Sutopo Purwo Nugroho, Pengabdian hingga Akhir
Setelah berjuang melawan kanker paru-paru yang dideritanya sejak Desember 2017, Sutopo akhirnya mendahului kita. Dia meninggal pada Minggu (7/7/2019) sekitar pukul 02.20 waktu setempat atau sekitar 1.20 WIB di salah satu rumah sakit di St Stamford Modern Cancer Hospital, Guangzhou, China dalam usia 49 tahun.
Lelaki kelahiran Boyolali, Jawa Tengah ini dalam perawatan rumah sakit di Guangzhou sejak 15 Juni 2019. Saat itu, kanker yang dideritanya telah menyebar ke tulang dan beberapa organ vital tubuh. Jenazah Sutopo dijadwalkan tiba di Tanah Air pada Minggu pukul 20.30.
Pengumuman meninggalnya Sutopo itu dikabarkan oleh istri beliau, Retno Utami Yulianingsih, ke para kolega di Badan Nasional Penanggulangan Bencana maupun melalui akun intstagram putranya, ivanka_rizaldy. “Malam ini telah berpulang ke Rahmatullah seorang pahlawan dan ayahanda tercinta saya, Sutopo Purwo Nugroho...,” tulis Ivanka.
Segera saja, informasi tentang meninggalnya Sutopo menyebar luar di sosial media, bahkan menjadi topik trending di twitter. Sutopo memang sosok yang dikenal luas oleh publik.
Selain Muhammad Ivanka Rizaldy Nugroho, Sutopo juga meninggalkan anak bernama Muhammad Aufa Wikantyasa Nugroho. Tak hanya keluarga besarnya, Sutopo ditangisi publik di negeri ini, yang menunjukkan besarnya penghormatan kepada sosok berdedikasi ini.
Ketika masih sehat, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB ini hampir tiap hari muncul di media massa, baik cetak, daring, maupun elektronik untuk memaparkan kejadian bencana yang tak henti merundung negeri ini. Sutopo dikenal sebagai sosok yang tidak pernah menolak permintaan wawancara. Dia juga sigap memberikan data-data yang dibutuhkan untuk disampaikan ke publik.
Sutopo dikenal sebagai sosok yang tidak pernah menolak permintaan wawancara. Dia juga sigap memberikan data-data yang dibutuhkan untuk disampaikan ke publik
Tak hanya di media mainstream, belakangan Sutopo juga sangat aktif menyampaikan informasi bencana dan kesiapsiagaan di media sosial, terutama twitter dengan pengikutnya mencapai 234.800. Terakhir kali dia menyampaikan cuitan pada hari keberangkatannya ke Guangzhou, untuk mengabarkan tentang peta titik panas yang mulai muncul di berbagai wilayah Indonesia. Setelahnya akun twitter Sutopo yang biasanya sangat riuh, seperti mati suri.
Sebagai sesama penyintas kanker, Sutopo bahkan sebelumnya sempat memberikan ucapan bela sungkawa kepada almarhum Ani Yudhoyono melalui twitter. "Selamat jalan Ibu Ani SBY. Ibu sudah tidak sakit lagi. Allah memanggil Ibu larena sayang Ibu. Ibu dipanggil di bulan Ramadhan yang penuh barokah. Jasa Ibu luas biasa untuk negeri ini. Tetaplah berbahagia di surga Ibu," tulis Sutopo.
Semua akun media sosial Sutopo dikelolanya sendiri. Kegiatan ini dilakukannya di tengah membuat materi siaran pers harian yang dikirim ke lebih dari 3.000 kontak. Dalam setahun, Sutopo mengeluarkan sekitar 600 siaran pers atau rata-rata lebih dari sekali per hari. Sutopo berkontribusi besar membawa BNPB sebagai lembaga yang baru dibentuk pada 2008 hingga menjadi begitu dikenal publik.
Sutopo berkontribusi besar membawa BNPB sebagai lembaga yang baru dibentuk pada 2008 hingga menjadi begitu dikenal publik
Dengan dedikasinya ini, tak mengherankan jika Sutopo mendapat sejumlah penghargaan, seperti The First Responder Asia dari The Straits Time, Singapura; The Most Inspirational Aparatur Sipil Negara (ASN) dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi; Communicator of the Year dari Kementerian Komunikasi dan Informatika dan sederet penghargaa lain.
Kepala BNPB Doni Monardo mengatakan, keluarga besar BNPB sangat berduka dan kehilangan atas meninggalnya Sutopo. "Beliau pahlawan kemanusiaan, yang tetap melayani publik walaupun dalam kondisi sakit denga semangat kerja dan pengabdian luar biasa," kata dia.
Informasi akurat
Sebagai juru bicara dan humas BNPB, Sutopo menyadari bahwa tantangan paling berat saat ini adalah menghadapi hoaks. "Ini hanya bisa dilawan dengan memberikan informasi yang akurat kepada masyarakat,” ujarnya memberikan alasan mengenai keaktifannya menyampaikan rilis dan cuitan di sosial media.
Bahkan, setelah divonis kanker, Sutopo masih terus gigih melakukan tugasnya sebagai juru bicara BNPB. Beberapa kali dia memimpin konferensi pers saat terjadi bencana gempa bumi Lombok dan gempa bumi Palu, sekalipun harus menahan rasa sakit yang mendera.
Sutopo tak bisa menyembunyikan sakitnya. Dalam beberapa kali pertemuan sebelum keberangkatannya ke Guangzhou, terlihat sekali perubahan fisiknya. Tubuhnya meringkih dan kurus. Namun, semangatnya tak pernah surut, terutama jika mendiskusikan soal kebencanaan dan memberikan pelatihan kepada wartawan di Indonesia agar bisa memberitakan bencana dengan perspektif yang benar dan mendidik. Di era Sutopo, BNPB rajin melakukan edukasi ke wartawan di daerah-daerah.
Seperti malam itu, Rabu (26/9/2018), selama dua jam lebih dia berbicara kepada peserta pelatihan wartawan di Aceh dan sebelumnya juga di Ambon tentang kebencanaan. Kunjungan ke Aceh dan Ambon itu merupakan yang pertama setelah setahun lebih absen memberikan pelatihan kepada wartawan daerah. Sekalipun untuk bisa terbang ke darah dia harus menggunakan obat pereda nyeri.
"Kanker sudah ke tulang sumsum. Lihatlah punggung saya sekarang sudah bengkok," ujarnya dengan lepas. "Sekarang sudah ikhlas. Ingin menggunakan waktu agar bermanfaat kepada sesama, terutama dalam hal kebencanaan,” ujarnya.
Itulah dua perjumpaan terakhir dengan Sutopo, sosok yang telah mewakafkan hidupnya untuk penanggulangan bencana di Indonesia. Selamat jalan Pak Topo.