Tanpa penemuan cadangan minyak yang baru, Indonesia akan terengah-engah memenuhi kebutuhan energi lantaran produksi yang jauh lebih rendah dari konsumsi.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
Berbagai cara dilakukan pemerintah untuk menarik minat investor hulu migas. Tujuannya jelas, bagaimana eksplorasi menemukan cadangan minyak dan gas bumi menjadi bergairah. Tanpa penemuan baru, Indonesia akan terengah-engah memenuhi kebutuhan energi lantaran produksi yang jauh lebih rendah dari konsumsi.
Yang terbaru adalah menggratiskan data mentah migas di Indonesia. Dulu, investor diwajibkan membayar sejumlah dana tertentu untuk memperoleh data tersebut. Melalui kebijakan baru yang akan diterbitkan dalam waktu dekat oleh Menteri ESDM, investor dibebaskan dari biaya akses, tetapi biaya akan dipungut kemudian apabila mereka berhasil menemukan cadangan migas dan siap diproduksikan.
Upaya sebelumnya untuk mendongkrak investasi dalam usaha menambah produksi migas adalah kebijakan skema bagi hasil berdasar produksi bruto atau dikenal sebagai gross split. Skema ini menggantikan skema bagi hasil konvensional dengan model biaya operasi yang dapat dipulihkan atau cost recovery yang sudah diterapkan selama puluhan tahun terakhir. Menurut pemerintah, gross split akan memaksa investor efisien, plus insentif berupa besaran bagi hasil yang lebih fleksibel.
Kembali ke soal keterbukaan data, bagi investor, kelengkapan data dan informasi pada suatu wilayah kerja migas adalah hal paling vital. Kelengkapan data bisa memengaruhi minat investor untuk mengembangkan suatu wilayah kerja tersebut. Semakin lengkap informasi dan datanya, perencanaan pengembangan dan penghitungan keekonomian wilayah kerja menjadi kian terang.
Akan tetapi, keterbukaan data saja belum cukup di tengah kompleksitas bisnis hulu migas Indonesia. Penyederhanaan perizinan, insentif fiskal, dan kepastian regulasi adalah sejumlah hal yang juga dibutuhkan investor. Apalagi, hulu migas di Indonesia punya kontribusi besar bagi penerimaan negara.
Tengok saja penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM) pada 2018. Dari total PNBP sebanyak Rp 217,5 triliun, sebanyak 75 persen atau Rp 163,4 triliun disumbang dari migas. Perolehan itu jauh lebih baik ketimbang pada 2017, di mana hulu migas menyumbang PNBP sebesar Rp 88,6 triliun dan pada 2016 sebesar Rp 48,6 triliun. Memang ada faktor harga minyak dalam hal ini.
Tanpa penemuan cadangan minyak yang baru, Indonesia akan terengah-engah memenuhi kebutuhan energi lantaran produksi yang jauh lebih rendah dari konsumsi.
Belum lagi masalah klasik, yaitu produksi yang terus menurun. Indonesia pernah ada pada masa jaya saat produksi minyak mencapai 1,5 juta barel per hari pada era 80-an. Kini, produksi minyak dalam negeri kurang dari 800.000 barel per hari. Padahal, konsumsi bahan bakar minyak nasional mencapai 1,5 juta barel per hari. Sejak 2004, Indonesia bergantung pada impor minyak untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri.
Upaya untuk terus mendongkrak produksi minyak dalam negeri tak kunjung berhasil. Bahkan, pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2012, terbit Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2012 yang menyerukan jajaran pejabat di bawahnya mendorong tercapainya produksi minyak 1,01 juta barel per hari pada 2014. Nyatanya, tak pernah ada realisasi sebesar itu sampai detik ini.
Produksi minyak yang terus merosot sejalan dengan usia sumur minyak yang terus menua. Penurunan produksi adalah hal alamiah. Oleh karena itu, wajib hukumnya menemukan cadangan minyak baru berskala raksasa. Sebagian besar produksi migas yang dinikmati sekarang ini adalah hasil dari lapangan-lapangan tua yang usianya lebih dari 50 tahun.
Jadi, kata kunci menambah cadangan migas dalam negeri adalah eksplorasi. Keterbukaan data migas untuk menggairahkan eksplorasi harus dibarengi dengan kemudahan perizinan, penyederhanaan birokrasi, dan insentif. Seperti yang dituturkan salah satu pengusaha hulu migas Indonesia, sejak ditemukannya cadangan terbukti, butuh waktu 10 tahun sampai 15 tahun agar cadangan itu bisa diproduksi. Penyebabnya adalah perizinan yang berlapis dan birokrasi kompleks.