”Bencana” terjadi pada hari pertama turnamen tenis Grand Slam Wimbledon. All England Club, London, Inggris, Senin (1/7/2019), menjadi kuburan petenis-petenis unggulan.
Oleh
Yulia Sapthiani
·4 menit baca
LONDON, SENIN — ”Bencana” terjadi pada hari pertama turnamen tenis Grand Slam Wimbledon. All England Club, London, Inggris, Senin (1/7/2019), menjadi kuburan petenis-petenis unggulan.
Diawali dengan tersingkirnya tunggal putri unggulan kedua Naomi Osaka, rentetan kejutan pada babak pertama terjadi dengan kekalahan unggulan keenam dan ketujuh tunggal putra, Alexander Zverev dan Stefanos Tsitsipas. Langkah lima kali juara Wimbledon, Venus Williams, juga terhenti setelah dihentikan penggemarnya, petenis berusia 15 tahun, Cori Gauff.
Osaka bahkan tidak menyelesaikan konferensi pers setelah kekalahannya atas Yulia Putintseva (Kazakhstan), 6-7 (4-7), 2-6. Setelah menjawab pertanyaan pertama, petenis Jepang itu meminta izin pemandu acara untuk keluar dari ruangan.
”Bisakah saya keluar? Saya ingin menangis,” katanya.
Pertanyaan tentang tekanan sebagai petenis yang kian terkenal, setelah menjuarai AS Terbuka 2018 dan Australia Terbuka 2019, pun tak dijawab.
Kekalahan dari petenis yang juga menyingkirkannya pada babak kedua WTA Birmingham, dua pekan lalu, membuat Osaka tak bisa berkonsentrasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan wartawan. Apalagi, itu terjadi setelah dia juga tidak tampil baik pada Perancis Terbuka, 26 Mei-9 Juni. Di arena Grand Slam lapangan tanah liat itu, Osaka kalah pada babak ketiga.
Petenis berusia 21 tahun itu tampil gemilang dengan menjuarai dua Grand Slam beruntun, Amerika Serikat Terbuka 2018 dan Australia Terbuka 2019, serta menjadi petenis nomor satu dunia pada 28 Januari. Namun, pada sembilan turnamen setelah itu, termasuk di Wimbledon, Osaka selalu gagal lolos ke final.
Posisinya di puncak dunia digantikan petenis Australia, Ashleigh Barty, setelah Osaka gagal pada babak kedua WTA Birmingham, sedangkan Barty menjadi juara. Rentetan kegagalan tersebut terjadi setelah berpisah dengan pelatihnya, Sascha Bajin, pada Januari meski Osaka menyatakan apa yang dialaminya tak ada hubungan dengan pemutusan kerja sama dengan Bajin.
Setelah menjuarai Australia Terbuka, Osaka membawa pola pikir tak pernah menetapkan target tinggi di Perancis Terbuka dan Wimbledon. Akan tetapi, cara itu tak juga membawanya keluar dari tekanan.
Naik-turun penampilan Osaka menjadi lanjutan dari cerita persaingan tunggal putri yang dinamis setelah tak ada lagi dominasi dari Serena Williams. Sejak 2016, juara tunggal putri setiap Grand Slam selalu berganti, kecuali saat Osaka juara AS Terbuka 2018 dan Australia Terbuka 2019. Semuanya memiliki kesamaan, tak ada yang bisa tampil konsisten bertahan di papan atas persaingan tingkat tinggi.
Finalis Perancis Terbuka, Marketa Vondrousova (Ceko), misalnya, tersingkir pada babak pertama di Wimbledon. Dia dikalahkan petenis AS, Madison Brengle, 4-6, 4-6.
Tantangan pun akan berada di tangan Barty, juara Perancis Terbuka dan petenis nomor satu dunia saat ini. Petenis Australia berusia 23 tahun itu akan menjalani babak pertama melawan Zheng Shuai (China) pada Selasa mulai pukul 19.00 WIB.
Tekanan
Di tunggal putra, dua petenis muda yang menjadi unggulan tak bisa melewati tekanan pada babak pertama Grand Slam. Petenis Jerman berusia 22 tahun, Zverev, ditaklukkan petenis kualifikasi asal Ceko, Jiri Vesely, 6-4, 3-6, 2-6, 5-7.
”Ada hal di luar lapangan yang memengaruhi saya, tetapi saya tak bisa menjelaskannya sekarang. Yang pasti, hal itu mengganggu saya dalam beberapa hari terakhir,” kata Zverev yang tak pernah melewati babak keempat Grand Slam.
Hanya 15 menit setelah tersingkirnya Zverev, kekalahan dialami semifinalis Australia Terbuka, Tsitsipas (20). Unggulan ketujuh itu kalah dari petenis Italia peringkat ke-89 dunia, Thomas Fabbiano, 4-6, 6-3, 4-6, 7-6 (10-8), 3-6. Ini menjadi kekalahan pertama Tsitsipas dalam babak pertama Grand Slam setelah Australia Terbuka 2018.
”Saya memang tak pantas menang hari ini. Bahkan seharusnya saya kalah dalam tiga set. Saya sangat kecewa,” ujar Tsitsipas mengakui penampilannya yang buruk.
Kejutan para remaja
Tak semua cerita babak pertama pada hari pertama berakhir dengan malapetaka. Dua remaja, Gauff (15) dan Felix Auger-Aliassime (18), memenangi debut mereka di Wimbledon. Ini bahkan menjadi pertandingan pertama Gauff di ajang Grand Slam.
Tak kuasa menahan emosi, Gauff pun menangis setelah mengalahkan Venus Williams, lima kali juara Grand Slam. Dalam persaingan di antara dua petenis dengan perbedaan usia 24 tahun itu, Gauff menang 6-4, 6-4.
”Ini untuk pertama kali saya menangis setelah memenangi pertandingan,” kata Gauff yang tampil pada babak utama Wimbledon setelah mendapat wild card untuk tampil sejak kualifikasi.
Tangis petenis termuda pada babak utama sejak Wimbledon memasuki era Terbuka pada 1968 itu terjadi karena petenis yang dikalahkannya adalah idolanya. Gauff dan ayahnya, Corey, yang menjadi pelatihnya terinspirasi oleh keluarga Williams. Gauff mengidolakan Venus dan Serena Williams, adapun Corey terinspirasi Richard, ayah Williams bersaudara, yang menjadikan kedua putrinya sebagai bintang tenis.
”Di net, Venus mengucapkan selamat dan memberi semangat agar saya terus bermain baik. Saya pun berterima kasih kepada semua yang dia lakukan karena saya tak akan berada di sini jika tanpa Williams bersaudara,” tutur petenis bernama panggilan Coco itu.
Sementara Auger-Aliassime mengalahkan seniornya sesama petenis Kanada, Vasek Pospisil, 5-7, 6-2, 6-4, 6-3. Mengawali tahun 2019 di peringkat ke-106, saat ini Auger-Aliassime berada di posisi ke-21.
Meroketnya petenis keturunan Afrika itu membuatnya menjadi salah satu dari enam tunggal putra yang diunggulkan juara oleh para petaruh. ”Usia saya baru 18 tahun, jadi posisi itu tampaknya terlalu berlebihan bagi saya,” kata Auger-Aliassime yang ditempatkan sebagai unggulan ke-19. (AFP/REUTERS)