Semua Agama Serukan Persatuan dan Hormati Kemanusiaan
›
Semua Agama Serukan Persatuan ...
Iklan
Semua Agama Serukan Persatuan dan Hormati Kemanusiaan
Setiap kali berbicara tentang agama, pada saat itu pula manusia ditatapkan pada perbedaan-perbedaan. Padahal, semua agama dan kitab suci menekankan persatuan dan memiliki tema yang sama, yaitu manusia dan kemanusiaan.
Oleh
Aloysius Budi Kurniawan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setiap kali berbicara tentang agama, pada saat itu pula manusia ditatapkan pada perbedaan-perbedaan. Padahal, semua agama dan kitab suci menekankan persatuan dan memiliki tema yang sama, yaitu manusia dan kemanusiaan.
Penekanan tersebut disampaikan Imam Besar Masjid Istiqlal Prof Nasaruddin Umar saat membuka International Conference on Interfaith and Spirituality ”The Fusion of Human Horizon in the Transcendental Spirituality”, Plaza Sinarmas, Jakarta, Minggu (23/6/2019). Acara ini diselenggarakan Nasaruddin Umar Office bersama Yayasan Muslim Sinarmas dalam rangka peringatan ulang tahun ke-60 Prof Nasaruddin Umar.
”Kita tidak boleh menggunakan agama dan kitab suci sebagai dalil untuk melegitimasi kekuatan, kekerasan, kebatilan, serta kezaliman. Agama harus tampil sebagai penyejuk dan pencerah. Agama harus tampil sebagai kekuatan bangsa, tampil sebagai kekuatan kemanusiaan dan bukan justru merendahkan kemanusiaan,” ucapnya.
Menurut Nasaruddin, selama ini suasana keagamaan kita terlalu formal dan cenderung menekankan perbedaan ”hitam dan putih”. Dalam situasi seperti ini, agama seharusnya tampil sebagai penyejuk, sebagai pencerah, mampu tampil sebagai kekuatan bangsa serta kekuatan kemanusiaan, bukan justru merendahkan kemanusiaan.
”Semua kitab suci menekankan persatuan dan lebih mendambakan peningkatan martabat kemanusiaan karena inti dari bahasa agama adalah bagaimana mengangkat martabat kemanusiaan. Jadi, kalau ada orang menggunakan bahasa agama untuk menjerumuskan kemanusiaan, berarti dia keliru dalam memahami agama dan kitab suci. Kekeliruan terjadi karena di dalamnya terkandung indikasi kepentingan politik, kepentingan sesaat, kepentingan dagang, kepentingan keluarga dan kepentingan subyektif lainnya,” paparnya.
Nasaruddin sangat menyayangkan ketika muncul agamawan yang justru memberikan pernyataan yang membuat keruh suasana juga ilmuwan yang justru mengajak orang untuk saling berhadapan satu sama lain. Agar bangsa ini bisa bersatu, siapa pun mesti kembali mendengarkan hati nurani masing-masing dan tidak perlu menjadi resah hanya karena perbedaan agama, suku, etnis, dan sebagainya.
Manifestasi dari satu wujud
Tokoh agama dari Aljazair, Abdul Aziz Abbaci, mengatakan, semua agama adalah manifestasi dari satu wujud, yaitu Tuhan yang mutlak, absolut, dan tak terbatas. Menurut dia, agama adalah penciptaan manusia karena kebutuhan tertentu, entah sosial, psikologis, dan sebagainya. Karena itulah, agama tak ada yang mewakili realitas tertentu dan semuanya subyektif.
”Pandangan Al Quran tentang kesatuan dan keberagaman menyebutkan bahwa keberagaman adalah keuntungan untuk membangun kesatuan yang lebih kuat, bukan ancaman. Kita diciptakan beragam, tetapi tujuannya adalah untuk saling mengenal,” terangnya.
Rektor Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Simon Petrus Lili Tjahjadi mengatakan, pada kenyataannya, agama kadang menjadi biang keladi dari perpecahan yang sengit. Ia mencontohkan, para pemeluk agama Kristen Protestan dan Katolik dahulu sempat bertarung selama 600 tahun sampai akhirnya berujung pada pemisahan antara agama dan politik atau pemerintahan.
”Eropa punya pengalaman ini. Kesatuan kerap kali diancam oleh agama. Agama dengan hukum, ritual, dan doktrinnya kerap kali justru membuat perpecahan. Di tengah zaman yang penuh dengan keterpecahan dan peredaran hoaks, kita mesti lebih bersatu dengan Tuhan agar tidak terombang-ambing dengan situasi,” paparnya.
Pembicara lain, Pendeta Tjahjadi Nugroho mewakili Kristen Protestan menyebut agama yang seharusnya menjadi rahmat belum menemukan satu bahasa yang seragam, yaitu bahasa spiritual.
”Iptek sudah menemukan bahasa sains, tapi agama yang harusnya meluhurkan manusia belum menemukan satu bahasa spiritual. Tugas kita sekarang adalah mencari bahasa spiritual itu. Apa bahasa spiritual itu? Kejujuran belum kita capai. Ini yang perlu kita cari,” katanya.
Pencerahan dari agama lain
Mewakili agama Hindu hadir Ketua Umum Asosiasi Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Se-Indonesia Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet. Melalui kesaksiannya berelasi dengan penganut agama apa pun di seluruh Indonesia, ia mengatakan, kita semua bisa mendapatkan nilai-nilai pencerahan dan penguatan keagamaan masing-masing dengan memahami dan menyelami semua agama. ”Inti dari semua agama adalah cinta kasih, persaudaraan, dan kebersamaan yang melebihi toleransi, beyond tolerance,” ujar Pengelingsir.
Inti dari semua agama adalah cinta kasih, persaudaraan, dan kebersamaan yang melebihi toleransi, beyond tolerance.
Tokoh agama Buddha Bhikku Dhammsubho mengatakan, agama selama ini seolah-olah kehilangan daya tangkal. ”Dulu orang beragama tenteram, sekarang malah menakutkan. Lalu di mana peran agama? Agama bukannya kehilangan daya tangkal, tetapi agama didorong bergeser posisi dan beralih fungsi,” ucapnya.
”Seharusnya agama menjadi jalan kepada Yang Esa, tetapi malah didorong menjadi eksakta, menjadi alat pemenangan. Biarlah agama kembali ke khitahnya, ke fungsinya sebagai penuntun spiritualitas kehidupan yang menenteramkan,” ujarnya.
Mantan Ketua Matakin yang juga tokoh Khonghucu, Uung Sendana, menambahkan, semua agama dikaruniai benih-benih kebajikan, mulai dari cinta kasih, kebenaran, kesusilaan, dan kebijaksanaan. Tugas manusialah mengembangkan benih-benih kebajikan itu agar semakin bercahaya gemilang demi kemaslahatan seluruh dunia.