PDHI Bantu Tangani Wabah Penyakit Jembrana
JAKARTA, KOMPAS—Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia membantu penanganan wabah penyakit jembrana yang menyerang sapi bali di Provinsi Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Jambi. Kebutuhan mendesak yang diperlukan saat ini dari pemerintah adalah ketersediaan vaksin, antibiotika, vitamin, dan insektisida.
Terkait hal itu, Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI) Drh Muhammad Munawaroh, hari Rabu (20/2/2018) ini, berkunjung ke Lampung meninjau lokasi terjadinya wabah penyakit jembrana dan mengambil langkah-langkah membantu penanganan wabah jembrana.
“Dari hasil kunjungan, PB PDHI membuat rekomendasi teknis penanganan wabah penyakit jembrana,” kata Munawaroh.
Menurut laporan yang dihimpun PB PDHI, wabah penyakit jembrana terbaru terjadi di tiga kecamatan di Kabupaten Lampung Tengah, yaitu Kecamatan Pubian, Padang Ratu, dan Bekri. Sedikitnya 180 ekor sapi bali telah mati di wilayah itu karena penyakit jembrana.
Penyakit jembrana adalah penyakit khas Indonesia yang hanya menyerang sapi bali. Kasus penyakit jembrana ini pertama kali ditemukan di Kabupaten Jembrana, Bali, tahun 1964. Penyakit ini disebabkan oleh retrovirus yang menyerang kekebalan tubuh sapi bali. Virus ditularkan melalui kontak langsung sapi bali atau ditularkan oleh vektor lalat Tabanus rubidus (Kementerian Pertanian, 2015).
Karena hanya menginfeksi sapi bali, penyakit ini mengikuti kemana sapi bali ditransportasikan, termasuk di Lampung. Selain di Provinsi Lampung, wabah penyakit juga terjadi Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) yang berbatasan wilayah, Februari 2018.
Wartawan Kompas di Palembang Rhama Purna Jati melaporkan, sejak Januari 2018, setidaknya 11 sapi mati akibat terjangkit virus jembrana di Kabupaten Musi Rawas, Sumsel. Virus ini diduga datang dari sapi yang berasal dari Kabupaten Musi Banyuasin di Sumsel dan provinsi tetangga, seperti Bengkulu dan Jambi. Saat ini, pemerintah sedang melakukan upaya vaksinasi agar virus ini tidak mewabah.
Kepala Bidang Perternakan, Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Musi Rawas, Muhammad Nasir, saat dihubungi Rhama Purna Jati, Jumat (9/2/2018), mengatakan, terdata 11 sapi mati akibat virus jembrana. Kematian sapi terpantau di Kecamatan Purwodadi, Muara Kelingi, Sumberharta, Megang Sakti dan Muara Beliti, serta TP Kepungut. ”Bisa dikatakan, Kabupaten Musi Rawas darurat virus jembrana,” katanya.
Di Lampung, menurut laporan wartawan Kompas di Lampung Vina Octavia, wabah penyakit jembrana juga terjadi di Kabupaten Tulang Bawang, April 2018.
Wabah di Tulang Bawang telah menyebabkan kematian sapi sedikitnya di tiga desa di tiga kecamatan. Desa-desa itu adalah Desa Pasar Batang, Kecamatan Penawar Aji, sebanyak 15 ekor sapi mati, 10 ekor mati di Desa Bujuk Agung, Kecamatan Banjar Margo, dan 4 ekor mati di Desa Mulyo Aji, Kecamatan Meraksa Aji.
Ketua Kelompok Peternak Sapi Tani Berkah Eko, Desa Pasar Batang, Agus Saputro, Senin (2/4/2018) mengatakan, di desanya, 15 ekor sapi yang mati merupakan milik 8 warga. Kematian terjadi secara bertahap sebulan terakhir. Wabah di desa itu merupakan wabah terparah dibandingkan daerah lain.
Awalnya, sapi mengalami demam tinggi, tidak nafsu makan, dan diare. Sapi bali juga menunjukkan gejala pendarahan di kulit atau “keringat darah” serta pembesaran kelenjar di bagian pangkal leher. Gejala tersebut berlangsung selama 4-5 hari. Di Desa Pasar Batang, ada sekitar 200 warga yang menjadi peternak. Populasi sapi bali di desa itu ada sekitar 700 ekor.
“Kasus penyakit jembarana ini baru pertama kali terjadi di desa kami. Karena itu peternak sangat khawatir,” ujar Eko saat dihubungi Vina Octavia dari Bandar Lampung.
Menanggapi wabah penyakit jembrana tersebut, Munawaroh menyatakan, PDHI bekerja sama dengan Paramedik Veteriner Indonesia (Paveti) dalam pelaksanaan vaksinasi dan pengobatan sapi-sapi di Lampung. PDHI akan bekerja sama dengan Asosiasi Obat Hewan Indonesia (Asohi) dalam pengadaan obat-obatan. PDHI juga mengawasi pelaksanaan penanganan penyakit jembrana bersama Dinas Peternakan provinsi dan kabupaten/kota di Lampung.
PB PDHI segera memberi rekomendasi teknis kepada Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian sebagai acuan pengadaan vaksin jembrana. Munawaroh menjelaskan, kematian karena penyakit jembrana sebagian besar karena infeksi sekunder. Yang diserang oleh virus jembrana adalah limpoglandula, sehingga pemberian antibiotika dan vitamin bisa mengurangi kematian sapi yang diserang jembrana. Insektisida juga diperlukan untuk membasmi lalat yang menjadi vektor penyakit jembrana.
“Kami berharap ada tindakan langsung terhadap wabah jembrana sehingga tidak menjadi momok peternak,” ujar Munawaroh.
Pencegahan penyakit jembrana hanya melalui vaksinasi. Karena jembrana ini hanya ada di Indonesia, sehingga vaksin hanya tersedia di Indonesia, Munawaroh berharap pemerintah mempunyai stok cadangan vaksin jembrana. Salah satu hal yang mendesak, kata Munawaroh adalah produksi vaksin jembrana oleh Pusat Veterinaria Farma (Pusvetma) Surabaya.
“Ini diperlukan otoritas Direktur Kesehatan Hewan atau Dirjen PKH,” kata Munawaroh.
Kepala Pusvetma Surabaya Drh Agung Suganda menambahkan, produksi vaksin jembrana tidak mudah. Penelitian dan pengembangan vaksin hanya dilakukan di Indonesia karena negara lain tidak ada yg melakukannya, sehingga diperlukan waktu untuk pengembangan terutama mengejar teknologi tinggi sebagaimana pengembangan vaksin lainnya di luar negeri.
Dalam produksi vaksin saat ini masih memerlukan pengorbanan sapi bali yang khusus di datangkan dari Pulau Nusa Penida--pulau yang bebas penyakit jembrana. Sapi-sapi itu akan diambil organ limpanya untuk dijadikan vaksin. Oleh karena itu menjadi tantangan dalam produksi vaksin, termasuk proses pengujiannya sebelum vaksin tersebut dapat diedarkan.
Pusvetma sebagai produsen vaksin pemerintah bersama dengan Balai Besar Veteriner Denpasar sebagai laboratorium rujukan penyakit Jembrana dan Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH) yang melakukan pengujian vaksin di bawah koordinasi Direktorat Kesehatan Hewan terus melakukan pengembangan vaksin Jembrana untuk terus meningkatkan kualitas vaksin. Proses produksi hasil pengembangan terbaru sudah berjalan sejak awal tahun 2019 dan akan segera diedarkan setelah lulus pengujian dan pendaftaran.
Sampai saat ini belum ada produsen vaksin swasta yang memproduksi vaksin jembrana.
“Sampai saat ini belum ada produsen vaksin swasta yang memproduksi vaksin jembrana,” tutur Agung.
Agung menjelaskan, vaksin adalah hanya salah satu bagian dari pencegahan dan pemgendalian penyakit. Yang utama adalah biosekuritas agar virus tidak menyebar dan menginfeksi hewan antara lain melalui pembatasan lalu lintas hewan sakit dari daerah tertular ke daerah bebas. “Pengendalian vektor serangga juga sangat penting karena virus jembrana tidak menular langsung tapi melalui vektor serangga,” katanya.