MA Menolak Uji Materi Peraturan Gubernur Bali soal Plastik Sekali Pakai
›
MA Menolak Uji Materi...
Iklan
MA Menolak Uji Materi Peraturan Gubernur Bali soal Plastik Sekali Pakai
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Mahkamah Agung menolak uji materi Peraturan Gubernur Bali yang membatasi penggunaan plastik sekali pakai. Hal ini disambut baik dan menegaskan bahwa kepala daerah memiliki kewenangan penuh untuk menjalankan kewajibannya dalam pengelolaan sampah, termasuk membatasi dan mengurangi timbulan sampah antara lain sampah plastik.
Uji materi ini diajukan Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia karena keberatan dengan Pasal 7 dan 9 (ayat 1) Peraturan Gubernur Bali No.97/2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai (PSP). Mereka menilai Pasal 7 dan 9 ayat 1 merupakan pengaturan berlebihan karena peraturan yang lebih tinggi tidak memberlakukan larangan yang bersifat mutlak. Uji mater ini diregistrasi ke Mahkamah Agung tanggal 13 Maret 2019.
Dalam risalah putusan yang diunduh website MA yang diakses 10 Juli 2019, pada bagian “Mengadili” disebutkan “Menolak permohonan keberatan hak uji materiil dari para Pemohon:1. Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI), 2. Didie Tjahjadi, 3. Agus Hartono Boedi Santoso.
Hal itu diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada 23 Mei 2019 oleh Supandi (Ketua Majelis Hakim dan Ketua Muda Mahkamah Agung Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara), Yulius, dan Yodi Martono Wahyunadi.
Menanggapi putusan itu, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rosa Vivien Ratnawati, Rabu (10/7/2019) di Jakarta, menyambutnya dengan baik. Putusan ini dinilai menguatkan kewenangan pemerintah daerah dalam menjalankan UU 18 tahun 2018 tentang Pengelolaan Sampah.
Salah satu tugas pemerintah daerah tersebut yaitu melakukan pengurangan timbulan sampah. Pembatasan pemakaian plastik sekali pakai – dalam Pergub Bali membatasi kantong plastik, sedotan plastik, dan styrofoam – merupakan bentuk tanggungjawab pemda untuk mengurangi sampah.
Terobosan daerah
Terobosan daerah dalam pengurangan timbulan sampah di Bali merupakan yang pertama di level provinsi. Di tingkat kabupaten/kota, kebijakan ini dimulai oleh Banjarmasin dengan pembatasan pemakaian kantong plastik sekali pakai di ritel moderen yang kemudian disusul daerah lain seperti Bogor, Balikpapan, Kota Jayapura, Padang, dan berbagai daerah lain.
Ketua Harian Gerakan Diet Kantong Plastik Rahyang Nusantara menambahkan putusan MA atas uji materi Pergub No 97/2018 tersebut membuktikan peraturan pelarangan terhadap plastik sekali pakai di Indonesia tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Bahkan dinilai sejalan dengan upaya penyelamatan lingkungan hidup di Indonesia, terutama masalah sampah yang amat serius.
“Ini menjadi bukti dan kekuatan bagi pemerintah daerah lain yang ingin melakukan hal yang sama untuk menanggulangi polusi plastik di daerah masing-masing,”ajaknya.
Ini menjadi bukti dan kekuatan bagi pemerintah daerah lain yang ingin melakukan hal yang sama untuk menanggulangi polusi plastik di daerah masing-masing.
Ia pun mengatakan langkah pelarangan atau pembatasan pemakaian plastik sekali pakai pun merupakan upaya daerah untuk menjalankan Peraturan Presiden No 97 tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sejenis Sampah Rumah Tangga. Di situ, setiap pemerintah daerah mendapatkan pekerjaan rumah untuk menyusun kebijakan dan strategi daerah dalam pengelolaan sampah yang ditargetkan mencapai pengurangan sampah 30 persen pada 2025.
Pada pertimbangannya, Majelis Hakim menilai “..termohon selaku Gubernur Provinsi Bali melalui Peraturan Gubernur menetapkan kebijakan tentang pengelolaan sampah, untuk pengurangan sampah melalui pembatasan timbulan sampah dan program pengurangan sampah, untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan mutu lingkungan agar pemakaian PSP berupa kantong plastik, polysterina (styrofoam) dan sedotan plastik tidak mencemari lingkungan di Provinsi Bali dan tindakan Termohon sesuai peraturan perundang-undangan.
Selain itu, Majelis Hakim menyatakan kebijakan Gubernur Bali tersebut tidak melanggar asas umum pemerintahan yang baik. Dengan kata lain, kebijakan tersebut dinilai bukan merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang dan tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
“Karena itu, permohonan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang diajukan Para Pemohon harus ditolak, dan Para Pemohon dihukum untuk membayar biaya perkara,” tertulis dalam risalah.
Dihubungi hingga petang, Adupi belum memberi keterangan resmi soal ini.