Peserta UN 2019 Diminta Mengisi Angket Kesejahteraan Siswa
›
Peserta UN 2019 Diminta...
Iklan
Peserta UN 2019 Diminta Mengisi Angket Kesejahteraan Siswa
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
Ujian Nasional kali ini berbeda. Selain harus mengerjakan soal ujian, para siswa juga diminta mengisi angket untuk mengetahui situasi yang memengaruhi pembelajaran.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mengkaji tingkat kesejahteraan siswa untuk memahami faktor-faktor yang membantu mendukung siswa dalam memahami pembelajaran. Untuk mengetahui hal ini, dibuat angket kesejahteraan siswa yang akan disisipkan di soal Ujian nasional 2019.
Hasil angket ini tidak memengaruhi nilai ujian, tetapi akan diberikan kepada sekolah sebagai masukan untuk memastikan segala dukungan ilmiah, pedagogis, dan moral untuk siswa terpenuhi.
Angket ini mengikuti contoh yang dilakukan oleh tes PISA (Program Asesmen Siswa Internasional). Angket itu berisi pertanyaan-pertanyaan untuk mengungkapkan kondisi kesejahteraan siswa, tingkat kebahagiaan, suasana psikologis, dan pandangan siswa terkait keterlibatan orangtua serta guru dalam proses pendidikan yang mereka alami. Keseluruhannya adalah faktor yang memengaruhi pembelajaran.
“Sering kali faktor-faktor ini dinegasikan di lapangan. Siswa yang performa UN-nya buruk tidak langsung berarti ia tidak pandai. Terdapat faktor-faktor non akademik yang menentukan kesuksesan seseorang,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Totok Suprayitno dalam jumpa pers mengenai Ujian Nasional (UN) 2019 di Jakarta, Kamis (21/3/2019).
Siswa yang performa UN-nya buruk tidak langsung berarti ia tidak pandai. Terdapat faktor-faktor non akademik yang menentukan kesuksesan seseorang.
Kemdikbud melalui Balitbang akan mengolah angket yang telah diisi para siswa tersebut untuk melihat secara makro situasi pendidikan berdasar nilai intrinsik yang tidak kasat mata. Hasilnya akan diberikan kepada Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemdikbud agar menjadi materi dalam pelatihan peningkatan kompetensi guru. Di saat yang sama, sekolah-sekolah akan diberikan analisanya agar bisa mengubah iklim pendidikannya menjadi pro anak.
“Salah satu bentuknya ialah melihat indeks kebahagiaan siswa di rumah dan di sekolah. Dari sini bisa digunakan untuk strategi pembelajaran yang ramah anak dan bisa mengembangkan minat siswa,” ujar Totok.
Pada kesempatan berbeda, peneliti dari Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan Nisa Felicia mengutarakan, tingkat pendapatan orangtua, lingkungan rumah dan sekolah, literasi finansial keluarga, dan tingkat pendidikan orangtua erat berpengaruh dengan persepsi keluarga terhadap pendidikan. Komposisi kaya dan miskin di sekolah sangat menentukan kinerja siswa. Jangan sampai kesenjangan ini terus dibiarkan.
Tingkat pendapatan orangtua, lingkungan rumah dan sekolah, literasi finansial keluarga, dan tingkat pendidikan orangtua erat berpengaruh dengan persepsi keluarga terhadap pendidikan.
Nisa mengatakan, dari data itu sekolah bisa mulai belajar mengelola tingkat stres para siswa. Harapannya, bisa membuat program kegiatan yang mendeteksi, mengobati, dan mencegah stres pada siswa dengan melibatkan segenap warga sekolah bersama orangtua.
Berpikir canggih
Dalam pengumuman terkait UN, Mendikbud Muhadjir Effendy menuturkan, soal-soal UN tidak banyak berubah dibandingkan tahun 2018. Komposisinya masih 10 persen hingga 15 persen soal yang memerlukan cara berpikir canggih (high order thinking skills), 50 persen soal bertingkat kesulitan sedang, dan sisanya adalah soal-soal mudah.
Menambahkan hal ini, Totok menjelaskan bahwa soal-soal UN semua membahas materi yang seharusnya sudah dipelajari oleh siswa. Khusus untuk tingkat SMA sederajat, pada mata pelajaran matematika akan ada empat soal isian singkat berupa bilangan.
Terdapat 7,5 juta siswa tingkat SMP hingga SMA sederajat yang akan mengikuti UN. Dari segi persentase, sudah 91 persen siswa akan mengikuti UN Berbasis Komputer (UNBK). Dimulai dari SMK pada tanggal 25-28 Maret.
Khusus untuk wilayah terdampak bencana alam, UN akan dilaksanakan sesuai jadwal. Akan tetapi, seperti di Sentani, Papua, siswa tidak diwajibkan mengikuti UN pada jadwal yang ditentukan jika mereka masih dalam keadaan darurat. Mereka bisa mengikuti UN susulan pada 15-16 April.