Warna-Warni Kampanye Caleg (1)
Gaya kampanye konvensional mendominasi gerak para calon anggota legislatif dalam mendekati calon pemilih. Di luar itu, ada pula yang mencoba dengan gaya baru. Namun apapun gayanya, kualitas dari program yang ditawarkan masih mengawang-awang, tidak konkrit, bahkan tak jarang, tidak realistis.
Blusukan ke kampung-kampung, menawarkan diri sambil memaparkan program, itulah kebanyakan gaya calon anggota legislatif (caleg) yang terlihat saat Kompas melihat kampanye mereka, sejak Januari hingga pertengahan Februari 2019.
Blusukan Johannes Martuah ke Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta, beberapa waktu lalu misalnya. Dari rumah ke rumah di permukiman padat penduduk, dia menyapa warga sambil mengenalkan diri sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta 1 dari Partai Solidaritas Indonesia.
Dia juga membagikan kalender dan kartu nama ke warga, dan menempelkan stiker bergambar dirinya di setiap jendela rumah.
Setiap perjumpaannya dengan warga, dia rajin menanyakan, hal-hal yang ingin disampaikan oleh warga.
Selama sekitar tiga jam blusukan, itu saja yang dominan dari kampanye Johannes. Tak ada misalnya, penjelasan mengenai visi, misi, dan programnya jika berhasil terpilih.
Maka tidak heran, banyak warga yang justru bertanya balik ke Johannes. “Silakan Bapak saja yang jelaskan, kami mendengarkan,” kata salah satu warga.
Namun digugat seperti itu, Johannes kembali menekankan bahwa dirinya turun untuk mendengarkan warga. Warga yang mendapat jawaban tersebut, akhirnya hanya diam saja. Johannes pun kemudian berlalu meninggalkan warga.
Selain blusukan, banyak caleg berkampanye dengan cara mengumpulkan masyarakat di satu tempat. Ada yang memilih lapangan, rumah warga, hingga memanfaatkan ruang-ruang sempit di antara permukiman warga yang padat penduduk.
Calon Anggota DPRD DKI Jakarta Partai Demokrat dari dapil DKI Jakarta I, Desie Christihyana Sari, yang misalnya memanfaatkan lapangan badminton di Kelurahan Menteng, Jakarta.
Disaksikan puluhan warga, Desie mengawali kampanyenya dengan mengenalkan diri. Tak hanya itu, dia sempat menyebut salah satu programnya jika kelak terpilih.
“Saya akan fokus pada pemberdayaan anak muda atau milenial,” katanya. Oleh karena itu, dia ingin mengajak anak muda untuk mengembangkan kreativitas dan kepercayaan diri.
Namun bagaimana dia akan merealisasikan hal itu dengan kapasitasnya sebagai anggota DPRD DKI Jakarta? Tidak terjelaskan hingga acara selama satu jam itu berakhir.
Begitu pula yang terlihat saat calon anggota DPRD Kota Bekasi dari Partai Golkar Astrid Laena kampanye di salah satu rumah warga di kawasan Pengasinan, Rawalumbu, Kota Bekasi.
Di hadapan puluhan warga, dia berjanji membentuk lapangan kerja baru dan pemberdayaan perempuan. Namun sama seperti caleg lain, tidak jelas bagaimana merealisasikannya.
Ketika masyarakat mendesak agar programnya direalisasikan segera setelah ia terpilih, Astrid hanya menyebut akan mencoba merealisasikannya dengan bantuan Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI), organisasi sayap Golkar, tempat dia berkecimpung beberapa tahun terakhir.
Caleg lainnya, Iman Satria, calon Anggota DPRD DKI Jakarta petahana dari Gerindra, menjanjikan solusi atas permintaan warga bantaran Kali Ciliwung, di sekitar Jalan Jatibunder, Jakarta Pusat, agar tidak digusur dari bantaran kali. Dia bahkan menjanjikan warga, sertifikat tanah.
Ini disampaikannya saat berkampanye di lingkungan warga. “Nanti saya coba komunikasikan dengan pemerintah,” kata Iman.
Padahal Iman sudah lama menjabat anggota DPRD DKI Jakarta. Dia seharusnya tahu persoalan warga. Jika dia kembali menjanjikan, patut dipertanyakan kerjanya selama ini.
Kampanye bersama
Di luar para caleg yang berjuang dengan kekuatan sendiri saat kampanye di masyarakat, banyak pula caleg yang berkolaborasi dengan caleg lain saat turun menemui masyarakat.
Baca juga : Ketika Tak Ada Lagi Bulan Bahagia (2)
Duet Muallif dan Azmi Hakam Guntoro dari Partai Kebangkitan Bangsa saat bertemu masyarakat di Lapangan Garuda RT 10/07 Kelurahan Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta Pusat, akhir Januari lalu misalnya. Muallif merupakan calon anggota DPRD DKI Jakarta sedangkan Azmi calon anggota DPR.
Duet ini tak hanya tampak saat caleg turun kampanye di masyarakat tetapi juga di alat-alat peraga kampanye. Tak jarang terlihat, satu alat peraga kampanye, menampilkan dua atau bahkan tiga caleg sekaligus. Caleg untuk DPRD kabupaten/kota, caleg untuk DPRD provinsi, dan caleg DPR.
Cara-cara itu ditempuh caleg sebagai strategi menekan ongkos politik selama gelaran pemilu.
Dikutip dari Kompas (29/1/2019), caleg menyiapkan anggaran minimal lima miliar rupiah selama masa kampanye hingga pemilu. Bahkan bagi caleg berlatar belakang pengusaha, biaya kampanye yang dihabiskan bisa sampai Rp 20 miliar.
Baca juga : Biaya Kampanye Caleg Melonjak
Kampanye kreatif
Selain itu, ada pula caleg menampilkan model kampanye yang unik dengan biaya minim.
Sebagai contoh, Calon Anggota DPRD DKI Jakarta Partai Solidaritas Indonesia dari daerah pemilihan DKI Jakarta 7, Permaswari Wardani. Berbekal hobi menggambar kartun sejak sekolah dasar, dia pun membuat gambar-gambar kartun untuk mengenalkan diri dan menyampaikan programnya.
Baca juga : Seperti Memilih Wakil dalam Karung (3)
Gambar-gambar itu diperbanyak dengan kertas A6, berukuran 14,8 sentimeter (cm) x 10,5 cm, dan disebarkannya ke calon pemilih saat dia turun kampanye ke masyarakat. Dia juga menebar gambar-gambar kartunnya melalui sejumlah platform media sosial, seperti Twitter dan Instagram.
Melalui kartun, isu yang berat dibuat menjadi ringan. Harapannya, publik dapat lebih cepat menyerap gagasan-gagasan Permaswari dan memilihnya saat pemilu, 17 April 2019.
Baca juga : Jebakan di Surat Suara (4)
Dengan kampanye menggunakan kartun tersebut, Permaswari mengaku tidak sampai sepuluh juta rupiah dia keluarkan sejak masa kampanye dimulai, akhir September lalu.
Baca juga : "Mesin" Caleg untuk Caleg (5)
Menekan ongkos politik memang menjadi targetnya. Ini karena dia melihat, salah satu penyebab korupsi anggota legislatif selama ini, akibat tingginya ongkos politik yang dikeluarkan saat pemilu. Ketika terpilih dan menjabat, mereka menyalahgunakan kewenangannya, tak sebatas untuk balik modal tetapi agar terpilih lagi di pemilu selanjutnya atau memperkuat kekuasaannya di partai atau di legislatif.
Harapan pemilih
Apapun gaya kampanye yang dipilih, dan strateginya, masyarakat mendambakan caleg turun ke masyarakat, dan memaparkan visi, misi, dan programnya jika kelak terpilih.
Baca juga : Perang Melawan Politik Uang (6)
Ini seperti disampaikan oleh Fatma (59), warga Kampung Bali, Tanah Abang. Dia mengatakan, daerah rumahnya kerap dikunjungi caleg. Namun dari sekian banyak caleg, tak ada yang memberikan gambaran jelas terkait program kerjanya.
“Kebanyakan janji di awang-awang. Enggak realistis, kayak bilang akan ditingkatkan kesejahteraan tapi enggak dijelasin caranya,” tutur Fatma yang sehari-hari berjualan di warungnya.
Baca juga : Gerilya Pengawas Pemilu (7-habis)
Berbeda dengan Fatma, Upi (62), warga Pengasinan, Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi mengatakan, sejak masa kampanye dimulai, hanya satu caleg yang datang. Caleg itu pun tidak dengan jelas memaparkan visi, misi, dan programnya.
"Semoga makin sering ada calon, supaya kami paling tidak tahu apa yang mereka perjuangkan kalau terpilih," ujarnya. (Dionisio Damara/Fajar Ramadhan/Pandu Wiyoga/Lorenzo Anugrah Mahardhika/Melati Mewangi)