JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dan Komisi XI DPR menyepakati empat asumsi makro dalam pembicaraan pendahuluan RAPBN 2020. Asumsi makro itu lebih optimistis dibandingkan dengan 2019.
Keempat asumsi itu adalah pertumbuhan ekonomi yang berkisar 5,2-5,5 persen, inflasi 2-4 persen, suku bunga surat perbendaharaan negara (SPN) 3 bulan sebesar 5-5,5 persen, dan nilai tukar Rp 14.000-Rp 14.500 per dollar AS.
Pemerintah meyakini kondisi keuangan global berangsur-angsur membaik sehingga berdampak positif terhadap perekonomian RI.
”Kami menitikberatkan perhatian pada batas atas target pertumbuhan ekonomi untuk menumbuhkan optimisme,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Senin (17/6/2019).
Tahun ini, pemerintah dan DPR menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,3 persen, inflasi 3,5-4,5 persen, SPN 3 bulan sebesar 5,3 persen, dan nilai tukar Rp 15.000 per dollar AS.
Sri Mulyani menambahkan, situasi ekonomi global pada 2020 diperkirakan berangsur-angsur membaik kendati masih diselimuti ketidakpastian akibat perang dagang Amerika Serikat-China. Pertumbuhan ekonomi China, yang diperkirakan melemah dari 6,3 menjadi 6,1 persen, akan memengaruhi perekonomian negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Situasi ekonomi global pada 2020 diperkirakan berangsur-angsur membaik.
Namun, pemerintah tetap meyakini batas atas pertumbuhan ekonomi bisa tercapai seiring konsistensi kebijakan dalam memperbaiki permasalahan struktural di sisi penawaran. Berbagai terobosan dirancang agar perekonomian tumbuh tinggi tanpa menekan kinerja ekspor dalam neraca pembayaran Indonesia.
Sri Mulyani memaparkan, terobosan kebijakan itu antara lain redesain belanja pemerintah untuk transfer dana ke daerah. Kriteria pemberian dana insentif daerah akan diperbarui agar daerah berlomba-lomba menarik investasi dan memperbaiki kinerja ekspor. Investasi harus diupayakan tumbuh di atas 7 persen setiap tahun.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menambahkan, prospek ekonomi global yang membaik juga melandasi penyusunan asumsi makro untuk nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. BI menetapkan asumsi nilai tukar rupiah lebih optimistis daripada pemerintah, yakni Rp 13.900-Rp 14.300 per dollar AS.
”Kondisi pasar keuangan global akan lebih baik dibandingkan dengan tahun ini. Pada 2020, perang dagang AS-China mereda, ditambah kebijakan bank sentral di negara-negara yang dovish atau lebih lunak dan berhati-hati,” kata Perry.
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate kemarin, nilai tukar rupiah Rp 14.346 per dollar AS.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang PS Brodjonegoro menekankan, perekonomian RI pada 2018 sampai dengan triwulan I-2019 ditopang konsumsi rumah tangga. Jika situasi ini terus berlanjut, pertumbuhan ekonomi akan tertahan pada kisaran 5,3 persen.
”Investasi harus didorong tumbuh 7 persen setiap tahun untuk keluar dari pertumbuhan potensial maksimal 5,3 persen,” kata Bambang.
Utang luar negeri
Utang luar negeri Indonesia per akhir April 2019 meningkat 8,7 persen dibandingkan dengan April 2018. Kenaikan utang luar negeri ini didominasi kenaikan utang swasta.
Berdasarkan data yang dirilis BI, utang luar negeri Indonesia per April 2019 sebesar 389,3 miliar dollar AS atau Rp 5.584 triliun. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko dalam siaran pers menyebutkan, utang naik karena transaksi penarikan neto utang luar negeri.
Ekonom PT Bank Central Asia Tbk, David Sumual, menilai, peningkatan utang luar negeri yang tak sejalan dengan perbaikan kinerja ekspor membuat beban utang Indonesia makin berat. (KRN/DIM)