JAKARTA, KOMPAS — Pengelola Bali United, PT Bali Bintang Sejahtera Tbk, resmi melantai di Bursa Efek Indonesia dengan kode saham BOLA, Senin (17/6/2019). Dalam aksi itu, perseroan menghimpun dana segar Rp 350 miliar. Pencatatan klub sepak bola Indonesia di pasar saham ini diharapkan dapat menambah jumlah investor berlatar belakang fans klub sepak bola itu.
”Korelasi ini yang ingin kami bangun sehingga para fans tidak hanya punya rasa memiliki, tetapi juga mengikuti perkembangan yang terjadi. Ini juga akan menjadi pengawasan sosial dalam meningkatkan performa pengelolaan klub,” kata Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI) I Gede Nyoman Yetna di Jakarta, Senin.
Direktur Utama BEI Inarno Djajadi berharap, aksi korporasi Bali United dapat menjadi ”lokomotif” bagi klub-klub sepak bola profesional di Indonesia untuk memperoleh sumber dana alternatif dari pasar modal.
Sebagai perusahaan terbuka, pengelolaan klub sepak bola wajib memenuhi aspek tata kelola yang baik. Hal itu merupakan syarat yang harus dipenuhi emiten pasar modal, antara lain terkait dengan transparansi, akuntabilitas, independensi, dan kejujuran dalam mengelola perusahaan.
Otoritas bursa, lanjut Nyoman, telah bertemu dengan jajaran manajemen Arema FC untuk membicarakan potensi penawaran saham perdana (initial public offering/IPO). Selain itu, Persija Jakarta dan Persib Bandung juga masuk dalam pantauan sebagai klub sepak bola yang berpotensi melantai di bursa saham.
”Kami sudah mendekati Persija dan Persib. Mudah-mudahan dalam waktu dekat bisa bertemu, seperti yang sudah kami lakukan dengan Arema,” kata Nyoman.
Bali United menunjuk PT Buana Capital Sekuritas dan PT Kresna Sekuritas sebagai penjamin pelaksana emisi dari proses penawaran saham perdana.
Direktur Utama PT Kresna Sekuritas Octavianus Budiyanto mengatakan, aksi klub sepak bola nasional melantai di bursa saham merupakan fenomena menarik. Sebab, industri sepak bola termasuk industri yang berpotensi di Tanah Air.
”Potensi besar datang dari pendukung fanatik dan jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar. Hal ini terbukti dari antusiasme pembelian saham Bali United yang sudah melebihi permintaan sejak penawaran hari kedua,” ujarnya.
Secara bisnis, Bali United memiliki tiga segmen kegiatan usaha, yakni manajemen klub sepak bola profesional, agensi olahraga, dan bisnis restoran. Dana hasil IPO akan digunakan untuk modal kerja perseroan (60,5 persen), menambah modal anak-anak perusahaan (20,4 persen), dan belanja modal (19,1 persen).
Melonjak
Bali United melepas 2 miliar lembar saham, atau setara dengan 33,33 persen dari setoran modal. Saham Bali United dijual Rp 175 per lembar. Pada penutupan perdagangan, harga sahamnya melonjak 69,14 persen menjadi Rp 296.
Klub yang bermarkas di Stadion Kapten I Wayan Dipta, Gianyar, Bali, ini pada 2018 membukukan pendapatan Rp 115,2 miliar, naik 119,43 persen dalam setahun. Tahun ini, klub menargetkan pendapatan Rp 230 miliar.
Tahun lalu, Bali United mencatatkan laba bersih Rp 5,52 miliar. Adapun tahun ini, sampai dengan Mei, laba yang diraih Rp 4,96 miliar.
Direktur Utama Bali United Yabes Tanuri memaparkan, 60-70 persen pendapatan Bali United dari pemasukan dana sponsor. Bisnis cendera mata berkontribusi 15 persen terhadap pendapatan.
”Sisanya, sumber pendapatan Bali United berasal dari pengelolaan sejumlah anak usaha seperti kafe, agensi pemasaran, media, akademi sepak bola, dan e-sport,” ujarnya.
Yabes meyakini, dari sisi bisnis, Bali United memiliki banyak aspek yang akan menarik investor untuk membeli saham klub. Apalagi, klub memiliki basis pendukung cukup besar dengan rata-rata 13.000 penonton kandang per pertandingan.
Pelatih Bali United Stefano ”Teco” Cugurra mengungkapkan, sekitar 60,5 persen dana yang diperoleh dari pasar modal digunakan sebagai anggaran belanja pemain dan perbaikan infrastruktur latihan klub. (DIM)