya berusia 3-4 dekade lagi.
Selain itu, alam yang bermanifestasi dalam jejaring ekosistem adalah sistem yang bersifat terbuka. Proses pemulihan suatu ekosistem sebagai upaya mengembalikannya seperti semula tidak akan pernah sepadan dengan apa yang telah dihancurkan.
Menghitung pertukaran
Ketika sumber daya alam dihabiskan tanpa perhitungan pertukaran dengan menjaga lingkungan hidup, menjaga ekosistem yang tetap sehat, maka yang ada tinggal sumber daya manusia yang bakal menerima ”pertukaran” dalam bentuk kemiskinan dan bencana. Data menunjukkan bahwa harga yang harus dibayar sebuah bencana tidak pernah bisa ditutup penghasilan negara dari eksploitasi sumber daya alam.
Nilai kerugian kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2015 mencapai Rp 221 triliun. Sementara kerugian lainnya dalam potret kecil dari tambang batubara di Kalimantan Timur telah merenggut setidaknya 38 nyawa.
Eksploitasi sumber daya alam secara langsung dan tidak langsung juga bakal mengancam ketersediaan pangan. Perubahan fungsi lahan akan menghancurkan keragaman sumber pangan lokal. Sementara perhatian untuk melestarikan dan mengembangkan pangan lokal dan keragaman sumber pangan perlu menjadi perhatian pemerintah pada masa mendatang.
Tanpa kebijakan yang tepat, bencana malnutrisi dan tengkes (stunting) atau tubuh pendek akibat kurang gizi kronis serta ketergantungan pada impor pangan bakal menjadi utang harus dibayar generasi mendatang.
Bidang energi memiliki banyak wajah: terkait perubahan iklim, kerusakan lingkungan hidup, dan ancaman kesehatan masyarakat. Tiga wajah yang perlu diperhatikan dan diuji secara teliti untuk mendapatkan pertukaran yang berujung pada kesejahteraan sosial, pertumbuhan ekonomi, sekaligus terpenuhinya hak rakyat mendapatkan lingkungan sehat.
Selain eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam yang mengancam keutuhan suatu ekosistem, pembangunan infrastruktur memerlukan kebijakan yang jeli menghitung nilai-nilai pertukaran. Pembangunan infrastruktur adalah salah satu pintu pengalihan fungsi lahan. Di satu sisi dibutuhkan sebagai pendukung pertumbuhan lain, di sisi lain dapat menjadi pintu kerusakan ekosistem yang bakal mengancam sumber daya alam, terutama keanekaragaman hayati atau kehati.
Maka, yang ditunggu masyarakat atau warga pemilih adalah bagaimana sebenarnya para calon presiden itu bakal menerjemahkan tantangan pertukaran tersebut. Bagaimana mereka menyusun kebijakan komprehensif yang mampu meningkatkan tiga elemen tujuan pembangunan berkelanjutan: kesejahteraan sosial, pertumbuhan ekonomi, dan kelestarian lingkungan hidup.
Sebuah kebijakan yang mengarah pada keadilan ekologis dengan mengandaikan keadilan sosial dan yang bakal melahirkan keadilan ekonomi. Kebijakan yang mampu melahirkan pertukaran yang adil.
Salah satu prinsip dalam keadilan sosial adalah apabila manfaat terbesar dari sebuah kebijakan dinikmati oleh anggota masyarakat yang paling tidak beruntung. Last but not least, tema debat kali ini sungguh membutuhkan imaji tentang Indonesia 100 tahun yang berkelanjutan dan berkeadilan sosial. Selamat berdebat!