Stapac Jakarta memulai IBL 2018/2019 dengan meragukan. Namun, mereka mengakhiri musim ini dengan 21 kemenangan beruntun dan gelar juara setelah penantian panjang lima tahun.
BANDUNG, KOMPAS — Forward veteran Stapac Jakarta, Fandika Ramadhani, bersujud di tengah lapangan. Rekan-rekannya berlari mengerubungi dan langsung memeluk. Emosi skuad dan ofisial Stapac tumpah ruah setelah wasit meniup peluit tanda berakhir final kedua.
Stapac menyudahi perlawanan rival sekota Satria Muda, 74-56, pada final kedua, Sabtu (23/3/2019), di GOR C-tra Arena, Bandung. Tim asuhan Giedrius ”Ghibbi” Zibenas itu merebut gelar dari juara bertahan setelah menang 2-0 dalam format terbaik dalam tiga gim.
Di tengah ribuan pendukung, peraih delapan gelar juara liga basket nasional dua dekade terakhir itu menyudahi dahaga prestasi selama lima tahun. Setelah juara liga pada 2014, saat itu penyelenggara kompetisi masih NBL, Rama dan rekan-rekan tidak pernah lolos ke final lagi hingga musim ini.
Penantian itu bertambah manis karena Stapac mengakhiri musim ini dengan sempurna. Mereka mencatatkan rekor 21 kemenangan beruntun termasuk menyapu bersih seluruh gim pada babak play off.
”Saya selalu memercayai semua pemain. Ini adalah buah perjuangan kami. Kami selalu bersama dan ini faktor penting untuk tim. Saya selalu menganggap semua pertandingan adalah final,” kata Ghibbi.
Stapac membalikkan prediksi banyak orang pada awal musim. Mereka bukan unggulan utama karena kalah pamor dari finalis dua musim beruntun, Satria Muda dan Pelita Jaya.
Pada turnamen pramusim, beberapa bulan sebelum kompetisi, Stapac hanya memiliki enam pemain. Dua pemain asing meninggalkan mereka dan beberapa pemain lokal kehabisan kontrak, termasuk dua pemain veteran, Rama dan Isman Thoyib, yang memutuskan pensiun sebelum kembali lagi bersama tim.
Selama saya bermain basket, paling capek itu latihan musim ini saat bersama Ghibbi. Semua itu terbayarkan.
Pemilik Stapac, Irawan Haryono, mulai mengumpulkan pemain setelah memastikan Ghibbi sebagai pelatih. ”Setelah memilih, dia bekerja membenahi tim. Ini butuh waktu adaptasi soalnya dia pelatih baru dari Eropa. Pendekatannya pasti berbeda,” kata Kim Hong, sapaan Irawan.
Pada awal musim, situasi semakin sulit bagi Stapac. Mereka kehilangan dua pemain asing akibat cedera. Ghibbi harus menggantinya dengan Kendall Yancy dan Savon Goodman.
Proses penggantian itu mengakibatkan Stapac kalah pada laga pertama musim ini dari Bogor Siliwangi, juru kunci pada musim sebelumnya. Namun, Ghibbi terus berjuang menjalankan gaya bermain kolektif ke dalam tim. Dia sering mengatakan, bermain basket bukan tentang memulainya, tetapi bagaimana akhirnya.
Kapten Stapac, Oki Wira Sanjaya, mengatakan, perjuangan timnya sangat berat. Untuk menyesuaikan gaya bermain pelatih baru, mereka harus penuh konsentrasi melatih detail-detail strategi.
”Selama saya bermain basket, paling capek itu latihan musim ini saat bersama Ghibbi. Semua itu terbayarkan. Orang lain mungkin melihat kami bermain bagus, tetapi di balik itu ada pengorbanan yang besar,” ucap Oki, yang juga membawa Stapac juara pada 2014.
Kalah tenaga
Pelatih Satria Muda Youbel Sondakh memuji kegemilangan Stapac musim ini. ”Ini adalah tahun luar biasa untuk mereka. Mereka memberi warna baru pada basket Indonesia,” kata Youbel. Satria Muda selalu kalah dari Stapac dalam lima kesempatan musim ini.
Satria Muda mampu menahan Stapac, 28-28, dengan efektifnya pola zona bertahan pada akhir perempat kedua. Namun, setelah itu mereka mulai kehilangan arah pada paruh gim selanjutnya. Center asing Dior Lowhorn (25 poin, 20 rebound) terlihat kehabisan tenaga menghadapi MVP Final, Goodman (20 poin, 19 rebound).
Momentum Stapac berada di perempat terakhir. Aksi pemain cadangan Damar Grahita (14 poin dan 7 asis) membuat mereka unggul dua digit. Hingga akhirnya Satria Muda mulai melepas gim setelah tertinggal 16 poin pada dua menit terakhir.