Fenomena embun beku di Dataran Tinggi Dieng, Kabupaten Banjarnegara, jadi daya tarik khusus bagi pengunjung destinasi wisata andalan Jawa Tengah itu. Pengunjung meningkat hingga 17.000 orang pada akhir pekan dan 5.000 orang pada hari biasa.
Oleh
MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
BANJARNEGARA, KOMPAS — Fenomena embun beku atau dikenal dengan embun upas di Dataran Tinggi Dieng, Kabupaten Banjarnegara, menjadi daya tarik khusus bagi pengunjung destinasi wisata andalan Jawa Tengah tersebut. Jumlah pengunjung meningkat hingga 17.000 orang pada akhir pekan dan sebanyak 5.000 orang pada hari biasa.
”Pada hari biasa, jumlah pengunjung hanya sekitar 3.000 orang, sedangkan akhir pekan jumlahnya sekitar 10.000 orang. Wisatawan yang datang berasal dari kota-kota besar, seperti Jakarta,” kata Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Wisata Dieng Aryadi Darwanto, Selasa (25/6/2019), di Dieng.
Ia menyampaikan, pengunjung biasanya datang sebelum jam loket wisata buka, yaitu pukul 04.00 hingga pukul 06.00, untuk melihat fenomena embun beku. Akibatnya, jumlah wisatawan belum terdata secara pasti. Jumlah wisatawan juga meningkat karena dampak libur anak-anak sekolah.
”Wisatawan sangat tertarik melihat embun beku karena ini fenomena unik. Di daerah tropis dan untuk menyaksikannya pun mudah, orang tinggal parkir dan di depan mobil terlihat ada esnya,” ujar Aryadi.
Cuaca ekstrem kembali melanda Dataran Tinggi Dieng di Kabupaten Banjarnegara, Selasa, 25 Juni, dan menyebabkan embun beku. Suhu turun hingga di bawah nol derajat celsius terjadi sejak pertengahan Mei. Hingga kini telah terjadi 10 kali embun beku dan suhu paling ekstrem terpantau hingga angka minus 9 derajat celsius.
Pada Selasa sekitar pukul 05.00, suhu di sekitar pelataran Candi Arjuna, Dieng, terpantau hingga minus 7 derajat celsius. Air yang ditampung pada nampan membeku seperti es yang berada di dalam lemari es.
Embun juga tampak membeku di hamparan rumput serta daun di semak belukar. Permukaan rumput yang kuning dan hijau pun memutih oleh butiran es. Sejumlah pengunjung antusias mengabadikan momen tersebut. Ada yang berfoto bersama keluarga, ada pula yang berswafoto.
”Saya berasal dari Wonosobo. Meskipun dekat, baru kali ini saya ke sini melihat embun beku,” ucap Mita Yuniarsa (30) yang datang bersama suami dan anaknya.
Ahmad (45), pengunjung dari Kuningan, Jawa Barat, juga mengaku kagum dan senang melihat embun beku di Dieng. ”Senang sekali bisa melihat embun beku. Saya baru pertama kali datang ke Dieng,” ujar Ahmad yang datang bersama teman-temannya.
Ancam kentang
Meskipun menjadi daya tarik bagi wisatawan, embun beku mengancam tanaman kentang milik petani. Kepala Desa Dieng Kulon Slamet Budiono menyebutkan, tanaman kentang yang terkena embun beku mencapai 1 hektar.
”Embun mengancam tanaman kentang. Tanaman yang tidak kuat akan kering dan layu. Jika embun upas terus terjadi, tentu akan merusak tanaman kentang lebih luas,” ujarnya.
Sukijo (45), petani kentang, mengatakan, dirinya menanam kentang di atas lahan berukuran 60 meter x 30 meter dan separuh di antaranya telah mati terkena embun beku.
”Sebagian mati karena masih berusia 30 hari. Daunnya kering dan menghitam kena embun es. Untuk tanaman lainnya yang sudah berusia 50 hari masih bisa bertahan. Tapi kalau ada embun es lagi yang lebih tebal, bisa mati juga,” tutur Sukijo yang merugi hingga Rp 50 juta.
Kepala Stasiun Geofisika BMKG Banjarnegara Setyoajie Prayoedhie mengatakan, berdasarkan analisis, cuaca ekstrem ini terjadi antara lain karena adanya anomali cuaca. Aliran massa udara di wilayah Indonesia saat ini didominasi angin timur dengan karakteristik massa udara dingin dan kering yang berasal dari Benua Australia.
”Diprediksi cuaca ekstrem ini terjadi hingga dasarian 3 atau akhir bulan ini,” ucap Setyoajie.