Harimau sumatera jantan yang ditemukan dengan kaki terkena jerat di hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan pada Selasa (2/7/2019) terpaksa diamputasi.
Oleh
VINA OKTAVIA
·2 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Harimau sumatera jantan yang ditemukan dengan kaki terkena jerat di hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan pada Selasa (2/7/2019) terpaksa diamputasi. Kondisi kaki kanan depan satwa itu sudah membusuk sehingga telapak kakinya harus dipotong untuk menghindari infeksi menjalar.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah III Lampung Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu Hifzon Hawahiri membenarkan hal tersebut. ”Ya, sekarang harimau masih diisolasi,” ujar Hifzon saat dihubungi dari Bandar Lampung, Sabtu (6/7/2019).
Menurut dia, luka pada kaki kanan depan satwa tersebut sudah membusuk. Jika tidak segera diamputasi, tim medis khawatir infeksi akan menjalar ke organ lain. Kondisi tersebut dapat mengancam keselamatan jiwa satwa dilindungi itu.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas, operasi amputasi dilakukan di Lembaga Konservasi Taman Wisata Lembah Hijau, Bandar Lampung, pada Jumat. Operasi ditangani dua dokter hewan, yakni Erni Suyanti dan Sugeng.
Hingga kini, tim dokter terus memantau perkembangan kesehatan harimau tersebut. Satwa itu masih akan diobservasi oleh tim dokter untuk memastikan tidak ada komplikasi lain setelah operasi.
Masa pemulihan harimau diperkirakan membutuhkan waktu 3-6 bulan. Pemulihan kondisi ini tergantung dari kondisi kesehatan serta makanan dan suplemen yang diberikan.
Sebelumnya diberitakan, seekor harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) ditemukan terkena jerat di hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), Lampung. Harimau terjerat di kawasan zona rimba, sekitar 2 kilometer dari Desa Ringinsari, Kecamatan Suoh, Lampung Barat. Jerat besi itu diduga dipasang pemburu binatang (Kompas, 4/7/2019).
Berdasarkan data yang dihimpun dari TNBBS, pada 2016, populasi harimau di kawasan TNBBS diprediksi mencapai 55 ekor. Jumlah itu meningkat dibandingkan dengan 10 tahun sebelumnya yang hanya 47 ekor. Namun, perburuan liar masih menjadi ancaman serius bagi populasi harimau.
Sunarni Widyastuti, Koordinator Regional Sumatran Tiger Project Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan instansi terkait untuk membantu mengawal kasus itu. Dia berharap, petugas dapat menangkap pelaku yang memasang jerat di hutan.
Sunarni juga mendorong agar pemerintah lebih memprioritaskan patroli khusus pembersihan jerat di hutan. Selain itu, sosialisasi kepada masyarakat tentang perlindungan kawasan hutan dan satwa kunci juga perlu ditingkatkan. Saat ini, masih banyak masyarakat memiliki senjata angin untuk berburu.