JAKARTA, KOMPAS — Majelis hakim konstitusi menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi tidak berwenang menyelesaikan pelanggaran administrasi pemilihan umum yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif. Sebab, kewenangan menyelesaikan pelanggaran itu ada di Badan Pengawas Pemilihan Umum.
Hal tersebut disampaikan Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul dalam sidang sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, Kamis (27/6/2019). Sidang dengan agenda pembacaan putusan majelis hakim tersebut dimulai pukul 12.40 WIB dan dipimpin langsung Ketua MK Anwar Usman.
Manahan mengatakan, penilaian majelis hakim yang menyatakan bahwa MK tidak berwenang menyelesaikan pelanggaran administrasi pemilihan umum (pemilu) yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) diambil berdasarkan pertimbangan ketentuan dari Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Nomor 8 Tahun 2018.
Pasal 37 Peraturan Bawaslu itu menyebutkan pula sanksi bagi peserta pemilu yang terbukti melanggar administrasi pemilu TSM. Sanksi tersebut adalah pembatalan sebagai calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, atau pasangan calon presiden-wakil presiden.
”Jika terjadi pelanggaran pemilu bersifat TSM, hal itu harus terselesaikan sebelum perselisihan tentang hasil pemilu di MK. Hal ini menunjukkan, pembuat undang-undang sudah konsisten berpegang pada Pasal 24c Ayat (1) UUD 1945, yaitu dalam konteks sengketa pemilu, MK hanya berwenang mengadili perselisihan hasil pemilu,” katanya.
Jika terjadi pelanggaran pemilu bersifat TSM, hal itu harus terselesaikan sebelum perselisihan tentang hasil pemilu di MK. MK hanya berwenang untuk mengadili perselisihan hasil pemilu.
Hakim Konstitusi Saldi Isra dan Suhartoyo juga menyampaikan pandangan terkait posisi MK untuk menangani persoalan pelanggaran pemilu. Menurut Suhartoyo, MK menganggap sengketa pemilu diputuskan dari dalil yang bersifat kualitatif dan kuantitatif.
”Maka dari itu, bukan dalam memeriksa yang didalilkan maka mahkamah akan menjadi badan yang menangani semua permasalahan hukum pemilu. Ini juga menihilkan lembaga-lembaga lain bilamana lembaga yang diberi wewenang tidak melaksanakan tugasnya,” ujar Suhartoyo.
Terkait dalil dari pemohon yang menyatakan adanya penyalahgunaan birokrasi dan karyawan BUMN, Hakim Kkonstitusi Arief Hidayat mengatakan, MK tidak menemukan adanya unsur pelanggaran tersebut. Sebab, MK tidak menemukan adanya fakta terkait intimidasi dan arahan bagi pemilih untuk mengenakan baju putih.
”Terlebih apabila disebut memiliki relevansi dengan perolehan suara. Maka dari itu, MK berpendapat bahwa dalil pemohon tidak relevan dan karenanya harus dikesampingkan,” kata Arief.
Selain majelis hakim, sidang putusan sengketa Pilpres 2019 tersebut juga dihadiri pihak pemohon, termohon, dan pihak terkait. Dari pihak pemohon hadir Ketua Tim Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto; dari pihak termohon, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan kuasa hukum; dari pihak terkait, yaitu Tim Hukum Joko Widodo-Ma’ruf Amin yang diketuai Yusril Ihza Mahendra; serta pihak Bawaslu.