Maksimalkan SDM Perwira dalam Restrukturisasi Organisasi
›
Maksimalkan SDM Perwira dalam ...
Iklan
Maksimalkan SDM Perwira dalam Restrukturisasi Organisasi
Perekrutan perwira TNI harus memperhatikan jumlah anggota yang pensiun dan masuk. Jika jumlah tersebut tidak seimbang, akan terjadi penumpukan perwira yang tidak mendapat jabatan struktural dalam organisasi TNI.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 479 calon perwira remaja atau capaja Tentara Nasional Indonesia akan dilantik Presiden Joko Widodo pada Selasa (16/7/2019). Para perwira remaja nantinya diharapkan bisa mengisi posisi dalam restrukturisasi organisasi TNI. Selain itu, restrukturisasi ini juga harus dioptimalkan untuk mengatasi penumpukan perwira tinggi yang belum mendapat jabatan struktural.
Komandan Jenderal Akademi TNI Laksamana Madya Aan Kurnia di Jakarta, Kamis (11/7/2019), mengatakan, sebanyak 785 capaja TNI dan Polri nantinya akan dilantik Presiden Jokowi di Istana Merdeka, kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta. Mereka terdiri dari 263 calon perwira Akademi Militer, 117 calon perwira Akademi Angkatan Laut, 99 Akademi Angkatan Udara, dan 306 calon perwira Akademisi Kepolisian.
”Para perwira disiapkan untuk menjadi pemimpin TNI dan Polri pada masa mendatang. Selain itu, kami juga butuh SDM (sumber daya manusia) yang mempuni karena percuma memiliki alutsista yang canggih jika SDM tidak andal,” ucapnya saat memberikan pembekalan kepada para capaja di Mabes TNI, Jakarta, Kamis (11/7/2019).
Pada 2018, Presiden Jokowi melantik 446 perwira remaja TNI dengan rincian 225 perwira Akademi Militer, 102 perwira Angkatan Laut, 119 perwira Angkatan Udara. Artinya, ada kenaikan 339 orang yang dilantik pada 2019 dibandingkan perwira remaja pada 2018.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Imparsial Al Araf mengatakan, perekrutan perwira TNI harus memperhatikan jumlah anggota yang pensiun dan masuk. Menurut dia, jika jumlah tersebut tidak seimbang, akan terjadi penumpukan perwira yang tidak mendapat jabatan struktural dalam organisasi TNI.
”Saya belum melihat terjadinya penumpukan tersebut dalam jenjang perwira remaja menuju perwira menengah. Penumpukan ini mulai terjadi pada jenjang perwira menengah menuju perwira tinggi,” ucapnya saat dihubungi dari Jakarta.
Berdasarkan data Pusat Penerangan TNI pada Februari 2019, sebanyak 50 perwira tinggi dan 500 perwira menengah tidak memiliki jabatan struktural dalam organisasi TNI.
”Oleh karena itu, perlu adanya restrukturisasi organisasi TNI dengan mempertimbangkan anggaran dan kebutuhan untuk mengantisipasi ancaman keamanan yang mungkin terjadi,” ucap Al.
Al mengatakan, restrukturisasi bisa dilakukan dengan menambah jumlah divisi Kostrad dan armada baru dalam struktur TNI. Para perwira remaja juga mulai bisa dimasukkan ke dalam struktur baru ini.
Terkait perekrutan perwira, Aan mengatakan, TNI telah memperhitungkan jumlah perwira yang masuk dan yang pensiun. Setelah Presiden Jokowi menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 37 Tahun 2019 tentang Jabatan Fungsional TNI, Aan berencana mengoptimalkan perwira remaja dalam divisi-divisi baru TNI.
”Asisten Personel Panglima TNI sudah memperhitungkan dan membuat kajian terkait kebutuhan TNI selama 10-30 tahun mendatang,” ujarnya.
Bentuk divisi baru
Dihubungi secara terpisah, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Charles Honoris, mengatakan, restrukturisasi organisasi TNI belum berjalanan optimal. Menurut dia, seharusnya TNI bisa mempertimbangkan membentuk divisi baru untuk mengantisipasi penumpukan perwira tinggi.
”TNI bisa membentuk divisi untuk mengantisipasi keamanan siber dan biological warfare. Selain itu, dengan penambahan divisi, diharapkan bisa memperkuat fungsi TNI dalam menjaga kedaulatan negara,” ujarnya.
Charles menjelaskan, dalam Perpres Jabatan Fungsional TNI, para anggota TNI bisa mengisi posisi dalam struktur organisasi baru di internal TNI. Namun, mereka tidak bisa mengisi posisi jabatan sipil di luar Undang-Undang TNI.
”UU TNI memperbolehkan para anggota TNI untuk mengisi posisi yang berkaitan dengan keamanan, seperti contohnya Kemenko Polhukam dan Kemenhan. Sementara di luar itu, masyrakat masih menolak karena berpotensi terjadi dwifungsi TNI,” ucapnya.