Dalam 10 Hari, Ratusan Hektar Lahan di Kalteng Terbakar
›
Dalam 10 Hari, Ratusan Hektar ...
Iklan
Dalam 10 Hari, Ratusan Hektar Lahan di Kalteng Terbakar
Antisipasi pencegahan kebakaran hutan dan lahan di Kalteng baru sebatas sosialisasi dan patroli. Adapun sumur bor belum digunakan untuk pembasahan lahan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Selama 10 hari terakhir, sebanyak 179,42 hektar hutan dan lahan di Kalimantan Tengah terbakar. Antisipasi pencegahan baru sebatas sosialisasi dan patroli, sedangkan sumur bor belum digunakan untuk pembasahan lahan.
Hal itu terungkap dalam rapat Pembekalan Kesiapsiagaan Menghadapi Bahaya Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2019 yang diselenggarakan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Kamis (11/7/2019).
Pelaksana Tugas Kepala Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (BPBPK) Provinsi Kalteng Mofit Saptono mengungkapkan, sampai saat ini pihaknya masih berkoordinasi soal lokasi sumur bor yang sudah dibangun. Hal itu membutuhkan waktu karena sumur bor dibangun oleh banyak pihak di sejumlah lokasi di Kalteng.
”Kami masih mendata kembali jumlah dan lokasi sumur bor yang sudah dibuat, lokasinya itu yang penting. Tetapi, memang itu menjadi koreksi,” kata Mofit di sela-sela kegiatan.
Dari data BPBPK, selama Juli ini terdapat 48 kejadian kebakaran di lahan seluas 179,42 hektar, dengan rincian Kotawaringin Timur (81,78 hektar), Palangkaraya 47,95 (hektar), Kotawaringin Barat (34 hektar), dan Barito Utara (15,69 hektar). Selama tahun 2019, pemerintah mencatat terdapat 287 titik panas dan 109 kali kejadian kebakaran.
Dari data Badan Restorasi Gambut (BRG), jumlah sumur bor yang telah dibuat sebanyak 8.875 buah, yakni tahun 2017 sebanyak 5.275 buah dan tahun 2018 sebanyak 3.600 buah. Sementara sekat kanal yang sudah dibangun mencapai 2.534 buah selama 2017-2018.
Dalam pantauan Kompas di setiap patroli, sumur bor tidak pernah digunakan untuk pembasahan lahan sebagai pencegahan kebakaran. Sumur bor digunakan hanya pada saat kejadian kebakaran atau pemeliharaan.
Mofit menambahkan, pihaknya sampai saat ini masih gencar melakukan patroli kebakaran di setiap kabupaten/kota dengan banyak pihak. Total personel gabungan untuk melakukan pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Kalteng mencapai 8.360 personel.
”Kami terus mengingatkan masyarakat dengan bekerja sama juga dengan BMKG di sini supaya masyarakat tahu kemaraunya kering,” kata Mofit.
Helikopter
Dalam kegiatan itu, hadir juga Staf Ahli BNPB Mayor Jenderal TNI (Purn) Komaruddin. Ia mengungkapkan, pihaknya sudah menyiapkan helikopter sesuai dengan permintaan daerah. Namun, ia berharap helikopter tidak perlu digunakan karena dinilai kurang efektif.
”Bukan hanya mahal, kalau kapasitasnya bawa air 4 ton, saat dibom ke bawah, kan enggak 4 ton lagi karena menyebar. Belum (kondisi) angin dan faktor lainnya,” ungkap Komaruddin.
Komaruddin menjelaskan, dalam penggunaan helikopter, pemerintah mengeluarkan biaya lebih kurang 12.000 dollar AS atau sekitar Rp 170 juta dalam satu jam. Komaruddin menilai, cara gotong royong di lokasi kebakaran akan jauh lebih efektif.
”Makanya, harus dicegah sebelum terbakar. Daerah juga punya prinsip, kalau bisa tidak pakai helikopter, itu bagus,” ujar Komaruddin.
Menurut Komaruddin, dalam proses pencegahan dan pengendalian kebakaran, masyarakat harus dilibatkan. ”Masyarakat yang menunjukkan jalannya karena mereka memahami situasi, kondisi lokasi di lapangan,” tuturnya.