Komisi Pemberantasan Korupsi mengagendakan pemanggilan atas dua tersangka perkara korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Kedua tersangka adalah pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia, Sjamsul Nursalim, dan istrinya, Itjih Nursalim.
Oleh
Sharon Patricia
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Untuk pertama kalinya, Komisi Pemberantasan Korupsi mengagendakan pemanggilan atas dua tersangka perkara korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Kedua tersangka adalah pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia, Sjamsul Nursalim, dan istrinya, Itjih Nursalim.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, agenda pemeriksaan ini terkait perkara tindak pidana korupsi pemberian surat keterangan lunas kepada pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Pemberian surat keterangan lunas ini terjadi pada 2004.
”Perkara ini sehubungan dengan pemenuhan kewajiban aset oleh obligator Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN),” kata Febri, di Jakarta, Jumat (28/6/2019).
Kasus Sjamsul dan Itjih merupakan pengembangan atas kasus Syafruddin A Temenggung, mantan Kepala BPPN yang ditangani KPK sebelumnya. Kini, Syafruddin telah dijatuhi hukuman 15 tahun penjara oleh pengadilan tingkat banding karena dinilai terbukti korupsi dalam pemberian surat keterangan lunas untuk BDNI.
Sebelumnya, baik Sjamsul maupun Itjih pernah dipanggil KPK untuk dimintai keterangan atas kasus Syafruddin. Namun, keduanya selalu mangkir dari tiga kali panggilan KPK, yaitu dua kali pada Oktober 2018 dan satu kali pada Desember 2018.
Hingga akhirnya pada 10 Juni 2019, KPK menetapkan Sjamsul dan Itjih sebagai tersangka dalam perkara korupsi BLBI. Penetapan tersangka ini dilakukan setelah KPK menyelidiki dan menemukan bukti permulaan yang cukup untuk membuka penyidikan baru tindak pidana korupsi.
Atas kasus ini, ditemukan kerugian negara Rp 4,58 triliun. Hal ini sesuai dengan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Badan Pemeriksa Keuangan pada 2017.
Kerugian ini disebabkan karena Sjamsul membayar kewajibannya menggunakan aset yang dipresentasikan sebagai piutang lancar dan tidak bermasalah. Namun, ternyata aset tersebut tergolong macet sehingga dipandang terjadi misrepresentasi atau memberikan pernyataan yang tidak benar.
Sementara Kuasa Hukum Sjamsul Nursalim, Otto Hasibuan, sebelumnya menyampaikan bahwa Sjamsul telah memenuhi kewajibannya yang dibuktikan dalam surat release and discharge atau pembebasan dan pelepasan serta akta notaris letter of statement. Dengan begitu, Sjamsul tidak dapat lagi dimintai pertanggungjawaban.
Terkait pemanggilan KPK, pengacara Maqdir Ismail menyampaikan hingga saat ini belum ada informasi tentang agenda pemanggilan tersebut. ”Saya juga tidak ada komunikasi tentang agenda panggilan ini,” ujarnya ketika dihubungi Kompas.