ROMA, MINGGU – Rafael Nadal akhirnya mendapat momentum yang menjadikannya sebagai favorit juara Grand Slam Perancis Terbuka. Gelar juara ATP Masters 1000 Roma, Italia, yang direngkuhnya pada Minggu (19/5/2019) tengah malam WIB, memunculkan namanya yang tenggelam karena kekalahan pada tiga turnamen tanah liat sebelumnya.
Gelar Roma Masters didapat setelah mengalahkan salah satu rival beratnya, Novak Djokovic, dalampada partai final. Nadal menang, 6-0, 4-6, 6-1.
Banyak makna dari kemenangan itu. Salah satunya, Nadal kembali memimpin daftar juara turnamen Masters 1000 dengan 34 gelar, unggul satu gelar dari Djokovic. Gelar juara kesembilan di Roma juga membalas kekalahan telaknya dari Djokovic pada pertemuan di final Australia Terbuka, Januari.
Saat itu, Nadal yang tak kehilangan satu set pun pada enam laga sejak babak pertama hingga semifinal, tak kuasa menahan ketangguhan Djokovic. Nadal kalah 6-3, 6-2, 6-3.
Namun, ada hal lain yang membuat kemenangan di lapangan tanah liat Foro Italico itu makin bermakna. Sukses itu membangkitkan kepercayaan diri Nadal untuk turnamen berikutnya, Perancis Terbuka, 26 Mei-9 Juni.
Petenis Spanyol itu memang menguasai lapangan tanah liat Roland Garros, Paris. Dia 11 kali juara dari 14 penampilan sejak 2005, yang membuatnya dijuluki ”Raja Lapangan Tanah Liat”.
Akan tetapi, perjalanannya di lapangan berlapiskan tumbukan batu bata itu musim ini tak mulus. Roma Masters menjadi satu-satunya gelar tanah liat sebelum Perancis Terbuka.
Dalam turnamen lainnya, Monte Carlo, Barcelona, dan Madrid, dia tersisih di semifinal. Nadal kalah bersaing dengan Fabio Fognini, Dominic Thiem, dan Djokovic, petenis yang masing-masing menjuarai turnamen tersebut.
Hanya pada 2015, Nadal mengalami hal yang sama, tanpa gelar pemanasan Perancis Terbuka, hingga akhirnya gagal pula di Roland Garros. Langkahnya dihentikan Djokovic pada perempat final.
Biasa
Rentetan kekalahan itu dihadapinya dengan normal, sama seperti ketika dia menang. Kebiasaan ini muncul dari didikan paman yang juga mantan pelatihnya, Toni Nadal, sejak kecil. Pada masa kecil hingga remaja, Toni tak pernah memuji Nadal meski juara. Bagi Toni, selalu ada kekurangan yang harus diperbaiki keponakannya itu.
Saya tidak terlalu banyak mengeluh saat bermain buruk, punya masalah, atau cedera. Saya hanya berusaha bersikap dengan benar, tetap berlatih dengan gairah yang sama setiap hari.
"Itu saya lakukan sepanjang karier. Itulah sebabnya saya selalu memiliki kesempatan untuk bangkit, seperti saat ini,” tuturnya, dikutip dari laman resmi ATP.
Sikap itu diwujudkan dengan penampilannya yang solid di Roma. Sebelum mengalahkan Djokovic, dia menyingirkan Stefanos Tsitsipas, petenis yang mengalahkannya pada semifinal Madrid. Babak kedua dan ketiga, yang berlangsung dalam satu hari karena hujan menunda semua pertandingan babak kedua, dimenangi dengan msaing-masing hanya kehilangan satu gim.
”Banyak yang membahas saya belum juara pada tahun ini. Saya memberikannya pada Anda kali ini. Bagi saya, yang terpenting dari gelar ini adalah saya bisa tampil dengan baik lagi, kompetitif, dan fit. Saat semua itu saya rasakan, saya selalu punya peluang untuk juara,” katanya.
Kebangkitan itu kembali memunculkan nama Nadal sebagai salah satu favorit juara di Roland Garros, seperti yang diakui Djokovic. ”Nadal adalah favorit nomor satu, tak diragukan lagi. Setelah itu, barulah nama petenis-petenis lainnya,” katanya. (AFP/REUTERS)