”Setan Merah” yang Malas
Jarak lari skuad Manchester United tertinggal 8,3 kilometer dari Everton saat dibantai empat gol tanpa balas. Pemain-pemain muda dengan rata-rata usia 26,5 itu tahun malas berlari. Tidak sesuai dengan harapan sang manajer Ole Gunnar Solskjaer.
Jarak lari skuad Manchester United tertinggal 8,3 kilometer dari Everton saat dibantai empat gol tanpa balas. Pemain-pemain muda dengan rata-rata usia 26,5 itu tahun malas berlari. Tidak sesuai dengan harapan sang manajer, Ole Gunnar Solskjaer.
”Saya ingin tim ini menjadi yang paling bekerja keras di liga. Seperti halnya yang dilakukan saya dan rekan-rekan di bawah asuhan Sir Alex Ferguson,” kata Solskjaer pada (22/4/2019 setelah kalah 0-4 di markas Everton, Stadion Goodison Park, Liverpool.
Solskjaer masih mengingat perlakuan mantan manajernya, Ferguson. Saat itu MU yang memiliki pemain terbaik, seperti Ryan Giggs, Gary Neville, dan David Beckham, dituntut berlari lebih banyak dari tim lawan setiap pekan.
Ferguson yang meraih 13 trofi liga domestik bersama MU pernah berkata, pekerjaan tim membutuhkan pemain hebat, tetapi pemain hebat harus selalu bekerja keras. Dengan dua faktor itu, sang pemain bisa menjadi yang terbaik di dunia. Namun, kerja keras itu tidak tecermin musim ini di skuad MU. Baik saat dipimpin Jose Mourinho, dari awal musim hingga Desember 2018, maupun bersama Solskjaer.
Rendahnya perbandingan jarak lari MU dengan Everton merupakan yang kedua terburuk musim ini. Sebelumnya, saat bersama Mourinho, ”Setan Merah” pernah tertinggal sampai 10,2 kilometer ketika ditumbangkan 0-3 oleh Tottenham Hotspur.
Ya, jujur saja darah saya mendidih. Mereka kembali ke pertahanan seperti hanya pura-pura berlari. Hanya melakukan joging kecil. Itu sampah.
Hingga akhir Maret 2019, MU merupakan tim ketiga terbawah dari sisi daya jelajah lapangan. Paul Pogba dan rekan-rekan berlari rata-rata 108 kilometer per laga, hanya lebih baik dari tim papan bawah, Brighton dan Cardiff City.
Sebelum Mourinho dipecat, MU mencatat rata-rata 106 km. Jumlah lari memang meningkat sedikit pada era Solskjaer. Namun, Setan Merah selalu kalah daya jelajah dalam 15 dari 17 laga di bawah manajer asal Norwegia tersebut.
Kritik keras datang dari mantan bek kanan MU, Gary Neville. Dia melihat alasan buruknya penampilan MU akhir-akhir ini karena para pemain malas berlari dari transisi menyerang ke bertahan. Contohnya terlihat saat tim bermarkas di Stadion Old Trafford itu ditaklukkan 0-3 oleh FC Barcelona, tengah pekan lalu, di Liga Champions.
”Ya, jujur saja darah saya mendidih. Mereka kembali ke pertahanan seperti hanya pura-pura berlari. Hanya melakukan joging kecil. Itu sampah,” kata Neville, yang juga merupakan pengamat sepak bola Inggris, kepada Sky Sports.
Setan Merah sedang dalam masalah besar. Mereka dalam tren buruk, kalah enam kali dari delapan laga. Masalah itu membuat mereka berada di peringkat keenam Liga Primer dan terancam tidak lolos ke Liga Champions musim depan.
Lupa berlari
Anak asuh Solskjaer tidak bisa disalahkan sepenuhnya dalam kurangnya gairah berlari. Kebiasaan itu sudah dibentuk sejak dua musim sebelumnya oleh Mourinho.
Bersama pelatih asal Portugal itu, pemain MU ”lupa” cara berlari. Mereka tidak bermain agresif. Mereka sering kali lebih banyak menunggu di pertahanan, sebelum melakukan serangan balik cepat. Mourinho mengandalkan sepak bola pragmatis dengan efektivitas tinggi.
Pada 2016/2017, MU menjadi tim dengan daya jelajah terendah (105,8 km per laga). Semusim setelahnya, daya jelajah mereka masih rendah, kedua terendah (107,8 km per laga), tetapi berhasil duduk di peringkat kedua klasemen Liga Primer.
Peringkat kedua pada musim 2017/2018 menunjukkan daya jelajah rendah bisa menghasilkan sesuatu yang positif. Dengan catatan, sang pelatih cocok dengan gaya bermain tidak agresif.
Masalahnya, pendekatan Solskjaer jauh berbeda dengan Mourinho. Pelatih berusia 46 tahun ini menginginkan permainan modern dengan cara menekan penuh lini pertahanan lawan. Strategi itu membutuhkan fisik dan upaya berlari dari para pemain.
Baca juga: Sejauh Mana Kekuatan Kaki-kaki Letih ”Setan Merah”?
Baca juga: ”Deja Vu” Dua Dekade Manchester
Gaya agresif itu ditampilkan pelatih tim papan atas lain, seperti Unai Emery (Arsenal), Juergen Klopp (Liverpool), Mauricio Pochettino (Spurs), dan Maurizio Sarri (Chelsea). Perbedaannya dengan MU, permainan modern itu bisa berjalan karena daya jelajah pemain tim-tim tersebut cukup tinggi.
Keempat tim itu berada dalam 10 besar daya jelajah tertinggi per laga musim ini. Liverpool di peringkat kelima (116 km), Arsenal di peringkat ketujuh (115 km), Spurs di peringkat kedelapan (114,2 km), dan Chelsea di peringkat ke-10 (113,4 km).
Juara bertahan Manchester City berada di peringkat ke-12 (112,1 km). Daya jelajah anak asuhan Josep Guardiola memang tidak terlalu tinggi.
Namun, dengan penguasaan bola rata-rata 64 persen, tertinggi di liga, City tetap bisa bermain agresif. Mereka biasanya menekan di setengah lapangan lawan, sebelum bola kembali terebut. Kondisi itu tidak berlaku untuk MU karena mereka hanya mampu menguasai bola rata-rata 53,2 persen.
Waktu berbenah
Solskjaer sempat berhasil menampilkan gaya agresif bersama Pogba dan rekan-rekan. Meski selalu kedodoran pada babak kedua karena kelelahan, MU tidak terkalahkan dalam 10 laga pertama kedatangan Solskjaer.
Namun, tiga kompetisi, Liga Primer, Liga Champions, dan Piala FA, membuat para pemain ”kehabisan bensin”. Beberapa di antaranya mengalami cedera, seperti Jesse Lingard, Ander Herrera, dan Anthony Martial, serta sisanya mulai menurun performanya.
Saya akan sukses di sini. Dan ada pemain yang tidak akan menjadi bagian dari kesuksesan itu. Kami akan berbenah musim depan.
Hal itu tidak bisa dihindari karena pemain-pemain tersebut tidak dibebani latihan fisik berat pada pramusim. ”Kami tahu, kebugaran para pemain tidak cukup baik,” ucap manajer yang pernah membawa Cardiff degradasi.
Karena itu, dalam beberapa laga terakhir, dia memercayai pemain muda seperti Fred (26) dan Scott McTominay (22). Keduanya menjadi penjelajah tertinggi di lapangan di antara pemain lain. Mereka berlari lebih dari 11 km dalam dua leg melawan Barca.
Menurut The Guardian, Solskjaer akan membenahi total permasalahan fisik dalam masa pramusim. Dia sudah mengetahui pemain-pemain yang cocok dengan skema permainannya.
”Saya akan sukses di sini. Dan ada pemain yang tidak akan menjadi bagian dari kesuksesan itu, tetapi banyak juga yang ada di dalamnya. Kami akan berbenah musim depan walaupun tidak akan mengubah seisi tim,” kata mantan pemain yang dijuluki super sub tersebut.
Walaupun punya rencana panjang, pasukan MU tidak punya waktu berbenah. Kamis (25/4/2019) ini, mereka sudah ditunggu City dalam Derbi Manchester. Mereka wajib menang demi menjaga peluang lolos ke Liga Champions.
Jika kalah, Setan Merah tampaknya harus belajar lari dari kenyataan. Selain berpotensi besar tidak lolos ke turnamen terbesar di Eropa, MU juga akan kesulitan membeli pemain bintang yang menjadikan Liga Champions sebagai syarat kepindahan. (AP/REUTERS/BBC/KEL)